Kasus Korupsi Bupati PPU, Muliadi Paling Sedikit Terima Uang

Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri, Ahmad Zuhdi, terdakwa penyuap Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Masud (AGM). Foto/SINDOnews

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Penajam Paser Utara (Sekda PPU), Muliadi yang ikut terlilit kasus korupsi Bupati PPU Non Aktif,  Abdul Gafur Mas’ud (AGM), ternyata paling sedikit menerima uang dari Ahmad Zuhdi alias Yudi, Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri yang menyuap AGM sebesar 5% dari besaran nilai proyek yang dikerjakannya dan 2,5% untuk pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PPU.

Demikian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Moh Helmi Syarif, Ferdian Adi Nugroho, dan Putra Iskandar dalam surat dakwaannya  terhadap terdakwa  Ahmad Zuhdi di Pengadilan Tipikor pada PN Samarinda, Kamis (31/3/2022) lalu.

Sidang perkara Ahmad Zuhdi di Pengadilan Tipikor di PN Samarinda diperiksa majelis hakim yang diketuai,  Muhammad Nur Ibrahim, dengan hakim anggota masing-masing Heriyanto,  dan  Fauzi Ibrahim.

Dari dalam dakwaan JPU, diketahui Plt Sekda PPU, Muliadi, menerima uang paling sedikit, yaitu Rp22 juta  dari total uang yang diberikan Terdakwa ke AGM dan sejumlah pejabat lainnya yang totalnya R2,617 miliar.

“Plt Sekda Pemkab PPU, Muliadi  menerima uang dari Ahmad Zuhdi Rp22 juta. Uang itu diterima Muliadi antara tahun 2020 sampai dengan Januari 2022. Terdakwa memberi uang ke Muliadi karena telah memberikan pinjaman kepadanya Rp1 miliar,” tulis  Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Moh Helmi Syarif, Ferdian Adi Nugroho, dan Putra Iskandar dalam surat dakwaannya  terhadap terdakwa  Ahmad Zuhdi.

Dalam berkas perkara itu, KPK menyebut, Muliadi menerima uang dari Ahmad Zuhdi Rp22 juta,  setelah meminjamkan dana  KORPRI sebesar Rp1 miliar ke Ahmad Zuhri. Dana KORPRI  yang disimpan di Bankaltimtara itu dicairkan Ahmad Zuhdi bersama Agus Suyadi, Bendahara Pengurus KORPRI Kabupaten PPU pada tanggal 17 Desember 2021.

“Saat itu Ahmad Zuhdi perlu uang untuk memenuhi permintaan AGM yang saat itu mengikuti acara di Samarinda,” kata KPK.

Terdakwa Ahmad Zuhdi, tanggal 16 Desember 2021, pada awalnya, maksudnya menemui Plt Sekda untuk mengkonfirmasi  surat edaran Plt Sekda yang isinya penundaan pembayaran kepada pihak ketiga untuk proyek-proyek yang bersumber dari APBD. Saat Terdakwa menemui Plt Sekda, Muliadi didampingi Kepla BPKAD PPU, Muhajir.

“Dalam pertemuan itu, Terdakwa menyampaikan jika membutuhkan pencairan termin proyek untuk dapat memenuhi permintaan AGM sebesar Rp1 miliar,” kata JPU.

Keinginan Terdakwa  agar tagihan proyeknya dibayar, ditanggapi Plt Sekda Muliadi dan Muhajir  dengan mengatakan; “pembayaran terkait proyek-proyek yang bersumber dari APBD tidak lagi dapat dibayarkan pada bulan Desember 2021”.

Malam harinya, setelah berkomunikasi dengan Muhajir, Muliadi menghubungi Terdakwa, memberikan solusi agar dapat memenuhi permintaan AGM, dengan meminjamkan dana KORPRI Rp1 miliar.

“Muliadi bersedia memberikan pinjaman, karena Terdakwa memiliki beberapa termin proyek yang masih belum dicairkan, termasuk proyek (lanjutan)  peningkatan Kantor Pos Waru,” sebut KPK.

KPK menguraikan, Terdakwa Ahmad Zuhdi Alias Yudi, pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti antara bulan Juni 2020 sampai dengan tanggal 17 Desember 2021, bertempat di kota Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara (selanjutnya disingkat PPU)dan di Hotel  Aston Samarinda yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda,  melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi sesuatu, yaitu berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp2,617 miliar kepada Pengawai Negeri Sipil Penyelenggara Negara.

Terdakwa Ahmad Zuhdi memberikan uang  kepada AGM  selaku Bupati Kabupaten PPU Periode 2018-2023 sejumlah Rp2 miliar, kepada Muliadi selaku Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten PPU tahun 2020 – Januari 2022 sejumlah Rp22 juta.

Kemudian kepada Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten PPU tahun 2020-Januari 2022 sejumlah Rp412 juta, kepada Jusman selaku Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasarana pada Dinas Pendidikan dan Olahraga Pemerintah Kabupaten PPU tahun 2020-Januari 2022 sejumlah Rp33 juta, dan kepada Asdarussalam selaku Dewan Pengawas PDAM Danum Taka Kabupaten PPU tahun 2018-Januari 2022 sejumlah Rp150 juta.

Pemberian uang itu, kata KPK,  karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, karena AGM telah mengatur beberapa paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada Pemerintah Kabupaten PPU agar dimenangkan oleh terdakwa.

“Hal tersebut bertentangan dengan kewajiban AGM selaku Bupati Kabupaten PPU sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 danangka 6 Undang-Undang RI (UU RI)Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersihdan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 76 ayat (1) huruf e UU RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: