“Janda” Ini Bertekad Sekolahkan Keenam Anaknya

rumah
Maimunah bermain bersama anak-anaknya di rumah tinggalnya ukuran 15 m2. (budi anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Maimunah adalah janda dengan dengan 6 orang anak. Maimunah aslinya  asal Flores, Nusa Tengga Timur (NTT) dan  sejak 15 tahun lalu berdomisili di Jalan Sedadap Ujang Dewa, Kecamatan Nunukan.

Maimunah ditinggal  suaminya yang kawin lari dengan wanita lain tahun 2015, sehingga sejak itu dia jadi “janda” dengan  6 orang anak- anak yang harus diurusnya sendiri.  Maimunah bersama anakanya  tinggal digubuk reot berdinding plywood dan papan seadaanya.

Meski begitu Maimunah bertekad memberikan pendidikan untuk  semua anak-anaknya.”Miskin bukan berarti tidak harus bersekolah,” kata Maimunah pada Niaga.asia. Kini dengan bekerja sebagai pengikat rumput laut (membantang) membiayai makan minum keluarganya dan sudah menyekolahkan dua anaknya.

Anaknya tertua Nualan Akbar (13) duduk dibangku SMP, anaknya nomor 2, 3, dan 4 duduk di bangku  MI (Madrasah Ibtidaiyah). Duanya lagi belum bersekolah karena belum cukup umur umur masuk sekolah.

Maimunah sudah menjalani pekerjaan sebagai pengikat rumput laut dua tahun terakhir. Dalam seminggu dia biasanya bekerja antara 4-5 hari, bahkan kadang-kadag full bekerja tanpa libur. Bahkan sesekali anaknya paling tua, Nualan ikut bekerja. “Rata-rata dari bekerja sebagai pengikat rumput laut, dapat upah Rp80 ribu/hari,” ungkap Maimunah. “Kerja membantang itu musim-musiman juga,” tambahnya.

Dari penghasilannya itu, Maimunah menggunakannya untuk biaya hidupnya bersama anak-anak, diluar itu disisihkannya bagi keperluan pendidikan anak-anaknya. “Saya paling sedih kalau musim tidak bekerja, anak-anak perlu uang untuk jajan di sekolah dan keperluan lain,” ceritanya.

Rumah yang ditempati Maimunah sekarang berdiri diatas tanah  milik orang tua angkatnya. Rumahnya dapat dikatakan sangat sempit, hanya  berkuruan 3 x 5 meter atau 15 m2 dihuni bersama 7 orang. Tempat tinggalnya juga tidak aman karena berada di pinggiran aliran sungai dan didataran rendah, sehingga saat air pasang tinggi dan hujan lebat lingkungannya kebanjiran. “Kalau rumah aman dari banjir karena 2 meter dari tanah,” kata Maimunah.

Hal yang paling merepotkan Maimunah adalah saat hujan turun. Karena atap rumahnya bocor dibanyak tempat, maka air masuk ke dalam rumah, dan saat bersamaan harus bergegas mengamankan barang-barang seisi rumah, terutama buku dan pakain anak-anaknya.

“Kalau hujan turun, barang dipindahkan kebagian yang tidak bocor, kalau disana juga basah, dipindah lagi ke tempat lainnya, pokoknya kami sibuk urus pindah-pindahkan,” sebutnya.

Maimunah mengaku pernah mendengar rumahnya akan akan dimasukkan dalam program bedah rumah yang dilakukan Pemprov Kaltara,  tapi batal dirasakannya sebab,  terkendala tanah rumahnya bukan miliknya, tapi milik orang lain. Sedangkan dalam peraturan bedah rumah, rumah berada diatas pemiliknya sendiri. “Pernah ditanya-tanya begitu mas, katanya rumah saya bukan lahan sendiri, kasihan masih pinjam punya orang,” bebernya.

Disinggung soal suaminya yang telah meninggalkan dirinya bersama anak-anak, Maimunah langsung sedih.  Sejak suaminya pergi, Maimunah mengaku tidak pernah lagi bertemu dan suaminya tidak pernah mengirim uang membiayai hidupnya dan anak-anaknya.

Menurut Maimunah, suaminya kabur dan menikah dengan perempuan yang sebenarnya juga berstatus istri orang. Ia mengaku dapat kabar, suaminya  sekarang tinggal  di Tarakan. “Status saya masih istrinya, dia kabur begitu saja tanpa menceraikan saya, tinggalkan saya bersama anak-anak  dalam penderitaan,” ungkapnya. (budi anshori)