
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Isu keadilan energi kembali mengemuka seiring komitmen Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Daerah-daerah penghasil energi fosil seperti Kalimantan Timur justru menjadi pihak yang paling banyak menanggung dampak lingkungan, sementara manfaat transisi energi belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan peneliti energi sekaligus dosen Sekolah Tinggi Teknologi Migas (STT Migas) Balikpapan, Andi Jumardi, dalam forum diskusi bertema “Meneropong Satu Tahun Kemandirian Energi Nasional di Era Prabowo-Gibran dari Borneo”, Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, transisi energi nasional harus disertai kebijakan yang berkeadilan bagi daerah penghasil energi.
Kalimantan Timur, lanjut Andi, selama puluhan tahun menjadi lumbung batu bara dan migas nasional, kini menghadapi kerusakan lingkungan dan penurunan cadangan sumber daya tanpa kompensasi kebijakan yang sepadan.
“Kontributor terbesar terhadap emisi nasional justru bukan dari daerah berkembang seperti kita, tetapi dari konsumsi energi di wilayah maju dan industri padat di Jawa. Namun daerah penghasil seperti Kalimantan harus menanggung dampak ekologisnya,” ujarnya.
Andi menjelaskan, konsep Net Zero Emission yang diadopsi Indonesia merupakan hasil ratifikasi Paris Agreement 2015. Kesepakatan itu menargetkan pembatasan kenaikan suhu bumi agar tidak melebihi 1,5 hingga 2 derajat Celsius per tahun, melalui pengendalian penggunaan energi fosil.
Namun, implementasinya di negara berkembang seperti Indonesia dinilai belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas daerah.
“Pertanyaannya, apakah negara berkembang harus menanggung beban yang sama dengan negara maju dalam mencapai net zero? Padahal kita masih membutuhkan energi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Ia menambahkan, selama ini peran daerah penghasil energi belum mendapat perhatian proporsional dalam peta jalan transisi energi nasional. Kaltim, misalnya, masih menjadi pemasok utama energi fosil nasional, namun belum memiliki infrastruktur memadai untuk mengembangkan energi terbarukan.
“Transisi energi seharusnya tidak membuat daerah penghasil menjadi korban. Harus ada mekanisme keadilan energi yakni bagaimana hasil dari energi nasional dikembalikan dalam bentuk investasi hijau di daerah,” tutur Andi.
Berdasarkan catatan Dewan Energi Nasional (DEN), Kalimantan Timur berkontribusi besar terhadap pasokan energi nasional, baik dari batu bara, gas bumi, maupun minyak mentah.
Kendati begitu, tingkat elektrifikasi dan akses energi bersih di beberapa wilayah pedalaman Kaltim masih tertinggal dibandingkan kota besar di Jawa.
Selain itu, dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan dan eksploitasi energi fosil masih terasa di banyak wilayah. Pemulihan ekosistem belum sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, mulai dari penurunan kualitas air tanah hingga peningkatan emisi karbon di sektor industri dan transportasi.
“Daerah seperti Kaltim perlu mendapat prioritas dalam pendanaan transisi energi. Misalnya melalui green investment atau insentif fiskal untuk pengembangan energi terbarukan di daerah penghasil,” sebutnya.
Andi pun mencontohkan, potensi energi non-fosil Kaltim sangat besar dan beragam. Di antaranya tenaga air sebesar 2.000 megawatt, tenaga angin 200 megawatt, tenaga surya hingga 13.000 megawatt, serta potensi biomassa lebih dari 1.000 megawatt. Tetapi, potensi ini belum dikembangkan secara optimal.
“Kalau ini dikelola secara serius, Kaltim bisa menjadi role model nasional dalam implementasi transisi energi yang adil. Tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memastikan transisi energi tidak sekadar menjadi jargon. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat juga dinilai mutlak diperlukan untuk membangun sistem energi berkeadilan.
“Transisi energi yang berkeadilan artinya tidak ada pihak yang dirugikan. Daerah penghasil energi seperti Kalimantan harus mendapatkan ruang lebih besar dalam menentukan arah kebijakan energi nasional,” pungkasnya.
Penulis : Putri | Editor : Intoniswan.
Tag: Transisi Energi