Italia Alami Kekeringan Terparah dalam 7 Dekade

Lima kawasan di bagian utara Italia, terdiri dari Friuli-Romagna, Friuli-Venezia Giulia, Lombardy, Piedmont, dan Veneto alami kekeringan. (Foto AFP)

ROMA.NIAGA.ASIA – Italia bagian utara dilanda kekeringan terparah dalam tujuh dekade belakangan. Negara itu pun mendeklarasikan status darurat kekeringan pada Senin (4/7).

AFP melaporkan, kabinet Italia menyetujui deklarasi status darurat di lima kawasan negara itu hingga 31 Desember mendatang. Kelima kawasan itu terdiri dari Friuli-Romagna, Friuli-Venezia Giulia, Lombardy, Piedmont, dan Veneto.

Status darurat yang diumumkan ini memberikan “kewenangan dan kewajiban luar biasa” bagi pemerintah.

Kewenangan ini mencakup untuk memberikan kompensasi kepada warga yang terkena dampak, sembari menjamin kondisi kehidupan normal bagi penduduk di sekitar lokasi terdampak.

Dengan deklarasi status darurat ini, pemerintah menggelontorkan dana 36,5 juta euro atau setara Rp565 miliar untuk membantu warga yang terkena dampak kekeringan.

Italia tercekik kekeringan akibat gelombang panas dan curah hujan minim, terutama di Po Valley yang merupakan kawasan agrikultur besar.

EuroNews melaporkan, ini merupakan kekeringan terparah di Po Valley dan sekitarnya sejak 1952.

Merujuk pada data serikat agrikultur terbesar di Italia, Coldiretti, kekeringan ini mengancam lebih dari 30 persen produk pertanian, dan setengah perkebunan di Po Valley.

Tak hanya itu, level air di Danau Maggiore dan Garda juga mencapai titik terendah. Sungai Tiber juga mengalami penyusutan air.

Di tengah kekeringan ini, pihak berwenang di sejumlah kawasan mulai memutar otak. Kota Verona, misalnya, sudah mulai mengatur penggunaan air minum.

Sementara itu, pemerintah Milan mengumumkan bakal menutup tempat-tempat air mancur yang selama ini menjadi hiburan di kota itu.

Lebih jauh, kekeringan ini juga berdampak pada produksi energi di Italia. Selama ini, 20 persen daya di negara itu merupakan hidroelektrik, bentuk energi yang berasal dari air bergerak.

Sumber: AFP | EuroNews | Editor: Intoniswan

Tag: