Kejari Nunukan Selesaikan Kasus Penganiayaan Melalui Restorative Justice

Kejari Nunukan Yudi Prihastoro menyerahkan surat keputusan Restorative Justice kepada Muhammad Zulkifli. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Muhammad Zulkifli pelaku penganiayaan akhirnya bisa bernafas lega. Pria berusia 21 tahun warga Kecamatan Nunukan, kabupaten Nunukan, ini dinyatakan bebas dari penjara dan diperbolehkan pulang ke rumah.

Pembebasan Zulkifli dari tuntutan pidana dilakukan setelah Kejaksaan Negeri Nunukan menerima salinan persetujuan dari Kejaksaan Agung atas permintaan Restorative Justice (JS) atau keadilan restoratif terhadap pelaku pidana.

Pembacaan putusan JS oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Yudi Prihastoro diiringi isak tangis haru oleh Zulkifli dan orang tuanya yang ikut hadir di ruang pertemuan Kejari Nunukan pada Selasa (26/04/2002).

“Zukkifli dibebaskan dari pidana Pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara,” kata Kejari Nunukan Yudi Prihastoro saat ditemuai Niaga.Asia di ruang kerjanya.

Sebelum mendapatkan pengampunan, Kejari Nunukan telah melakukan tahapan serta pertimbangan yang dilaporkan kepada Kejati Kaltim, terkait telah adanya mediasi panel yang mana penuntut umum bertindak sebagai fasilitator berpendapat perkara telah memenuhi syarat- syarat untuk restorative justice.

Penuntut umum berpendapat permohonan restorative justice layak dilakukan karena masing-masing pihak, baik pelaku dan korban saling memaafkan dan pelaku telah memberikan santunan biaya pengobatan serta perawatan kepada korban Jumadil sebesar Rp 3 juta.

“Zulkifli dan Jumadil berteman yang tinggal dalam satu lingkungan, masing-masing keluarga saling mengenal dengan hubungan persaudaraan yang erat,” sebutnya.

Yudi menuturkan, permohonan restorative justice adalah yang pertama untuk Kejari Nunukan dan untuk kedua kali bagi jajaran Kejari di wilayah Kalimantan Utara. Sebelumnya, Kejari Tarakan juga mendapatkan restorative justice atas perkara penganiayaan.

Tidak semua tindakan kriminal dapat diajukan pengampunan, pengajuan restorative justice hanya bagi perkara dengan ancaman dibawah 5 tahun dan perkara dianggap layak karena tujuan hukum adalah tercapainya rasa keadilan di masyarakat.

“Kalau masing-masing pihak sudah berdamai dan perkara tidak memberikan pelajaran jelek kepada masyarakat, kenapa sih harus dilakukan penjara,” jelasnya.

Jaksa adalah penuntut tertinggi di Republik Indonesia dan jaksa harus memiliki sikap kritis terhadap perkara, seorang jaksa bisa menghentikan perkara yang dianggap sudah memenuhi rasa keadilan.

“Restorative justice masih untuk perkara-perkara tertentu, tapi tidak menutup kemungkinan perkara lainnya yang dianggap layak oleh Jaksa bisa diajukan pula,” terangnya.

Zulkifli warga Sei Jepun RT.01 Kelurahan Mansapa Kecamatan Nunukan, ditetapkan sebagai tersangka atas perkara pengadilan pada 09 Maret 2022 sekira pukul 20.000 Wita bertempat di Jalan Ujang Dewa Kelurahan Nunukan Selatan.

Sebagaimana Visum Et Repertum Nomor 016/VR/RHS/RSUD-NNK/III/2022 tanggal 17 Maret 2022. Jumadil mengalami luka robek di bagian dahi dan hidung, lebam bagian mata kiri, serta robek dibagian telinga kanan.

Berdasarkan keterangan Okky Indrasari selaku dokter pembuat VER pada RSUD Nunukan, Jumadil hanya menjalani rawat jalan dengan biaya pengobatan untuk perawatan dan penyembuhan kurang lebih sebesar Rp2 juta.

Penulis : Budi Anshori : Editor : Rachmat Rolau

Tag: