
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Mantan anggota DPRD Kaltim dari PPP, DR Rusman Yaq’ub bicara panjang lebar dalam Dialog Kritis dan Reflektif bersama para pemangku kebijakan, akademisi, dan aktivis lingkungan untuk membahas masa depan Sungai Mahakam dan Kaltim.
Rusman yang hadir dalam kapasitasnya sebagai pemerhati kebijakan publik diundang sebagai narasumber oleh Tim Penyusun Raperda Kaltim tentang Pengelolaan Sungai di Kaltim. Selain Rusman, dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Bapperida Samarinda, Selasa (23/12/2025) juga dihadirkan sebagi narsumber Misman (Ketua GMSS-SKM / Aktivis Lingkungan), Rahmawati Al Hidayah, S.H., M.H. (Ketua Tim Penyusun Raperda Kaltim Pengelolaan Sungai), dan Richat Arip Wibowo (Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda).
”Yang kurang dapat perhatian atas sungai Mahakam adalah pelestariannya,” kata Rusman.
Kalaupun DPRD-Pemprov Kaltim membuat Perda terkait Pengelolaan Sungai (Mahakam), ada tiga aspek yang harus diperhatikan yaitu, aspek pelestarian, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Ketiga aspek itu harus dibuat jadi seimbang
”Selama ini sungai Mahakam sudah difungsikan sebagaai sarana pendukung perekonomian daerah, tapi aspek pelestariannya hampir tidak dapat perhatian, sedangkan fungsinya untuk kesejahteraan rakyat jadi menurun akibat adanya pendangkalan di wilayah ulu,” ungkapnya.
Menurut Rusman, untuk menjaga kelestarian sungai Mahakam dan menjaga sungai Mahakam tidak berumah jadi pembawa bencana seperti terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, lawasan ulu sungai Mahakam, yaitu Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) perlu ”diamankan”, tidak dieskploitasi berlebihan untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI), atau dijadikan kabupaten konservasi dan kepada masyarakat Mahulu diberi kompensasi agar hidupnya tetap bisa sejahtera.
”Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dan kita alami di Samarinda dan Kutai Kartanegara, kalau kawasan ulu sungai Mahakam terkikis hutannya, kita tidak hanya menerima banjir kiriman yang selama ini tidak begitu merusak, tapi banjir yang merusak apa saja yang dilewati air sungai Mahakam,” katanya.
Pelestarian sungai Mahakam, menurut Rusman, juga hampir tak ada. Yang ada sungai Mahakam dieksploitasi untuk kepentingan perekonomian, setiap hari bisa dilihat ada ratusan ponton berisi ribuan ton batubara melintas, dan begitu pula kapal yang membawa alat berat untuk dipakai dalam eksploitasi alam di ulu Mahakam.
”Dampaknya adalah terjadinya pendangkalan yang merata di sungai Mahakam, dari ulu sampai ke ilirnya. Banyak wilayah di ulu sungai Mahakam, baru bisa dilayari kapal ketika air pasang saja, saat air surut kapal tak bisa sandar ke dermaga,” kata Rusman menambahkan.
Rusman juga mengingatkan, kalau Raperda tentang Pengelolaan Sungai Mahakam difokuskan untuk mendapatkan tambahan pendapatan asli daerah (PAD) atau ada pungutan terhadap pengguna sungai, dapat dikatakan hampir pasti akan ada perlawanan dari pengusaha, dan atau pemerintah pusat (Kemendagri) tidak menyetujui Rapoerda yang disusun jadi Perda.
”Kita punya pengalaman, keinginan untuk mengutip retribusi dari kapal yang melintas di sungai Mahakam, digagalkan pemerintah pusat, keinginan memungut pajak dari alat berat, juga tak sepenuhnya bisa dilaksanakan, karena ada perlawanan dari pengusaha hingga berperkara sampai ke Mahkamah Agung,” cerita Rusman.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Sungai Mahakam