Industri Keuangan Syariah Indonesia Masih Harus Ditingkatkan

aa
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bakti.

YOGYAKARTA.NIAGA.ASIA-Perkembangan keuangan syariah Indonesia masih memerlukan dorongan mengingat pangsa pasar keuangan syariah Indonesia masih belum optimal. Sebagai contoh, pangsa pasar perbankan syariah pada tahun 2019 ini baru mencapai sekitar 5,8% dari seluruh aset industri perbankan nasional. Capaian ini berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1%, Malaysia 23,8%, dan Uni Emirat Arab 19,6%.

Untuk menjawab tantangan tersebut, saat ini Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta pada Selasa (15/10) meresmikan konsentrasi Akuntansi Syariah Prodi Magister Akuntansi yang turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) Astera Primanto Bakti yang mewakili Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, kutip laman kemenkeu.go.id.

“Selama ini dinamika dan tantangan pasar juga telah menempa daya tahan industri keuangan syariah hingga tumbuh memiliki lebih dari 23 juta pelanggan, suatu jumlah yang teramat besar untuk satu pasar keuangan syariah. Indonesia juga telah memiliki Shariah Online Trading System pertama di dunia serta merupakan negara pertama dan satu-satunya yang menerbitkan sukuk ritel,” ungkap Dirjen PK.

Peresmian ini juga bertepatan dengan acara Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019 yang bertema “Peningkatan Daya Saing Keuangan Syariah Melalui Inovasi dan Sinergi Menuju Responsible Finance and Investment Dalam Rangka Mendukung Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional”.

Dalam pidato yang dibacakannya, ia mengatakan bahwa pemerintah telah berupaya memajukan industri syariah dengan menerbitkan salah satu instrumen pembiayaan syariah yaitu Sukuk Negara yang telah memasuki usia yang lebih dari satu dasawarsa atau sebelas tahun. Selama kurang lebih satu dasawarsa tersebut, Sukuk Negara semakin memainkan peran penting dalam membiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung pemberdayaan ekonomi syariah.

“Pemerintah juga menggunakan instrumen fiskal lainnya dalam rangka mendukung ekonomi-keuangan syariah, antara lain yaitu kebijakan perpajakan yang kondusif dan mendukung pengembangan keuangan syariah serta belanja negara dan pembiayaan yang mendukung pemberdayaan ekonomi umat (seperti Kredit Usaha Rakyat/KUR, Pembiayaan Ultra Mikro/UMi), pendidikan Islam (pesantren, madrasah, perguruan tinggi keislaman), dan sektor ekonomi syariah,” jelas Dirjen PK. (001)

Tag: