SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Fakta baru terungkap dari bencana tanah longsor yang menelan badan jalan Sangasanga-Muara Jawa dan enam rumah warga, dan 11 lainnya rusak di RT 09 Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara yang diduga akibat aktifitas penambangan batubara oleh PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), Kamis (29/11).
Fakta barunya adalah, warga hampir disemua rukun tetangga, khususnya di RT 09 di Kelurahan Jawa, sejak bulan Agustus 2018, atau sejak 3 bulan lalu sudah merasakan akan datang bencana tanah longsor, sebab jarak batubara yang digali PT ABN, menurut warga hanya sekitar 178 meter-300 meter dari permukiman penduduk.
Inspektur Tambang Masih Analisis Kasus Tanah Longsor di Sangasanga
KPK: Hentikan Tindakan Korup di Penambangan dan Perdagangan Batubara
Perasaan akan datangnya bahayamenimpa warga ditindaklanjuti Forum Komunikasi Pembangunan Masyarakat Sangasanga Peduli Lingkungan (FKP-MSPL) dengan bersurat ke berbagai pihak yang isinya menolak aktifitas PT ABN di RT 09 Kelurahan Jawa. Dalam surat tertanggal 24 Agustus 2018 itu, para pihak yang disurati adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Kepala Dinas DLH Kukar, Perwakilan PT Pertamina EP Sangasanga, Gubernur Kalti, Cq Sekdaprov Kaltim, Kepala Bappeda Kaltim, Kepala DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kaltim, Kepala LPM Unmul, dan Koordinator LSM JATAM Kaltim. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Camat Sangasanga dan Lurah Jawa, Sangasanga.
Dalam surat yang ditanda tangani Ketua Ranting FKP-MSPL Kelurahan Jawa, Harus Wasmiarso dan Koordinator Masyarakat Kelurahan Jawa, Setu mengadukan bahwa PT ABN dan mitranya dalam operasi menambang batubara sudah menabrak regulasi atau aturan Perundang-undangan yang berlaku, seprti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah (PP) No 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkun gan Hidup, dan aturan teknis penambangan batubara dari Ditjend Minerba.
ABN dan mitranya dalam operasinya tidak menghiraukan Rencana Kerja Tahunan (TKT) maupun Amdal. “Akibatnya warga di RT 09 mengalami penderitaan sejak adanaya ABN,” kata Harun dalam suratnya. Dikatakan pula, hal yang sangat mengkhawatirkan warga dari kegiatan ABN adalah, warga akan kehilangan sumber-sumber air yang sangat dibutuhkan masyarakat. “Warga ingin ABN tidak menambang di Blok-9 atau dalam wilayah RT 09,” kata Harun.
Penggiat lingkungan yang mendampingi FKP-MSPL, Ragil Harsono kepada Niaga.Asia mengungkapkan, sejak surat dikirim ke instansi terkait, lengkap dengan bukti serah terima surat, tidak ada satupun dinas pemerintah di Pemprov Kaltim maupun Kukar yang menanggapi, sampai terjadinya bencana tanah longsor, Kamis 29 Nopember lalu.
“Masyarakat sangat paham dengan tanda-tanda alam sebab mengetahui persis perilaku tanah di Sangasanga, termasuk bahaya yang mengancam mereka, tapi aparat teknis di pemerintahan yang terkait dengan penambangan batubara tidak hirau,” kata Ragil.
“Kami berkeyakinan awal tanah longsor itu berpangkal di dinding lobang tambang batubara ABN, sedangkan tanah di permukan dan badan jalan hanya terbawa. Jangan bilang tanah longsor itu bermula dari pinggir jalan, tidak masuk akal,” kata Ragil Batas aman warga dari bencana tanah longsor akibat ekploitasi batubara adalah 500 meter-1000 meter. (001)
Artikel ini akan terus diperbarui.