Istri Oknum Pejabat di Nunukan Dilaporkan Hina dan Teror Anak Dibawah Umur di Instagram

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Sebarkan foto dan video bertulisan kalimat penghinaan dan teror terhadap anak berusia 17 tahun, seorang ibu rumah tangga, FRD yang juga istri oknum pejabat di  Nunukan, Kabupaten Nunukan, dilaporkan ke Polres Nunukan dengan sangkaan telah melakukan perbuatan menghina dan meneror, serta mencemarkan nama baik orang di media sosial, Instagram.

Laporan pencemaran nama baik disampaikan oleh Hj. Sumiyati (57) ibu korban ke Polres Nunukan dan terigester dengan Nomor : STTP/135/IX/2021/Reskrim tertanggal 28 September 2021 pukul 17:00 Wita.

“Sudah kita laporkan perkaranya lengkap dengan alat – alat bukti salinan postingan terlapor,” kata  kuasa hukum Sumiyati, yakni Rianto Junianto, SH, pada Niaga.Asia, hari ini,  Rabu (29/09).

Menurut Rianto Junianto yang tergabung di Kantor Advokat Rangga Malela & Co Atorney ini, yang jadi terlapor adalah FRD (istri pejabat) di Nunukan.

“Terlapor  telah melakukan pencemaran nama baik sekaligus teror kepada anak pelapor  melalui postingan akun media sosial Instagram,” ujarnya.

Postingan penghinaan dan teror terhadap anak dilakukan FRD pasca perkelahian kelompok remaja putri pada 22 September 2021 di jalan Lingkar, Kecamatan Nunukan yang kasusnya masih berproses di Polsek Nunukan.

“Perkara ini masuk perundungan atau cyber bullying, karena FRD melakukan penghinaan dan teror berlebihan terhadap anak yang seharusnya dilindungi,” kata Rianto Junianto.

Korban saat ini merasakan tekanan batin dan gelisah. Kondisi demikian dikuatirkan berdampak buruk terhadap mental dan psikologinya. Korban bahkan mulai terlihat murung dan jarang bicara paska viralnya postingan penghinaaan dari FRD.

Rianto Junianto menambahkan, pihak keluarga korban awalnya tidak menghiraukan postingan-postingan terhadap anaknya, namun karena penyebaran foto maupun videonya disertai kalimat penghinaan berulang-ulang, maka dengan terpaksa melaporkan perkara perundungan ini ke Polres Nunukan.

“Ada beberapa bukti postingan dan akun instagram kami laporkan diantaranya, Instagram @di.nonaktifkan dan Facebook: Ranger Pink, Nelis Setyawati alias Neli, Instagram: @nelistyawt, Sopianurrazila  alias Silaa Instagram: @sopianurazila,” ujarnya.

Dikatakan Rianto, dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau perundungan melalui media sosial terhadap anak diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 45b Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik .

Kemudian, dalam pasal 1 ayat 15a UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bullying dikatakan sebagai kekerasan di mana setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Pelaku bullying verbal, seerti FRD dapat dikenakan Pasal 80 karena melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 76C dengan ancaman penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan atau denda Rp 72 juta,” terangnya.

Selain melaporkan barang bukti transaksi elektronik  di akun instagram terlapor, kuasa hukum melampirkan alat bukti tambahan berupa salinan pemberitaan media online yang diduga digunakan terlapor dalam mempublikasikan informasi.

Bukti saliman tambahan tersebut dikatakan keluarga korban sebagai informasi transaksi elektronik yang turut mempengaruhi timbulnya penderitaan secara psikis kepada anak.

“Kasus ini berawal dari keributan anak-anak, harusnya bisa diselesaikan lewat mediasi, tapi karena pihak terlapor terus menyebarkan kebencian, tepaksa kami laporkan ke polisi,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Nunukan AKP Marhardiansah membenarkan telah menerima laporan pencemaran nama baik perundungan cyber bullying menggunakan transaksi elektronik dilakukan orang dewasa.

Pengungkapan perkara ITE lanjut dia, memerlukan waktu panjang karena pembuktian perbuatan yang menggunakan sarana media sosial harus melibatkan tenaga ahli yang dapat mengkategorkan informasi tersebut masuk ranah pidana.

“Laporan baru diterima tapi belum ada pemeriksaan, karena ini perkara ITE, jadi rada lumayan lama pembuktiannya,” jelasnya.

Penulis : Budi Anshori : Editor : Intoniswan

Tag: