
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Permasalahan kelangkaan dan tingginya harga pupuk bersubsidi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan. Petani mengeluhkan sulitnya memperoleh pupuk bersubsidi, yang diduga kuat akibat adanya permainan distribusi oleh oknum tertentu.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Fadly Himawan, menyampaikan bahwa keluhan ini datang dari berbagai kalangan petani, baik petani sawit maupun petani padi di wilayah PPU dan Paser.
“Para petani, baik sawit maupun padi, mereka mengeluhkan kelangkaan pupuk. Ini sudah menjadi masalah yang terus-menerus kami dengar,” kata Fadly, saat rapat paripurna ke 14 di Gedung Utama B DPRD Kaltim pada jumat 23/5/2025).
Fadly menduga bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi tersebut disebabkan oleh penyimpangan dalam proses distribusi.
“Saya menduga pupuk bersubsidi ini dijual ke pedagang atau pengepul tertentu, lalu didistribusikan ke luar daerah. Jadi, pupuk yang seharusnya tersedia untuk petani lokal malah menghilang dari pasar,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika benar terjadi praktik semacam itu, maka akan sangat merugikan petani-petani kecil yang seharusnya menjadi prioritas penerima subsidi dari pemerintah.
“Kalau ini dibiarkan, jelas petani yang berhak jadi korban. Ini bukan hal baru, dan kami di DPRD akan mendorong agar distribusi dan tata niaga pupuk bersubsidi lebih diawasi dan transparan,” katanya.
Fadly berharap agar ke depan penyaluran pupuk bersubsidi dapat dilakukan secara lebih tertib, dengan memastikan barang sampai langsung ke tangan petani yang berhak menerimanya.
“Karena pupuk ini adalah salah satu kebutuhan utama petani kita, namun justru paling sulit didapatkan. Kita akan usulkan regulasi baru yang lebih berpihak pada petani kecil agar kelangkaan ini bisa diminimalisir,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Kalimantan Timur, Siti Farisya Yana, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (28/5/2025) menjelaskan bahwa kelangkaan pupuk tidak sepenuhnya terjadi, melainkan terkait dengan kriteria dan mekanisme permintaan dari daerah.
“Sebenarnya pupuk itu tidak langka, tapi distribusinya berdasarkan usulan dari daerah. Petani yang memiliki lahan di bawah dua hektare yang masuk dalam kategori penerima subsidi. Kalau lahannya lebih dari dua hektare, maka dianggap mampu dan tidak mendapatkan subsidi,” kata Siti Farisya.
Ia menyebutkan bahwa mekanisme pengusulan pupuk bersubsidi harus berdasarkan proyeksi kebutuhan dan luasan lahan yang diajukan oleh kelompok tani atau petani bersangkutan.
“Jadi kalau kelangkaan itu muncul, bisa jadi karena mayoritas petani di PPU punya lahan lebih dari dua hektare. Maka dari itu mereka tidak masuk dalam skema subsidi,” jelasnya.
Ia mengimbau para petani agar memahami skema penyaluran pupuk bersubsidi dan memastikan pengajuan kebutuhan pupuk dilakukan melalui prosedur yang benar.
”Mereka hanya dapat pupuk bersubsidi kalau lahannya dibawah 2 hektar karena kalau diatas 2 hektar itu dianggap petaninya mampu.” Pungkasnya.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: DPRD Kalimantan Timur