Kejar Target Stunting Turun 14%, Kemenkes Lakukan Pendekatan Gizi Spesifik

Pelayanan di Posyandu (Foto: Humas Kemenkes)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Wakil Menteri Kesehatan (Kemenkes) RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan pemerintah menargetkan kasus stunting turun hingga 14% di tahun 2024. Untuk mengejar target tersebut, Kemenkes melakukan intervensi dengan pendekatan gizi spesifik.

“Pendekatan gizi spesifik ini akan mendampingi pendekatan gizi sensitif. Pendekatan gizi spesifik ini berkaitan dengan evaluasi dan pendekatan masalah gizi pada sasaran intervensi yang diberikan kepada 1.000 hari pertama kehidupan, bayi, anak, remaja putri, calon pengantin, ibu hamil dan ibu melahirkan,” kata Dante di acara Forum Nasional Stunting 2022 di Jakarta, Selasa.

Dengan pendekatan spesifik ini diharapkan bahwa penurunan stunting bisa terealisasi. Pendekatan spesifik dilakukan untuk melihat faktor risiko kemungkinan stunting di kemudian hari, dan dilakukan intervensi di sektor kesehatan. Sementara intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kerjasama lintas sektor dan menyasar pada kelompok umum.

Penguatan intervensi spesifik dalam percepatan stunting yang akan dikejar menjadi 14% pada tahun 2024. Strategi percepatan stunting menjadi agenda yang kuat dalam melakukan percepatan intervensi spesifik

“Kita punya waktu hanya 2 tahun lagi sebelum akhirnya kita mencapai target stunting menjadi 14% di 2024,” ujar Dante Saksono.

Kemenkes telah memetakan ada 12 provinsi prioritas stunting yang telah mencapai penurunan yang signifikan. Tetapi ada 7 provinsi, di mana angka proyeksi stunting masih tinggi, dan membutuhkan estimasi jumlah kasus stunting per provinsi yang lebih spesifik dan lebih riil.

Intervensi spesifik stunting yang diperlukan dilakukan sebelum dan setelah kelahiran. Sebelum kelahiran sekitar 23% anak yang baru lahir yang kondisinya sudah stunted akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia. Dan setelah lahir angka stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali menjadi 37% dikarenakan kurangnya asupan protein serta pola pengasuhan makanan (parenting) yang tidak tepat.

“Jadi masalah ibu menjadi masalah yang juga penting untuk menurunkan angka stunting,” Dante Saksono menerangkan.

Intervensi spesifik tersebut meliputi intervensi yang dilakukan sebelum lahir dan setelah lahir. Intervensi spesifik sebelum lahir dilakukan pada remaja putri dan ibu hamil dan setelah lahir itu meliputi Balita, Baduta baik yang mempunyai gizi buruk maupun yang tidak mempunyai gizi buruk.

Ada 11 program Intervensi spesifik sebelum lahir meliputi remaja putri konsumsi tablet tambah darah, skrining anemia pada siswa kelas 7 dan 10, pemeriksaan kehamilan (ANC) sebanyak 6 kali (2 kali dengan dokter termasuk pemeriksaan USG,) ibu hamil mengkonsumsi tablet tambah darah selama kehamilannya dan ibu hamil KEK mendapat tambahan asupan gizi protein hewani. Anemia/kekurangan darah masih menjadi masalah remaja putri saat ini di Indonesia. Tablet tambah darah yang diminum setiap minggu oleh remaja putri ini menjadi salah satu pendekatan spesifik yang harus dilakukan pada sekolah-sekolah.

Intervensi setelah lahir dilakukan dengan kegiatan seperti ASI Eksklusif minimal 6 bulan, pemberian MPASI kaya protein hewani pada usia 6-23 bulan, balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya melalui kegiatan Posyandu ataupun penimbangan lainnya setiap bulan, tatalaksana balita dengan masalah gizi kurang/gagal tumbuh, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi.

Melalui kegitan penimbangan, pengukuran panjang badan dan pemantauan perkembangan balita di Posyandu setiap bulan, dapat mendeteksi adanya weight faltering ataupun masalah gizi yang terjadi sehingga bisa dilakukan intervensi lebih awal, dan dirujuk untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi yang berkepanjangan, stunting dan munculnya gizi buruk.

Masih dikutip niaga.asia dari laman resmi Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Sumber : Kementerian Kesehatan | Editor : Saud Rosadi

Tag: