Kesejahteraan ‘Driver’ Transportasi ‘Online’ Terabaikan, Aplikator Perlu Diaudit

Anggota Komisi V DPR RI Sudewo. Foto: Arief/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi V DPR RI Sudewo mengkritisi aplikator sekaligus operator dari keberadaan jasa transportasi online, karena ada beberapa hal, berkaitan dengan kewajiban dan hak penyelenggara transportasi online yang tidak terpenuhi.

Kondisi ini terjadi karena jasa transportasi online di Indonesia masih dalam wilayah abu-abu, belum ada aturan dan hukumnya, tetapi keberadaannya sudah merebak dalam memenuhi mobilitas warga negara.

Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan The Institute For Transportation And Development Policy (ITDP), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Komisi V meminta saran dan masukan terkait Penyusunan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang nantinya akan mengatur tentang jasa transportasi online.

Melihat kondisi tersebut, Sudewo mengungkapkan, dalam dunia jasa transportasi online menurutnya pihak driver sering kali mendapat posisi yang dirugikan. Dia pun menyinggung soal kesejahteraan driver transportasi online. Menurutnya ada satu kondisi, aplikator atau pun oprator memanfaatkan driver.

“Bisa saja dimanfaatkan oleh aplikator, tidak dinaikkan upahnya, tidak dinaikan tarifnya pun, dia tidak akan mundur dari driver. Sehingga yang diuntungkan aplikator, yang sekaligus sebagai operator. Bagaimana kesejahteraan driver itu tidak menjadi hal yang penting. Siapa yang harus memperhatikan setidaknya kita semua,” tandas Sudewo di ruang rapat Komisi V, Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Bahkan Politisi fraksi Partai Gerindra ini juga meminta agar pemerintah melakukan audit kepada aplikator transportasi online. Dia mengungkapkan, ada persoalan yang pelik dalam transportasi online, bahwa aplikator juga merangkap sebagai operator yang mana ada hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kewajiban dan haknya sebagai aplikator, tidak mempertanggungjawabkan kewajiban dan haknya sebagai operator.

“Apakah aplikator ini pernah dilakukan audit oleh pemerintah atau tidak. Data yang terkait dengan aplikator, itu pernah disajikan atau diberikan kepada pemerintah atau tidak. Sehingga dari situ bisa tau, berapa jumlah driver, berapa jumlah kendaraan sepeda motor, berapa jumlah mobilnya, berapa penghasilan aplikator, berapa penghasilan driver, ini mestinya bisa dilakukan audit oleh pemerintah,” ungkap Sudewo.

Ia juga mengatakan, kalau aplikator dipisah dengan operator. Operator pun harus bisa diaudit oleh pemerintah, bagaimana pemberlakuan jam kerja kepada driver. Menurutnya hubungan industrialnya harus diatur oleh kementerian tenagakerja, karena di sini ada ketidakjelasan.

“Jadi jam kerjanya berapa, jam istirahatnya berapa. Ini bisa menjadi faktor keselamatan transportasi online, karena tidak ada pembatasan jam kerja,” ujar Sudewo.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: