Indonesia Ingin Kembangkan Sovereign Wealth Fund dan Islamic Global Bonds Lebih Menarik

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pandemi Covid-19 bukan alasan bagi Indonesia untuk tidak melanjutkan program reformasi, justru ini adalah waktu yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk melakukan program reformasi lebih serius.

Hal ini dikatakan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat memberikan pidato kunci pada Webinar Syariah Series KAFEGAMA dengan tema Sovereign Wealth Fund dan Islamic Global Bonds secara virtual pada Senin (07/12), sebagaimana dilaporkan situs kemenkeu.go.id.

“Kita harus bisa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19 ini. Selama kita melalui krisis ini, kita juga harus membenahi rumah kita dengan tetap melakukan reformasi. Salah satu reformasi yang kita lakukan adalah dengan membuat Undang-undang Cipta Kerja yang akan menjadi bagian dari reformasi struktural,” kata Wamenkeu.

Wamenkeu melanjutkan bahwa untuk bisa menciptakan tingkat tenaga kerja yang lebih besar, maka sebelumnya harus didahului dengan menciptakan Indonesia sebagai tempat dengan iklim investasi yang baik terlebih dahulu. Hal ini tentu berkaitan dengan isu kemudahan berusaha yang ada di Indonesia.

Berkaca pada peringkat kemudahan berusaha (Easy of Doing Business/EODB) yang diterbitkan oleh World Bank, Wamenkeu mengatakan bahwa Indonesia perlu mengejar agar bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi dalam kaitannya untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik.

Saat ini, Indonesia berada di posisi 73 dalam laporan peringkat EODB. Sementara itu, Indonesia perlu menargetkan peringkat EODB ada pada posisi 40 di tahun 2025.

Maka dari itu, Wamenkeu menyebut bahwa Indonesia perlu melakukan reformasi secara lebih progresif, salah satunya dengan pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja.

Wamenkeu mengatakan bahwa salah satu elemen di dalam Undang-undang Cipta Kerja adalah pembentukan  Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi.

Wamenkeu mengatakan bahwa dalam pembangunan Indonesia selama lima tahun terakhir ini, Indonesia sangat memanfaatkan besarnya leverage. Ke depan diharapkan ada kombinasi antara leverage yang ada pada buku neraca digabung dengan mengundang masuk equity.

Wamenkeu menyebut bahwa keberadaan SWF adalah salah satu cara untuk melakukan itu.

“Karena SWF ini kita maksudkan untuk memupuk akumulasi. Kita ingin mendapatkan dividen, betul, tetapi tidak harus mencari dividen dari SWF ini seketika. Karena yang namanya equity itu perlu waktu untuk bekerja, silakan equity-nya bekerja melalui SWF kita akan menciptakan proyek-proyek yang kemudian bisa mengundang masuk investasi,” terang Wamenkeu.

Wamenkeu melanjutkan bahwa salah satu yang menjadi bahan diskusi lebih lanjut adalah bagaimana menarik Islamic global fund dari negara-negara Timur Tengah atau dari tempat lain adalah hal juga yang sangat penting karena keberadaan SWF ini juga akan  dihubungkan dengan berbagai macam fund yang ada di luar negeri.

Namun, Wamenkeu mengingatkan bahwa kalau ingin menarik Islamic global fund ke Indonesia, tentu para investor akan melihat bahwa ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia juga harus berkembang secara  baik.

“Jadi kalau kita ingin menarik Islamic global fund, maka kita harus kembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia,” jelas Wamenkeu.

Pengembanganan keuangan atau perbankan syariah pada prinsipnya juga berkaitan dengan teori supply-demand di masyarakat.

Dalam teori supply-demand ini meskipun ada elemen dari syariah, namun bagaimanapun juga ujungnya adalah demand dari masyarakat yang nanti dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, bukan hanya faktor syar’i tetapi juga faktor harga yang menjadi sangat penting, lanjut Wamekeu.

“Maka, pengembangan ekonomi syariah kedepan, saya membayangkan bahwa dia memang sangat kuat disusun dudukan syar’i-nya namun tidak bisa lepas dari dari hukum-hukum ekonominya, dan ini yang harus dicari kombinasinya,” kata Wamenkeu.

Per 3 Desember 2020, total akumulasi penerbitan international sovereign sukuk sebesar USD93,08 miliar. Indonesia berperan signifikan dalam mendorong perkembangan penerbitan sovereign sukuk di pasar internasional dengan berkontribusi sebesar 22,18% atau USD 20,65 miliar dari total penerbitan.

“Bandingkan dengan negara-negara lain, dan Indonesia mendapatkan respek untuk ini. Ini juga salah satu modal ketika nanti SWF itu pergi ke Timur Tengah mencari sumber ekuitas untuk masuk ke Indonesia. Itu salah satu yang bisa kita sampaikan bahwa Indonesia sangat sangat mengerti sukuk, yang artinya Indonesia sangat mengerti mengenai keuangan syariah,” terang Wamenkeu. (001)

Tag: