Kaltim Perlu Program Pembangunan Hijau

Diskusi Diseminasi Daerah di Samarinda. (Foto : istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), memerlukan alternatif kebijakan dan instrumen pembangunan hijau dalam programnya. Pasalnya, kebijakan ini dinilai mampu menghitung daya tampung lingkungan, yang mempertimbangkan risiko bencana jangka panjang.

Skema kebijakan tersebut berfokus pada sektor lahan, khususnya sektor kehutanan, pertanian, perkebunan dan energi. Dari empat aspek utama yaitu ekonomi, ekologi sosial dan kelembagaan di masing-masing sektor.

Organisasi Kemitraan, bekerjasama dengan sejumlah lembaga melakukan studi yang berjudul “Meneropong Pembangunan Hijau di Indonesia” dengan tajuk “Kesenjangan dalam Perencanaan Nasional dan Daerah”.

Studi itu, secara khusus menyoroti kebijakan pembangunan di Provinsi Kaltim, yang membutuhkan skema pembangunan hijau.

Dalam diskusi, Provinsi Kaltim juga dinilai sudah over eksploitasi oleh industri ekstraktif. Dalam hal ini, pembangunan hijau menjadi penting sebagai bagian krusial perencanaan pembangunan berkelanjutan.

“Pembangunan hijau adalah solusi alternatif bagi pemerintah dan pemangku kepentingan, dengan menempatkan pemerataan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas eksosistem untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Dikatakan Menejer Proyek Kemitraan, Abimayu Sasongko Aji, Kamis (19/12).

Saat ini, lanjut dia, perekonomian Indonesia sebagian besar masih bertumpu pada sektor berbasis lahan. Tentunya akan menghadapi tantangan besar, agar optimal mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.

Sehingga, butuh adanya transformasi untuk kurangi ketergantungan terhadap sektor ekonomi berbasi lahan. “Ekspansi setor pertanian, perkebunan dan energi berpengaruh terhadap alokasi lahan yang berdampak pada pengelolaan sektor kehutanan,” ucapnya.

Abimanyu menjelaskan, prioritas Kabinet Presiden Joko Widodo di periode kedua adalah mengubah ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis industri. Namun tak bisa dipungkiri, survei sosial ekonomi nasional 2016 menunjukkan, lapangan pekerjaan berbasis lahan dan sumber daya mencapai 40 persen, dan lapangan pekerjaan dari ekonomi berbasis industri hanya 8 persen.

Hal ini menjelaskan bahwa tren akselerasi indeks pembangunan manusia (IPM), mengkonfirmasi bahwa transformasi perekonomian di Kaltim berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Pergeseran struktur perekonomian yang ditunjukkan dengan adanya tren penurunan kontribusi sektor pertambangan berkorelasi dengan penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Jelas ada indikasi adanya hubungan antara transformasi ekonomi dengan kualitas tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,” jelasnya.

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Irawan Wijaya Kusuma menambahkan, perekonomian Indonesia masih bertumpu pada sumber daya alam.

Hal ini menyebabkan deforestasi yang tinggi, pada kurun waktu 2000 sampai 2014. Begitu tingginya, hingga mencapai luas separuh Pulau Jawa. Itulah yang menjadi seban pembangunan hijau di Indonesia menjadi penting. “Kita harus mencari sumber daya lain, karena selama ini sumber daya ekonomi dicari dari dalam hutan, maka akan terus menjadi konflik,” pungkasnya. (009)