Kinerja Koperasi di Kaltim Menurun karena Terdampak-COVID-19

 Kepala Disperindagkop  dan UKM Provinsi Kaltim, H Fuad Asaddin  (kedua dari kiri) bersama Muhammad Faisal, Kepala Dinas Perindustrian Kota Samarinda saat membuka Bimtek pembuatan produk dari buah nanas bagi industri kecil yang terdampak COVID-19 di Kota Samarinda.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kinerja koperasi di Kalimantan Timur (Kaltim) menurun sejak bulan April 2020 karena terdmapka pandemi COVID-19. Kinerja atau aktivitas koperasi  menurun karena ruang gerak yang terbatas, baik untuk pertemuan atau komunikasi langsung, pelayanan jasa keuangan, produksi, pemasaran produk maupun kegiatan perdagangan.

Demikian diungkap Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Kalimantan Timur,  Ir. H Fuad Asaddin pada Niaga.Asia, Minggu (12/7/2020).

Adanya instruksi work from home (WFH) bagi aktivitas lembaga pemerintah, swasta dan bahkan masyarakat atau pembatasan jarak fisik (social distancing), menyebabkan penurunan aktivitas pelayanan koperasi terhadap anggota dan pelanggan.

“Penurunan produksi juga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kewajiban debitor koperasi,” terang Fuad.

Kalimantan Timur memiliki 5.472 unit koperasi, sebagian besar jenis koperasi kelas mikro sebanyak 5.430 unit atau sebesar persen 99,23 persen dengan asset dibawah Rp50 juta, dan volume usahanya dibawah Rp300 juta.

Sedangkan koperasi jenis kecil hanya sebanyak  23 unit atau 0,42 persen, dengan asset dan volume usaha masing-masing lebih besar dari Rp50 juta dan lebih dari Rp300 juta. Koperasi jenis  menengahnya hanya 16  unit atau 0,29 persen, (Rp500 juta sampai Rp2,5 milyar keatas). Kemudian koperasi jenis besar 3 unit koperasi (0,05 persen) dengan asset dan volume masing-masing lebih besar dari 10 milia sampai Rp50 miliar.

Fuad mengatakan, koperasi mikro sebagian besar merupakan koperasi rakyat, lainnya merupakan milik lembaga baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Sedangkan kecil, dan menengah sebagian milik rakyat dan  pusaka dan sukap, milik pkvri, lembaga, sedangkan besar milik professional  seperti Credit Union Daya Lestasi, Koperasi  Syariah Firdaus dan Komura.

“Dari total 5.472 unit koperasi, kondisi akhir Oktober 2019 yang aktif sebanyak 2.781 unit atau 50,82 persen, dan dilaporkan yang melakukan Rapat Anggota tahunan baru sebanyak kurang lebih  598 unit koperasi, ditargetkan setiap tahun 1000 koperasi. Sedangkan sisanya yang belum aktif sebanyak 2.691 sedang dilakukan rehabilitasi, dan dorongnan penyehatan,” ujarnya.

Volume usaha meningkat

Menurut Fuad, koperasi akhir-akhir ini mengalami peningkatan bila diukur dari perkembangan asset dan volume usaha. Tahun 2017 jumlah asset koperasi Kaltim masih sebesar  Rp1,169 triliun, namun tahun 2018, menjadi Rp1,528 triliun atau meningkat  sebesar 30,71 persen, demikian pula volume usaha Rp1,043 triliun  menjadi Rp1,309 miliar meningkat 25,71 persen.

“Sektor koperasi dan UMKM Kaltim menyumbang kurang lebih 4,5 terhadap PDRB Kalimantan Timur tahun 2019,” paparnya.

Dalam situasi merebaknya Covid-19 ini, pemerintah dan lembaga pembiayaan koperasi memberikan relaksasi terhadap lembaga koperasi, berupa pembebasan bunga, sampai pada waktu tertentu. Artinya koperasi peminjam diberikan penundaan pembayaran, dimana pada masa penundaan tidak dibebani bunga.

“ Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir dan beberapa perbankan pemerintah memberlakukan kebijakan relaksasi ini untuk meringankan pengurus koperasi pada masa pandemi,” kata Fuad.

Kendala dan tantangan

Koperasi di Kaltim memang mengalami kendala dan tantangan yang berat untuk bisa berkembang lebih baik kedepan, beberapa kendala itu adalah ; 1. Kurang primanya pelayanan kepada anggota;2. Masih rendahnya transparansi dan akuntabilitas para pengelola koperasi; 3. Masih rendahnya kesadaran berkoperasi anggotanya; 4. Stagnasi kompetensi kepengurusan atau pengelola koperasi; 5. Manajemen koperasi belum mengarah pada orientasi strategik; dan 6. Terbatasnya permodalan.

Sedangkan beberapa tantangan yang dihadapi koperasi  dalam kompetisi pelayanan dan promosi pemasaran produk dan sasaran konsumen koperas yaitu; 1). Belum berkembangnya strategi dan perekrutan anggota dalam menyikapi perubahan bisnis; 2). Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua; 3). Perkembangan koperasi di Indonesia diantaranya merupakan dorongan dari atas (top down) bukan berasal dari kesadaran anggota sepenuhnya (bottom up); 5). Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia sulit maju.

“Namun dengan kemampuan wirausaha, dan semangat pengurus koparesi dan semua anggota, dan stakeholders hal hal tersebut berlu di atasi dalam program-program jangka pendek, menengah dan jangka panjang,” pungkas Fuad. (adv)

Tag: