Kebijakan Publik Seperti Apa yang Diinginkan Masyarakat?

Oleh: Wenseslaus Gervyn Togar Lado

PENULIS menggunakan sudut pandang masyarakat Indonesia dan juga sudut pandang seorang mahasiswa Ilmu Politik yang belajar mengenai analisis kebijakan publik di Universitas Brawijaya.

Seperti yang kita ketahui bersama, pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik, sering sekali mengeluarkan kebijakan publik yang menjadi buah keributan di tengah-tengah masyarakat, antara yang pro dan kontra dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang perlu dibahas, mengingat kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dapat menjadi perpecahan di masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin membahas mengenai, kebijakan publik seperti apakah yang diinginkan oleh masyarakat di Indonesia ini?.

Ketika kita melihat kembali ke belakang, pemerintah membuat kebijakan mengenai Undang-undang Cipta Kerja. Tentu saja undang-undang ini mendapat respons pro dan kontra di tengah masyarakat. Ketika kita melihat dari sudut pandang yang baik dari kebijakan ini, kebijakan ini dapat menarik investasi luar negeri yang tentunya dapat menguntungkan Indonesia itu sendiri. Akan tetapi di satu sisi kebijakan ini dapat merugikan pekerja dan berpotensi meningkatkan deforestasi di Indonesia.

Salah satu poin yang dilirik dan merugikan bagi pekerja adalah Undang-undang No 11 Tahun 2020, di mana pesangon buruh akan dikurangi, dari yang awalnya 32 bulan upah menjadi 25 bulan upah. Hal ini tentu merugikan para pekerja. Undang-undang cipta kerja menimbulkan reaksi yang keras di masyarakat, di mana masyarakat melakukan demo besar-besaran di beberapa daerah yang ada di Indonesia.

Kebijakan publik terbaru yang dibuat oleh pemerintah adalah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Tentunya kebijakan ini menghebokan masyarakat dikarenakan harga BBM naik menjadi dampak untuk naiknya harga bahan pokok yang lain, tentunya masyarakat kebijakan ini membebankan masyarakat. Akan tetapi, pemerintah membuat kebijakan publik mengenai kenaikan harga BBM, dikarenakan adanya kenaikan harga minyak dunia.

Selain itu, anggaran subsidi dan komparasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan hal ini akan meningkat terus. Dan juga lebih dari 70 persen subsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, sehingga dapat dikatakan bahwa subsidi ini salah sasaran yang harusnya hanya untuk masyarakat menengah ke bawah saja. Hal ini menyebabkan beban subsidi menjadi berat yang akan menaikan anggaran subsidi.

Dari kedua kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah di atas, penulis mengamati dan menemukan hasil, di mana di satu sisi kebijakan publik dibuat untuk menguntungkan negara yang secara tidak langsung dan seharusnya menguntungkan masyarakat. Namun di satu sisi kebijakan ini juga merugikan masyarakat.

Selama penulis melakukan studi analisis ilmu politik, penulis menemukan cara bagaimana pemerintah menyusun ataupun merancang kebijakan yang akan dikeluarkan untuk masyarakat, yaitu dengan menggunakan Strength, Weaknes, Opportunity, dan Threat (SWOT) dan juga Cost Benefit Analysis (CBA). Kedua teori ini digunakan untuk melihat bagaimana kelemahan maupun kekuatan dari kebijakan yang dirancang untuk masyarakat.

Lalu, kebijakan publik seperti apa yang diinginkan masyarakat?

Menurut penulis, kebijakan publik yang diinginkan masyarakat kita sekarang ini ialah kebijakan yang cerdas maupun bijaksana, dalam kata lain kebijakan ini tidak membebankan masyarakat, namun juga kebijakan ini dapat menguntungkan negara dan masyarakat. Salah satu contoh kebijakan yang diinginkan masyarakat adalah kebijakan mengenai Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat kelas bawah ketika kebijakan mengenai kenaikan harga BBM diberlakukan di dalam masyarakat. (**)

Penulis adalah Wenseslaus Gervyn Togar Lado yang sedang menjalankan pendidikan di Universitas Brawijaya.

*Isi dari opini yang diterima redaksi niaga.asia sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis

Tag: