Jiwasraya: Potensi Kerugian Diperkirakan Rp13,7 Triliun Lebih

aa
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebutkan potensi kerugian negara dari kasus tersebut hingga Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp13,7 triliun.  (Hak atas foto ANTARA FOTO/Aprillio Akbar Image caption)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Skandal Asuransi Jiwasraya memasuki babak baru, menyusul penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi asuransi pelat merah itu dengan pemanggilan saksi serta pencekalan orang. Sementara itu, pemerintah mengungkap beberapa skenario untuk menutaskan gagal bayar klaim polis yang sudah jatuh tempo.

Sejak akhir pekan lalu hingga Selasa (31/12), Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memanggil setidaknya enam saksi terkait dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya. Sebelumnya, Kejagung telah melakukan pencekalan terhadap 10 orang dalam rangka penyidikan kasus tersebut.

Mantan direksi asuransi pelat merah dan beberapa orang dari pihak swasta dimintai keterangan guna membongkar dugaan kasus korupsi yang terjadi di Jiwasraya, yang disebut berpotensi merugikan negara senilai Rp 13,7 triliun.

Jaksa Agung ST Burhanuddin berkomitmen akan menuntaskan kasus dugaan korupsi Jiwasraya “segera dan secepatnya”.

Sementara pemerintah telah menetapkan beberapa skenario untuk pembayaran klaim polis yang sudah jatuh tempo, antara lain membentuk induk perusahaan (holding company) asuransi milik negara yang akan menerbitkan surat utang dan menjual anak usaha Jiwasraya, PT Jiwasraya Putra.

Namun pengamat asuransi Irvan Rahardjo menyebut langkah-langkah itu “tidak cukup”.

Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui terkait kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya.

Apa perkembangan sejauh ini?

Kejagung memeriksa dua saksi dari pihak swasta terkait kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwa Sraya, Selasa (31/12).  Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiono mengungkapkan dua saksi yang diperiksa adalah Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat.

Sehari sebelumnya, pemeriksaan sudah dilakukan terhadap tiga saksi lain, yakni Direktur Utama PT Trimegah Stephanus Turangan, Direktur PT Prospera Yosep Chandra, mantan Kepala Pusat Bancassurance PT Asuransi Jiwasraya Eldin Rizal Nasution.

Sementara, mantan Direktur Utama Asuransi Jiwasraya, Asmawi Syam, kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman, sudah menjalani pemeriksaan sejak pekan lalu.

Saat ini pihaknya sedang melakukan pendalaman dan mencari alat bukti guna membongkar dugaan kasus korupsi yang terjadi di Jiwasraya.  “Kami sedang mendalami, sedang mencari alat bukti bagaimana persoalan hukum atau perkara ini bisa kami selesaikan sesuai dengan aturan berlaku,” ujar Adi.

Adi memastikan tidak ada saksi yang kabur keluar negeri, pasalnya pihaknya sudah berkoordinasi dengan imigrasi terkait pencekalan 10 orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.  Ke-10 orang yang dicegah berinisial HR, DYA, HP, MZ, DW, GLA, ERN, HH, BT dan AS.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan pemanggilan saksi-saksi lain akan dilakukan pada awal tahun mendatang, dan memastikan Kejagung berupaya menuntaskan kasus ini secepatnya.

“Akan segera kita tuntaskan pemeriksaannya dan masih banyak saksi-saksi yang akan kita panggil dan tentunya berapa banyak kerugian, itu kan baru prediksi awal, Rp 13 triliun itu.

“Hasil pemeriksaan penghitungan yang akan menentukan [jumlah] terakhirnya nanti. Bahkan saya mintanya segera dan secepatnya ini tuntas.”

aa
Kejagung telah memanggil setidaknya enam saksi terkait kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya. (Hak atas foto GALIH PRADIPTA/Antara Image caption)

Sebelumnya, Burhanuddin mengungkapkan penyidikan terhadap Jiwasraya dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (good coorporate governance).

Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi.

Antara lain, lanjutnya, penempatan saham sebanyak 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.  Dari jumlah dana tersebut, 2% ditempatkan di saham dengan kenarja baik, sementara 95% ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Keuntungan tersebut dijanjikan kepada nasabah produk asuransi JS Saving Plan  yang merupakan produk bancassurance. Dari jumlah tersebut, 2% dikelola oleh perusahaan manajer investasi (MI) Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk.

“Sebagai akibat transaksi tersebut Jiwasraya sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara senilai Rp 13,7 triliun rupiah. Hal ini perkiraan awal, jadi Rp 13,7 adalah perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu,” ujar Burhanuddin.

Apa kata pemerintah?

Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai masalah yang menimpa Jiwasraya dan memerintahkan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN untuk menuntaskan persoalan tersebut.

Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga mengungkapkan beberapa skenario sudah dipersiapkan untuk mengatasi gagal bayar klaim polis yang sudah jatuh tempo.  Langkah yang ditempuh antara lain, membentuk induk perusahaan asuransi milik negara yang akan menerbitkan surat utang.

Dari skenario ini diperkirakan akan mendapat dana sekitar Rp2 triliun per tahun. Sehingga, dalam jangka waktu empat tahun diperkirakan terkumpul dana Rp8 triliun.  Selain itu, pemerintah juga akan menjual anak usaha Jiwasraya, PT Jiwasraya Putra dengan nilai valuasi sekitar Rp3 triliun.

“Dana-dana ini yang akan dipergunakan untuk membayar, tahap pertama adalah, nasabah-nasabah pensiunan yang memang punya dana-dana kecil di sana,” ujar Arya.

Apakah itu akan menyelesaikan masalah?

Namun, oleh pengamat asuransi Irvan Rahardjo, skenario-skenario ini disebut “tidak cukup”.

“Tidak cukup hanya satu skema saja yang disediakan. Ada opsi Jiwasraya Putra, holdingisasi, skema financial reassurance dimana kewajiban Jiwasraya akan di reasuransi oleh pihak lain, dan gagasan untuk mentransfer portofolio Jiwasraya yang dinilai tidak sehat kepada pihak lain,” jelas Irvan.

Menurut Irvan, holdingisasi akan membutuhkan waktu yang panjang. Sebab, beberapa undang-undang terkait seperti UU Dana Pensiun, UU BUMN masih membutuhkan revisi yang tentunya membuat waktu yang diperlukan membuat holding menjadi lebih lama.

Belum lagi, gagasan membentuk holding asuransi pelat merah adalah menjadikan anak usaha PT Taspen, Taspen Life, sebagai induk usaha asuransi.  “Apakah Taspen Life yang merupakan anak [usaha] BUMN itu bisa mengakuisisi BUMN yang bernama Jiwasraya?”

Selain itu, lanjut Irvan, holdingisasi itu juga akan membuat Taspen Life mengelola sekitar 102 BUMN nasabah Jiwasraya yang mempunyai produk atau portofolio dengan Jiwasraya.

“Itu juga butuh kajian karena untuk mengalihkannya menjadi program yang bernama insurance itu pasti butuh revisi dari UU Dana Pensiun. Jadi singkatnya, butuh waktu lebih lama untuk mewujudkan holdingisasi,” imbuhnya.

Namun, solusi cepat yang bisa dilakukan ialah penjualan Jiwasraya Putra. Jiwasraya Putra merupakan hasil kerja sama Jiwasraya dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel.

“Quick win yang bisa dicapai yang paling mungkin dan bisa dihasilkan adalah opsi yang disebut Jiwasraya Putra karena itu bermitra dengan empat BUMN yang diharapkan bisa jadi costumer base dari pemasaran produk-produk Jiwasraya.”

Kementerian BUMN menyebut ada lima investor yang berminat dengan Jiwasraya, empat di antaranya adalah investor asing, sedangkan satu dari dalam negeri.  Kementerian menargetkan akusisi Jiwasraya Putra akan dituntaskan pada kuartal II 2020.

Sumber: BBC News Indonesia

 

Tag: