Intervensi Pencegahan Stunting Dimulai Sebelum dan Saat Kehamilan

Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BPOM menyampaikan keterangan pers usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin 24 Oktober 2022 (Humas Sekretariat Kabinet/Oji)

BANDUNG.NIAGA.ASIA — Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyebutkan intervensi spesifik yang dilakukan sebelum dan saat kehamilan merupakan agenda prioritas pemerintah untuk mencegah stunting pada anak. Cara ini menurutnya jauh lebih efektif dibandingkan penanganan setelah bayi lahir.

“Kalau dari sisi kesehatan, prioritas paling tinggi untuk pencegahan Stunting itu ibunya dulu yang harus diperhatikan. Caranya ada dua, sebelum menikah dan saat kehamilan,” kata Budi Gunadi saat menghadiri Jabar Stunting Summit 2022 yang digelar di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Rabu.

Budi Gunadi menjelaskan program intervensi spesifik sebelum menikah harus dilakukan sejak masa remaja. Karenanya, kesehatan dan status gizi para remaja harus dipersiapkan sejak dini, sehingga prediksi Indonesia mendapatkan bonus demografi pada 2045 mendatang dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, terhindar dari berbagai masalah kesehatan, salah satunya anemia.

Anemia merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu sehingga akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya. Tidak hanya itu, anemia juga meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan generasi yang bermasalah gizi.

Angka kejadian anemia di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 %, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik.

Kementerian Kesehatan telah melakukan intervensi spesifik salah satunya dengan menyelenggarakan Aksi Bergizi Nasional, yang salah satu intervensinya adalah menggencarkan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri di sekolah maupun Puskesmas.

“Remaja puteri ini jangan sampai anemia, karena kalau anemia berisiko tinggi melahirkan bayi stunting. Semua remaja puteri kelas 7-9 harus diukur zat besinya, kalau HB dibawah 12 diberikan tablet tambah darah (TTD) untuk memenuhi zat besi dan asam folat,” ujar Budi Gunadi.

Selain rutin konsumsi TTD, Budi Gunadi juga menyarankan para remaja putri rutin melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin setidaknya 6 bulan atau 1 tahun sekali. Pemeriksaan bisa dilakukan secara gratis di Puskesmas.

“Untuk remaja puteri, supaya hidupnya sehat, anaknya nanti tidak Stunting, tes darah minimal satu tahun sekali. Kalau angkanya di bawah 12 harus minum TTD, kalau HB sudah diatas 13, jaga kesehatannya, makannya yang cukup dan rutin aktivitas fisik,” pesan Budi Gunadi.

Kemudian, intervensi pada ibu hamil dilakukan dengan mencukupi kebutuhan gizi, pemberian tablet tambah darah dan pemberian makanan tambahan. Untuk mengetahui ibu hamil kekurangan gizi atau tidak, selama masa kehamilan disarankan rutin melakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) sebanyak 6 kali dan pemeriksaan USG setiap bulan.

“Ibu hamil harus melakukan pemeriksaan ANC minimal 6 kali, tujuannya untuk mengetahui berat dan tinggi bayi apakah kekurangan atau kelebihan,” Budi Gunadi menerangkan.

Budi Gunadi pun mewanti-wanti kepada seluruh pihak agar kedua intervensi spesifik tersebut dilaksanakan secara simultan, dalam kerangka mendukung upaya penurunan angka Stunting di Indonesia.

Pihaknya memandang langkah tersebut jauh lebih penting dibandingkan penanganan setelah bayi lahir. Sebab bila anak sudah stunting, maka penanganannya sudah terlambat dengan presentase kesembuhan yang rendah, hanya berkisar 6% dari angka stunting di Indonesia.

“Dua ini sangat penting, bahkan ini lebih penting daripada mengurus bayinya karena sudah telat. Jadi jaga supaya remaja jangan sampai anemia dan jaga ibu hamil jangan sampai kekurangan gizi,” jelas Budi Gunadi.

Kendati prioritas penanganan Stunting dilakukan sebelum dan saat kehamilan, Budi Gunadi menekankan bahwa pemerintah tetap menaruh perhatian besar terhadap bayi baru lahir. Intervensinya dengan memenuhi kebutuhan gizi terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) serta memastikan pertumbuhan tinggi dan berat bayi terus meningkat sesuai dengan usianya.

“Kalau saat ditimbang beratnya tidak naik langsung periksa ke Puskesmas, jangan tunggu sampai stunting. Jadi begitu lahir harus sering diukur berat dan panjangnya, kalau bisa setiap bulan, lebih sering lebih bagus,” Budi Gunadi mengingatkan.

Sebagai daerah dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia dengan tingkat produktivitas dan fertilitas tinggi, Gubernur Jawa barat Ridwan Kamil mengaku sepakat dengan Budi Gunadi bahwa penanganan sebelum dan saat kehamilan merupakan upaya paling efektif dan efisien dalam kerangka penanganan Stunting pada anak. Ke depan, ia pun akan menerapkan program intervensi tersebut demi menurunkan angka Stunting di Provinsi Jawa Barat.

“Arahan Pak Menteri jelas bahwa prioritas terpenting dalam menangani Stunting ini bukan di bayinya, prioritas pertama di ibu hamil dan calon ibu sebelum menikah. Kalau ini bisa dicegah diawal, Insya Allah bayinya sehat,” kata Ridwan Kamil.

“Mudah-mudah dengan arahan ini, kami akan evaluasi, kami akan gerakkan seluruh instrumen untuk memastikan angka Stunting di Jabar membaik,” harapnya.

Senada, Kepala BKKBN Harto Wardoyo mengatakan pencegahan Stunting harus diatasi dari hulu dengan memastikan remaja putri yang akan menikah sehat secara fisik dan psikis, tidak mengalami anemia maupun masalah kesehatan lainnya.

“Yang menikah harus sehat, harus tidak anemia, harus minum TTD, maka Insya Allah bisa mencegah bayi yang akan lahir tidak Stunting,” kata Hasto.

Sumber : Kementerian Kesehatan | Editor : Saud Rosadi

Tag: