Kasus Suap Djoko Tjandra Diduga Tidak Hanya Melibatkan Jaksa Pinangki

Pinangki Sirna Malasari mengenakan seragam Kejaksaan Agung. (Foto MAKI)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Sejumlah pihak meyakini kasus dugaan suap Djoko Tjandra tidak hanya melibatkan seorang jaksa semata, namun kemungkinan besar melibatkan pula sejumlah pejabat teras di Kejaksaan Agung.

Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari — yang telah ditetapkan sebagai tersangka— tidak memiliki kewenangan dalam menentukan dihentikan atau dilanjutkannya suatu perkara.

Itulah sebabnya, dia menduga Pinangki hanyalah berperan sebagai penghubung.

“Jabatannya dia ‘tidak memiliki akses’ ke situ. Dia bukan penyidik. Tapi kami menduga dia memiliki pengaruh dalam kemampuannya sebagai penghubung kepada orang-orang tertentu,” kata Barita saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau, Kamis (13/08).

Pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, juga meyakini bahwa kemungkinan besar kasus ini melibatkan sjeumlah pejabat teras di Kejaksaan Agung.

Dia mendasarkan pada jumlah suap sebesar Rp7 milyar yang diduga diberikan Djoko Tjandra terlalu besar diberikan kepada seseorang tanpa melibatkan pihak lain.

“Angka [jumlah suap] itu tidak masuk logika jika diberikan hanya untuk Pinangki. Tapi saya yakin uang itu diduga sebagai biaya untuk mengurus sesuatu dan diduga untuk kepentingan guna melibatkan orang lain,” kata Agustinus.

Untuk itulah Kejaksaan Agung dituntut menelusuri dugaan keterlibatan sejumlah pejabat terasnya dalam kasus suap terkait kasus Djoko Tjandra.

Sebelumnya pegiat anti korupsi melaporkan dugaan keterlibatan seorang pejabat tinggi di kejaksaan Agung yang disebutkan pernah berinteraksi dengan Djoko Tjandra.

Dalam pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berjanji akan menindak anak buahnya jika terbukti terlibat dalam kasus ini.

“Pasti [ditindak], siapapun pihak internal yang diduga terlibat,” tulisnya dalam pesan singkat melalui Whatsapp.

Mengapa ada dugaan kasus ini melibatkan sejumlah pejabat teras Kejagung?

Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, menyebut Pinangki tidak memiliki kewenangan dalam menentukan dihentikan atau dilanjutkannya suatu perkara.

Sehingga dugaan muncul Pinangki hanya berperan sebagai penghubung.

“Jabatannya dia ‘tidak memiliki akses’ ke situ. Dia bukan penyidik. Tapi kami menduga dia memiliki pengaruh dalam kemampuannya sebagai penghubung kepada orang-oorang tertentu,” kata Barita saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau, Kamis (13/08).

Djoko Tjandra, buronan dan sekaligus terpidana kasus cessi Bank Bali. (Foto Istimewa)

Pinangki menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan sebelum kasus itu terungkap.

Jabatan itu tidak memiliki kewenangan dalam ‘mengatur’ status buron maupun juga pengajuan permohonan peninjauan kembali Djoko S Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, katanya.

Ditambah lagi, kata Barita, sulit dibayangkan seorang Djoko S Tjandra memberikan kepercayaan penuh kepada “seorang kepala sub bagian biro perencanaan” dalam “mengamankan” kasus hukumnya.

“Seorang Djoko S Tjandra tidak akan bertindah ceroboh dengan memberikan dan menjanjikan uang sebesar itu kepada seseorang yang dia tidak yakini punya kapasitas melakukan itu. Ini akan terungkap dengan proses penyidikan pro judisia,” kata Barita.

Dugaan selanjutnya muncul dari seorang pengamat hukum yang mengatakan uang dugaan suap sebesar Rp7 milyar ‘mustahil’ hanya diberikan untuk Pinangki semata.

Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai jumlah dugaan suap mencapai Rp7 milyar atau (US$500 ribu) yang diberikan kepada Pinangki diduga untuk mengurus suatu kasus hukum yang melibatkan pihak lain.

“Angka [jumlah suap] itu tidak masuk logika jika diberikan hanya untuk Pinangki. Tapi saya yakin uang itu diduga sebagai biaya untuk mengurus sesuatu dan diduga untuk kepentingan guna melibatkan orang lain,” kata Agustinus.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan juga mengatakan tidak mungkin Pinangki beraksi seorang diri dan seorang konglomerat seperti Djoko S Tjandra percaya kepada Pinangki.

“Pinangki saja tidak mungkin, pasti ada yang di atasnya. Tapi siapa di atasnya, kita serahkan sepenuhnya ke Kejaksaan Agung untuk mengungkap itu,” kata Trimedya.

ANTARA/NOVA WAHYUDI
Djoko Tjandra setibanya di Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

Bagaimana kronologi kasus Jaksa Pinangki?

Nama Pinangki menjadi sorotan ketika dirinya tampak dalam satu foto dengan Djoko Tjandra dan pengacara Anita Kolopaking. Diduga foto itu diambil saat ketiganya bertemu di Malaysia.

Tak lama setelah foto itu beredar di masyarakat yang melahirkan gelombang protes di pers dan media sosial, Kejagung membebaskan Pinangki dari jabatan struktural jaksa.

Menurut Kejagung, Pinangki juga terbukti melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak sembilan kali tanpa izin dari pimpinan pada 2019.

Dalam perkembangan terbaru, kasus Pinangki kemudian dibawa ke ranah pidana.

Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi karena diduga menerima hadiah sebesar US$500 ribu atau Rp7 milyar dari Djoko Tjandra guna membantu terbebas dari perkara hukum yang menjeratnya.

Namun uang yang diduga diterima Pinangki ini hanya sebagian kecil dari US$10 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra kepada dirinya.

Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pinangki terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.

Kini Pinangki telah ditangkap dan dijebloskan ke Rutan Salemba, Jakarta, guna menjalani proses hukum.

Apa temuan pegiat anti korupsi tentang dugaan keterlibatan pejabat tinggi Kejagung?

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan seorang pejabat tinggi Kejagung ke Komisi Kejaksaan.

Laporan itu terkait dengan adanya dugaan komunikasi pada bulan Juli 2020, antara pejabat tinggi tersebut dengan Djoko Tjandra.

Untuk itu, Ketua MAKI Boyamin Saiman meminta Komisi Kejaksaan memanggil pejabat tersebut guna dimintai klarifikasi terhadap dua hal.

“Pertama materi pembicarannya apa. Kedua adalah berasal dari mana pejabat tinggi tersebut mendapatkan nomor HP Djoko Tjandra. Yang kedua ini sangat penting guna membuka jaringannya karena tidak mungkin pejabat itu dapat nomor langsung dari Djok Tjandra,” kata Boyamin.

“Saya yakin itu pasti dari A, B, C baru dari Djoko Tjandra. Nah, A, B, C ini apa perannya, itu yang harus ditelusuri untuk mengungkap kasus ini dan keterlibatan bayak pihak,” katanya.

Komunikasi pejabat tinggi Kejagung itu terjadi usai Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan di depan DPR bahwa ia ‘kecolongan’ karena mendapatkan informasi bahwa Djoko Tjandra ada di Indonesia dan mengajukan PK ke PN Jakarta Selatan.

Terkait dengan laporan Boyamin, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengatakan tim kejaksaan akan mencari tahu siapa dan apa dugaan keterlibatan pejabat tersebut.

Apa respon terbaru Kejaksaan Agung?

Saat ditanya mengenai adanya dugaan keterlibatan pejabat teras Kejaksaan Agung dalam kasus Djoko Tjandra, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dengan tegas mengungkapkan akan menindak siapapun oknum yang terlibat tanpa terkecuali.

“Pasti [ditindak]. Sekecil apapun informasi pasti akan kami telusuri dan dalami serta pasti nanti akan kami tanyakan pada Joko Tjandra siapa saja yang terlibat di Kejaksaan,” kata Burhanuddin kepada wartawan BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau.

Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Juni lalu. (Foto ANTARA)

Pernyataan ini juga disampaikan Burhanuddin dalam menjawab anggapan masyarakat bahwa Kejagung ‘lamban’ dalam mengusut kasus ini.

Sebelumnya Burhanuddin saat kunjungan kerja ke Kejari Metro mengatakan dugaan keterlibatan Pinangki yang aktif melakukan pertemuan dengan Djoko Tjandra.

“Dia hanya ketemu-ketemu, kemudian menghubungkan dengan pengacara. Tidak ada. Karena dia [Pinangki] hanya menghubungi, tapi kalau nanti ada akan kita kembangkan,” kata Burhanuddin.

Anggota Komisi III Trimedya Pandjaitan menambahkan walaupun Kejagung terkesan ‘lebih lamban’ dibandingkan kepolisian dalam mengusut kasus ini.

Namun demikian, publik harus memberikan kepercayaan dalam upaya pembersihan Kejagung dari oknum-oknum ‘penjual beli perkara’, katanya.

“Inilah kesempatan tepat bagi Jaksa Agung dalam membersihkan institusi.

“Jadi pejabat di bawah, di tengah, di atas yang punya kepentingan pribadi bahkan memperjualbelikan perkara itu yang harus disikat sama Kejagung.

“Masih banyak [jaksa] yang bagus-bagus yang ingin berbakti di institusi Kejaksaan, tapi belum diberikan kesempatan,” kata Trimedya.

Sumber: BBC News Indonesia

Tag: