Kemlu Telusuri KTP WNI Diduga Anggota ISIS  yang Ditemukan di Yaman

Sumber gambar, Twitter/Natsecjeff

JAKARTA.NIAGA.ASIA-menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah memerintahkan perwakilannya untuk segera menelusuri dugaan keberadaan warga negara Indonesia dalam organisasi teroris yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS, di Yaman.

Perintah itu sebagai respons atas tayangan sebuah video amatir yang diunggah di akun Twitter, @Natsecjeff.

“Ibu Menlu sudah menginstruksikan perwakilan kita yang meng-cover Yaman untuk melakukan langkah-langkah pengecekan keabsahan dokumen tersebut untuk selanjutnya di-crosscheck dengan data kependudukan/imigrasi kita,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Senin lalu pada BBC News Indonesia.

Dalam video tersebut terlihat sebuat kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia dari Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dan beberapa lembar uang dalam mata uang rupiah ditemukan oleh kelompok Houthi saat melakukan penggerebekan di markas ISIS di Al Bayda, Yaman.

Hingga berita ini dibuat, belum ada keterangan resmi dari pemerintah Yaman dan kelompok Houthi mengenai dokumen KTP dan keberadaan WNI dalam KTP tersebut.

Sementara itu, berdasarkan dokumen yang didapat BBC News Indonesia dari BNPT menunjukkan, pemerintah daerah mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa “orang tersebut adalah benar-benar bukan penduduk Desa Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto”.

Warga setempat, yang mengaku bernama Indra, saat dihubungi mengatakan bahwa ia tidak mengenal pria di lingkungannya yang namanya ada di KTP tersebut. “Saya tidak pernah dengar namanya di Jalan Basket ini Mas. Situasi di sini aman-aman saja Mas, tidak ada yang bicarakan hal itu,” kata Indra.

KTP Indonesia dan beberapa lembar uang rupiah ditemukan oleh kelompok Houthi saat melakukan penggerebekan di markas ISIS di Al Bayda, Yaman. (Sumber gambar, Twitter/Natsecjeff)

Pada Maret 2019, benteng-benteng terakhir ISIS dihancurkan di Irak dan Suriah. Namun kepala unit kontra terorisme PBB, Vladimir Voronkov, mengatakan ada lebih dari 10.000 petempur ISIS yang masih aktif di dua negara tersebut. Voronkov juga menyebut ribuan telah pindah dan bergabung dengan grup afiliasi kelompok itu di berbagai penjuru dunia.

Pengamat Timur Tengah dan terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, menilai video tersebut menunjukan dugaan bahwa diaspora WNI simpatisan ISIS masih ada dan bahkan menyebar bukan hanya di Suriah, Irak dan Turki namun juga melintas hingga Yaman.

“Mereka tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Yaman itu wilayah baru ISIS setelah Suriah dan Irak jatuh,” kata Syauqillah.

Syauqillah menganalisis terdapat tiga indikasi jika benar WNI tersebut bergabung dengan ISIS dan melakukan pemberontakan di Yaman.  Pertama, WNI tersebut merupakan pendukung ISIS yang kabur dari Irak dan Suriah setelah wilayah itu berhasil dikalahkan.

Kedua, WNI tersebut telah lama tinggal di Yaman yang menjadi “zona berbahaya dan radikal” atau merupakan mahasiswa pendatang yang kemudian bergabung dengan ISIS.  Terakhir, WNI itu pergi langsung dari Indonesia menuju Yaman untuk mendukung ISIS.

“Di Yaman itu, ada WNI, khususnya mahasiswa, yang berpikiran moderat. Ada juga yang bergabung dengan kelompok Salafi Jihadis yang menjadi cikal bakal bergabung ke ISIS,” ujarnya mengacu pada wilayah-wilayah di negara itu.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara juga menyebut video tersebut menunjukan bahwa WNI masih aktif dalam jaringan teroris transnasional.

aa
Seorang warga Indonesia berada di kamp Al-Hol, Suriah, di antara ribuan pendukung ISIS yang keluar dari Baghuz–kantong terakhir ISIS. (Foto AFSHIN ISMAELI)

Syauqillah menyebut pemerintah harus bertindak cepat dengan cara mendata seluruh WNI yang ada di Yaman lalu mencari tahu latar belakang mereka.

“Bagaimana diaspora WNI di sana? Seperti apa? Lalu kemudian bagaimana ideologinya dan relasinya di sana seperti apa serta dengan kelompok mana saja? Dan apa yang mereka lakukan selama ini misalkan di Indonesia. Setelah itu pemerintah melakukan pembinaan kepada para diaspora oleh BNPT, Densus 88, Kemlu dan pejabat terkait lainnya,” katanya.

Robi dari IMCC menambahkan sebenarnya pemerintah Indonesia telah memiliki perangkat UU dan lembaga khusus untuk menanganan teroris dalam negeri, foreign terrorist fighter, dan pasca-teroris.

“Hanya saja belum ada political will yang serius karena penanganan masih dilakukan masing-masing institusi sehingga memperlambat. Jangankan untuk WNI yang terlibat teroris, negara kita melindungi warga negaranya yang bekerja dan menghasilkan devisa saja masih kewalahan,” kata Robi.

“Lebih lagi, ketika kebijakan Indonesia tidak menerima WNI yang tergabung dengan ISIS untuk dipulangkan. Mereka akhirnya, sebagaimana banyak diprediksi mencari cara lain bergabung dengan kelompok teroris, seperti ke Yaman,” ujar Robi. (*/001)

Tag: