Izin Memanfaatkan Tanah Negara Bisa Memicu Konflik Komunal di Samarinda

Dekan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan, Laksamana Muda TNI Dr. Siswo Hadi Sumantri, S.T., M.MT  sudah “mencium” akan adanya konflik tanah saat mengantar mahasiswanya melaksanakan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di Kecamatan Palaran, Samarinda, dalam Rangka Mempersiapkan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kaltim,  Jum’at (28/02/2020)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Bentrok terkait penguasaan tanah di Kecamatan Palaran yang terjadi hari ini, Sabtu (10/04/2021) pagi sampai berdarah-darah. Dalam bentrok itu ada yang membawa sejata tajam berbagai jenis, ada pula senjata api rakitan jenis penabur, yang pelurunya bulat, tapi kalau ditembak ke manusia juga bisa menyebabkan kematian.

Dalam bentrok dua kelompok masyarakat, yang salahsatu dengan bendera kelompok tani, satu orang tewas dan tiga orang luka-luka. Belum diketahui pasti, dari kelompok masyarakat yang mana yang jadi korban.

Berdasarkan amatan dan informasi yang didapat Niaga.Asia, tanda tanda bakal adanya konflik komunal terkait klaim tanah di Palaran sudah tercium sejak bulan Februari tahun 2020, atau sejak setahun lalu.

Hal-hal yang sudah diketahui akan menjadi sumber konflik, pertama; hingga saat ini belum ada kesepakatan antara Pemerintah Kota Samarinda dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, batas atau titik koordinat  batas wilayah Kecamatan Palaran (Samarinda) dengan Kecamatan Samboja (Kukar).

Tanah yang diklaim berbagai kelompok masyarakat, tidak diketahui persis, secara administratif apakah berada dalam daerah Samarinda atau Kukar. Satu pihak mengklaim tanah di wilayah tersebut dengan klaim tanah adat, sedangkan pihak yang satunya lagi menyebut, klaim tanah adat tidak bisa merambah sampai ke Samarinda, atau ke dalam wilayah Kecamatan Palaran.

Korban konflik pengusaan tanah di Palaran, hari ini, Sabtu (10/04/2021). (Foto Istimewa)

Saling klaim semakain memanas di bawah permukaan, setelah Pemerintah Kota Samarinda menerbitkan regulasi atas tanah yang belum dikuasai masyarakat dengan bukti sertifikat hak milik, dapat diberikan hak menguasai berdasarkan IMTN (Izin Memanfaatkan Tanah Negara).

IMTN ini obyeknya paling banyak di tanah negara bebas di kawasan pinggiran Samarinda yang berbatasan dengan Kukar. IMTN ini sudah cukup banyak diterbitkan, utamanya di Palaran. Apakah IMTN yang diterbitkan Pemkot Samarinda benar-benar berada dalam wilayah  Palaran atau sudah dalam wilayah Samboja, masih perlu pembuktian.

Pada bulan Februari 2020, tepatnya hari Jum’at (28/02/2020), sebanyak 30 mahasiswa Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan (Unhan) Program Studi Damai dan Resolusi Konflik melaksanakan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di Kecamatan Palaran, Samarinda, dalam Rangka Mempersiapkan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kaltim.

Dalam kegiatan yang diliput wartawan Niaga.Asia tersebut, juga ada kegiatan sosialisasi “Deteksi Dini Potensi Konflik Sosial”  di Balai Kelurahan Simpang Pasir, Palaran.

Kegiatan dibuka Camat Palaran, Suwarso, dihadiri  anggota Komisi I DPRD Samarinda,  Kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan Unmul, Drs. La Hasan., M.Si,  dan  Kepala Bagian Kemahasiswaan Unmul, Asnan, AS, S.Sos., M.Si, dan Dekan Fakultas Keamanan Nasional, Laksamana Muda TNI Dr. Siswo Hadi Sumantri, S.T., M.MT.

Camat Palaran, Suwarso. (Foto Niaga.Asia)

Camat  Palaran, Suwarso dalam sambutannya mengatakan,  banyak konflik sosial di di Palaran. Pemicunya, mulai dari sengketa lahan antar kelompok masyarakat yang menggarap lahan negara, termasuk  maraknya klaim “raja raja” dalam kepemilikan suatu kawasan.

“Sumber konflik potensial itu memang dari soal tanah,” katanya.

Sementara Dosen Program Studi Damai dan Resolusi Konflik Unhan, Dr. Anang Puji Utama, SH., M.Si saat berbicara menerangkan, Unhan datang ke Kaltim selain melakukan penelitian dan pengabdian kemasyarakatan,  juga untuk  meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi konflik, menjaga kelestarian lingkungan, dan berkontribusinya dibidang sosial.

“Samarinda, khususnya Kecamatan Palaran akan menjadi penyangga IKN.  Maraknya  sengketa lahan bisa menumbuhkan konflik sosial di Kaltim. Untuk itu perlu dideteksi potensinya sejak dini” jelas Dr Anang.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: