Kasus George Floyd, Mantan Menhan AS : Trump ‘Mencoba Memecah Belah Kita’

James Mattis mengundurkan diri dari posisinya sebagai menteri pertahanan di 2018. (Hak atas foto Reuters Image caption)

WASHINGTON DC.NIAGA.ASIA-Mantan Menteri Pertahanan Amerika Seriakt, James Mattis, mengecam Donald Trump, dengan mengatakan sang presiden sengaja memicu perpecahan. Dia mengatakan dirinya “marah dan terkejut” atas cara penanganan Trump terhadap rangkaian protes yang sedang berlangsung menyusul kematian pria keturunan Afrika bernama George Floyd di tangan polisi.

Mattis mencerca “penyalahgunaan wewenang” Trump – dan mendukung para pengunjuk rasa yang berusaha menjunjung tinggi nilai-nilai Amerika, seperti yang dilakukan mantan Presiden Barack Obama.

Di sisi lain, Trump menggambarkan Mattis sebagai “jenderal berlebihan”.

Mattis mengundurkan diri pada 2018 setelah Trump memutuskan untuk menarik pasukan AS keluar dari Suriah.

Dia lebih sering diam sejak saat itu, sampai tegurannya terhadap pemerintahan Trump diterbitkan majalah The Atlantic pada Rabu (03/06).

Menanggapi kritik tersebut, Trump mengunggah serangkaian cuitan yang mengklaim bahwa dirinya telah memecat Mattis.

“Saya tidak suka gaya” kepemimpinan “atau banyak hal lain tentang dia, dan banyak orang lain setuju,” tulisnya. “Senang dia pergi!”

Kritik terhadap Trump mengemuka ketika dakwaan baru diajukan terhadap semua petugas polisi yang hadir saat kematian Floyd di kota Minneapolis.

Tuduhan terhadap seorang polisi bernama Derek Chauvin telah ditingkatkan menjadi pembunuhan tingkat dua sementara tiga polisi lainnya, yang sebelumnya tidak dikenai hukuman, menghadapi tuduhan membantu dan bersekongkol dengan pembunuhan.

Kematian telah memicu protes besar di seluruh AS dalam beberapa hari terakhir.

Sebagian besar demonstrasi selama sembilan hari terakhir berlangsung damai, tetapi beberapa telah berubah menjadi kekerasan dan jam malam diberlakukan di sejumlah kota.

Sekumpulan demonstran melakoni aksi tiarap sebagai simbol protes terhadap aparat di Washington DC, 2 Juni lalu. (Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption)

Apa kata Mattis?

“Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba untuk menyatukan orang-orang Amerika – bahkan tidak berpura-pura mencoba,” tulis Mattis di The Atlantic. “Sebaliknya, dia mencoba memecah kita.”

Dia melanjutkan: “Kami menyaksikan konsekuensi dari tiga tahun upaya yang disengaja ini. Kami menyaksikan konsekuensi dari tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang.”

Mattis juga membahas gelombang protes antirasisme baru-baru ini.

“Kita tidak boleh terganggu oleh sejumlah kecil pelanggar hukum,” tulis Mattis. “Protes didefinisikan oleh puluhan ribu orang yang bersikukuh yang bersikeras bahwa kita hidup sesuai dengan nilai-nilai kita … sebagai sebuah bangsa.”

Jenderal purnawirawan – yang surat pengunduran dirinya pada Desember 2018 penuh dengan kritik tersirat terhadap kebijakan luar negeri presiden – juga mengutuk penggunaan militer dalam menanggapi protes.

“Saya tidak pernah bermimpi bahwa pasukan … akan diperintahkan dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak Konstitusional sesama warga negara mereka,” katanya.

“Memiliterisasi respons publik, seperti yang kita saksikan di Washington DC, menimbulkan konflik… antara militer dan masyarakat sipil,” tambahnya.

Trump kemudian melintasi taman untuk sesi foto di sebuah gereja bersejarah yang telah rusak oleh api dalam kerusuhan.

Aksinya ini memicu kecaman tajam dari para pendukung Demokrat dan pemimpin agama, yang menuduh presiden secara agresif menyerang para demonstran agar ia bisa berpose untuk foto.

Dalam komentar terakhirnya, Mattis mengolok-olok “sesi foto aneh” dan mengatakan membersihkan taman demonstran sebelumnya adalah “penyalahgunaan wewenang eksekutif”.

Trump berulang kali mempertanyakan apakah para pengunjuk rasa itu damai dan, dalam cuitan sebelumnya, ia mengatakan “orang-orang menyukai perjalanan saya ke tempat ibadah bersejarah ini”.

Dan dalam sebuah wawancara dengan mantan sekretaris persnya Sean Spicer pada hari Rabu, presiden sekali lagi membenarkan kunjungan gereja.

Dia mengatakan itu “ditangani dengan sangat baik” dan “para pemimpin agama menyukainya”. Mattis merujuk pada sebuah insiden awal pekan ini ketika para pengunjuk rasa damai dibubarkan dengan gas air mata dan peluru karet dari sebuah taman yang dekat dengan Gedung Putih.

Mantan Presiden AS, Barack Obama, meminta khalayak Amerika untuk mengambil kesempatan untuk menangani masalah mendasar di masyarakat. (Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption)

Apa reaksi Obama?

Mantan Presiden Barack Obama mengatakan penting untuk memanfaatkan momentum ini untuk membawa perubahan.

Dalam komentar video pertamanya sejak kematian Floyd, dia mengatakan demonstrasi itu sama mendalamnya dengan apa pun yang dia lihat dalam hidupnya, dan meminta khalayak Amerika untuk mengambil kesempatan untuk menangani masalah mendasar di masyarakat.

“Terlalu sering beberapa dari kekerasan itu berasal dari orang-orang yang seharusnya melayani dan melindungi Anda,” kata Obama.

“Aku ingin kamu tahu bahwa kamu penting. Aku ingin kamu tahu bahwa hidupmu penting, impianmu penting.”

“Ada perubahan dalam pola pikir yang terjadi, pengakuan yang lebih besar bahwa kita bisa berbuat lebih baik,” tambahnya.

Obama tidak berkomentar langsung tentang penanganan Trump terhadap kerusuhan itu, meskipun dia mendesak wali kota di seluruh negeri untuk meninjau kembali kebijakan pengerahan pengamanan mereka.

Duchess of Sussex juga membuat pernyataan tentang kematian Floyd, yang mengatakan bahwa hidupnya penting dan peristiwa-peristiwa baru-baru ini sangat menghancurkan.

Protes atas kematian berlanjut di puluhan kota pada Rabu malam meskipun jam malam tersebar luas.

Mereka sebagian besar damai, dengan kota-kota seperti Los Angeles dan Chicago melonggarkan pembatasan mereka di tengah harapan bahwa periode terburuk telah berlalu.

Pemeriksaan pascakematian telah mengungkapkan bahwa Floyd memiliki coronavirus pada awal April. Namun para pejabat menekankan bahwa ini tidak mengakibatkan kematiannya.#

Sumber: BBC News Indonesia

Tag: