Ketua DPRD Nunukan Heran Haji Batto Bisa Kuasai Lahan Ratusan Hektar

Ketua DPRD Nunukan memimpin RDP sengketa lahan antara warga dengan pengusaha H Batto (foto Budi Anshori/Niaga Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Ketua DPRD Nunukan Rahma Leppa mempertanyakan penguasaan lahan ratusan hektare yang dimiliki pribadi oleh oknum-oknum pengusaha perkebunan di Nunukan.

“Itu kenapa bisa warga pribadi mengelola dan menguasai lahan 300 hektar lebih?” kata Leppa, Senin (28/6).

Menurutnya, sangat aneh jika pemerintah kecamatan atau desa tidak mengetahui siapa pemilik lahan sengketa yang terjadi sejak tahun 2020. Harusnya, kalau bentuknya perusahaan diperjelas, begitu pula jika milik pribadi.

Tiap perusahaan atau orang pribadi yang menguasai lahan ratusan hektare harus melaporkan keberadaannya kepada Camat, Kades dan Lurah. Sangatlah aneh jika muncul kalimat pemerintah tidak mengetahui siapa pemilik lahan.

“Saya minta penjelasan, kenapa ada orang kerja di lahan besar tidak melapor di desa dan lurah? Jangan dibiarkan garap-garap tanah,” sebutnya.

Leppa menerangkan, perusahaan yang melakukan perkebunan harus melaporkan kegiatannya ke pemerintah, Camat, Lurah dan desa jangan membiarkan dan lalai jika ada aktivitas penggarapan lahan luar.

Penguasaan lahan dalam kapasitas besar oleh warga harus diperjelas apakah bentuknya perusahaan atau pribadi. Termasuk asal usul kepemilikan lahan apakah dari membeli atau mendapatkan dari pemerintah.

“Pemerintah harus betul-betul menjaga lahan di Nunukan. Tanyakan siapa pemiliknya, dari mana mendapatkan? Kalau dia pribadi tidak boleh 20 hektar,” tegas Leppa.

Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1960 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 menyatakan, bahwa setiap masyarakat hanya berhak memiliki tanah seluas 20 hektar.

“Kepemilikan lahan masyarakat dibatasi 20 hektar. Berbeda jika kepemilikan perusahaan yang bentuknya Hak Guna Usaha (HGU),” ucap Leppa lagi.

Wakil DPRD Nunukan, Saleh menambahkan, terkait persoalan sengketa lahan Desa Binusan Dalam, dia mengaku telah dihubungi oleh masyarakat Nunukan bernama H Batto yang dalam pernyataannya tidak mengakui adanya perusahaan di balik kepemilikan tanah tersebut.

Kepemilikan lahan murni atas nama pribadi yang didapatkan dari hasil membeli kepada masyarakat. Haji Batto juga mempersilahkan persoalan sengketa diteruskan ke ranah hukum, kepolisian atau pengadilan.

“Kita harus menegakan aturan seadil-adilnya. Kenapa bisa pribadi memiliki lahan sangat besar. Ini persoalan serius,” tuturnya.

Penyelesaian sengketa lahan tidak cukup hanya dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP). DPRD perlu menelusuri asal usul Haji Batto mendapatkan lahan sangat luas, meskipun dengan cara membeli.

Pengumpulan data-data tersebut butuh waktu dan tenaga serta informasi luas dari semua pihak. Karena itu, perlu adanya tim khusus dari anggota DPRD yang fokus menangani persoalan ini.

“Saya usul dibentuk Panitia Khusus (Pansus) yang fungsinya menelusuri dan mengumpulkan data asal usul lahan,” pungkasnya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Rachmat Rolau

Tag: