Jalan-jalan dari Pagi, Gadis SMP di Samarinda Ini Dicabuli Kakak Kelas

ilustrasi korban kasus asusila (istimewa/net)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Fn (17), pelajar SMP di Samarinda, ditetapkan tersangka kepolisian terkait dugaan persetubuhan anak bawah umur. Korbannya, Er (15), kekasih Fn sekaligus adik kelas satu sekolah. Sebelumnya, korban Er dibawa Fn keliling kota sedari pagi.

Dugaan kasus asusila itu terjadi 7 Agustus 2020 lalu. Setelah jalan-jalan sedari pagi, Er pulang ke rumah sore harinya. Orangtua menaruh curiga, lantaran melihat bekas merah di leher putrinya itu.

Setelah diinterogasi orangtuanya sekian lama, Er pun mengaku usai pergi jalan bersama dengan kekasihnya, Fn, dan terjadi persetubuhan dia bersama Fn.

“Dari keterangan putrinya itu, orangtuanya lapor ke kantor tanggal 4 September 2020 lalu,” kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda Iptu Teguh Wibowo, dalam penjelasan resmi di kantornya, Kamis (21/1) siang.

Ditengarai, pelaku Fn curiga dia dilaporkan ke kepolisian. Seringkali, dia menghindar dengan kerap kali tidak berada di rumah. Meski demikian, Fn terus diintai kepolisian.

“Setelah sekian kali menghindar, dia (Fn) ini kita amankan waktu lagi jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan, kemudian kami bawa ke kantor,” ujar Teguh

Pelaku Fn, mengakui dugaan perbuatan asusila itu dia lakukan bersama Er, adik kelasnya, yang juga kekasihnya. “Pelaku dan korban ini satu sekolah, dan pacaran sejak April 2020,” ungkap Teguh.

“Perbuatan itu dilakukan tanggal 7 Agustus 2020. Jadi, dari pagi, pelaku dan korban ini jalan. Siang harinya, Fn membawa pulang Er ke rumah temannya, pinjam kamar buat pacaran, dan melakukan perbuatan itu. Pengakuannya, itu dilakukan pertama kalinya,” tambah Teguh.

Teguh menegaskan, meski pelaku berusia di bawah umur, tidak ada kewajiban kepolisian untuk melakukan diversi, atau penyelesaian perkara itu di luar proses peradilan pidana, seperti diatur UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Karena ancaman hukuman di atas 7 tahun, tidak ada kewajiban diversi. Tersangka tidak kami titipkan di Lapas Anak di Tenggarong, untuk kemudahan penyidikan,” terang Teguh.

“Sekarang, tersangka kami kembalikan, dan dalam pengawasan orangtuanya, dan kami berlakukan wajib lapor dua kali seminggu,” tegas Teguh.

Dari kasus itu, penyidik unit PPA Satreskrim Polresta Samarinda, mengamankan barang bukti pakaian korban, berikut dengan hasil visum et repertum terhadap korban. (006)

Tag: