Kisah Pilu Sopir Truk Antre Solar

Aksi ratusan sopir truk di depan Kantor Walikota Balikpapan, Rabu (30/3/2022). (Arif Fadillah/Niaga.Asia)

BALIKPAPAN, NIAGA.ASIA – Sudah lebih dari tiga jam Ruspandi berdiri bersama ratusan sopir truk lainnya yang menggelar aksi di depan Balaikota Balikpapan, Rabu (30/3/2022). Pria yang sudah bertahun-tahun jadi sopir itu sangat sedih lantaran solar sebagai sumber energi penggerak truknya itu sulit didapatkan.

Dum truk miliknya,  biasa mengangkut pasir, batu hingga material bahan bangunan lainnya. Biasanya material diantarkan langsung pada pembeli. Selain dalam kota, dia juga menerima jasa angkutan antar kota, dari Balikpapan ke Samarinda (PP).

“Kebutuhan solar untuk truk itu sekitar 100 liter. Jadi kalau harga solar Rp 5.150 per liter bisa sampai 500 ribu. Itu cukup untuk dua kali pulang-pergi Balikpapan Samarinda,” terang pria 42 tahun.

Dalam sehari, apabila tak kesulitan mendapatkan solar,  penghasilan bersihnya sekitar Rp 200 ribu per hari. Hanya saja semenjak antre solar sangat panjang dan lama, membuat pengantaran material jadi terhambat. Bahkan tak jarang pemesan membatalkan karena terlalu lama menunggu.

“Karena di SPBU antre sudah lama. Bisa sampai tiga hari. Itu di SPBU aja ga bisa kemana-mana. Anak istri ya di rumah,” keluhnya.

Hal serupa juga dirasakan Joni. Ia mengaku tak punya pilihan selain harus antre solar subsidi sebab, harganya jauh lebih murah. Saat ini harga solar subsidi Rp 5150 per liter, sementara nonsubsidi Dexlite dibanderol sekitar Rp13.250 per liter.

Sebelum harga solar subsidi naik, Joni  mengaku masih berani membeli Dexlite yang harganya kala itu Rp.9.700 per liter, terutama untuk mengantar barang-barang yang urgent.

“Tapi sekarang harga Dexlite naiknya sangat tinggi. Makanya kami lebih memilih antre solar subsidi,” kata dia.

Menurut Joni, saat atre pun kerap diserobot sesama truk. Selain itu truk-truk yang bermalam untuk antre solar tak jarang jadi korban pencurian.

“Ada saja yang kemalingan, biasanya alat dan aksesoris truk, mulai lampu, rantai, tutup velg hingga fanbel,” kata Joni.

Selain melelahkan, panjangnya antrean membuat Joni kehilangan banyak waktu dan rupiah. Sebagai gambaran, jika antrean tak mengular, dalam seminggu dia bisa tiga kali mengantar barang.

Namun, karena panjangnya antrean, dalam seminggu, kini Joni hanya bisa dua kali mengantar barang.

“Kalau dua kali ya gajinya enggak sampai Rp 3 juta, paling-paling Rp 2 juta lebih,” kata sopir truk sembako ini.

Penulis : Kontributor Balikpapan Arif Fadillah | Editor : Intoniswan

Tag: