Kode Rahasia Korupsi, dari “Apel Washington” Sampai “Pengajian”

AA
Eks politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, mengganti mata uang dengan istilah buah-buahan. (Hak atas foto AFP/BAY ISMOYO Image)

BELASAN tindak pidana korupsi, termasuk dugaan yang baru-baru ini dituduhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap, dilakukan dengan kode rahasia agar tidak terlacak penyidik. Namun KPK menyatakan memiliki beragam cara untuk menguak modus para pejabat negara yang terlibat kasus patgulipat. Pengungkapan kasus ‘hanya persoalan waktu’.

“Kalau bukti awal sudah kami dapatkan, kemudian pelaku coba menggunakan ‘akal’ untuk menutupnya dengan berbagai cara, maka seterusnya tinggal adu cepat dan adu pintar,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, kepada wartawan BBC News Indonesia, Abraham Utama, Kamis (19/7).

Saut berkata, KPK dapat memaksimalkan kewenangan dan hak, termasuk soal data dari beragam lembaga dan instansi. “Taktik, strategi, atau sandi, untuk dipecah memang butuh waktu. Kalau tidak ketemu sekarang, beberapa tahun lagi bisa ketemu.” “Jadi pihak yang merasa yakin bisa menghindar dari KPK dengan berbagai cara dan akal, ini hanya tinggal urusan waktu,” ujar Saut melalui pesan singkat.

Dalam dugaan kasus suap di Labuhanbatu, Sumatera Utara, KPK mengklaim menemukan sejumlah kode ‘rumit’ untuk menyamarkan kolusi pemda saat menetapkan pemenang lelang proyek. Kode itu, kata Saut, merupakan kombinasi angka dan huruf yang memuat informasi perusahaan pemenang tender, nilai proyek, hingga nominal uang yang harus diserahkan kepada pemerintah.

Di luar perkara Labuhanbatu, KPK pernah menemukan kode bernuansa agama hingga kuliner dalam berbagai kasus korupsi. Pada perkara suap proyek Wisma Atlet Jakabaring, terkuak kode ‘Apel Washington’ dan ‘Apel Malang’ yang masing-masing merujuk uang suap dalam kurs dolar Amerika Serikat dan rupiah.

Sandi tersebut terucap dalam perbincangan eks Wakil Sekjen Partai Demokrat, Angelina Sondakh dan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang. Pada 2013, Angelina divonis bersalah karena menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan US$1,2 juta dalam proses pembahasan anggaran Kemenpora dan Kemendikbud.

AA
Politikus Golkar, Aditya Anugrah Moha, dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun meski berupaya menutup suapnya dengan istilah ‘pengajian’. (Hak atas foto DETIKCOM/Agung Pambudhy Image)

Istilah ‘ustaz’ dan ‘pengajian’ merupakan kode yang digunakan dalam pemberian uang sogok oleh politikus Golkar, Aditya Anugrah Moha, untuk Ketua Pengadilan Tinggi Madano, Sudiwardono. Jaksa KPK menyebut kode ‘Ustaz’ merujuk pada Aditya sebagai penyuap, sedangkan ‘pengajian’ berarti lokasi transaksi suap.  Juni lalu, Sudiwardono divonis penjara selama enam tahun karena menerima sogok sebesar S$110 ribu.

Sebelumnya, terungkap pula sandi-sandi agamais pada korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama, yakni ‘santri’, ‘murtad’, dan ‘pengajian’. ‘Santri’ disebut sebagai pengganti nama tiga orang yang mempengaruhi pejabat Kemenag dalam lelang proyek, yaitu tiga politikus Golkar, Fahd El Fouz, Zulkarnaen, dan Dendy Prasetia.

Adapun, ‘pengajian’ merujuk pada pembahasan tender, sementara ‘murtad’ berarti mangkir dari kesepakatan antarpelaku.

Dalam kasus suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, muncul juga istilah bahasa Arab, yakni ‘liqo’ dan ‘juz’. ‘Liqo’ digunakan untuk mengganti kata pertemuan, sedangkan ‘juz’ berarti miliar.  Dua istilah itu terkuak pada percakapan antara dua politikus PKS, Yudi Widiana Adia dan Muhammad Kurniawan.Pengadilan tipikor telah menuntaskan persidangan kasus suap itu. Seluruh penerima dan pemberi sogok divonis bersalah. Yudi, misalnya, dihukum penjara selama sembilan tahun.

AA
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kanan), menyebut penyidik dapat memanfaatkan beragam data untuk membongkar kode pelaku korupsi. (Hak atas foto ANTARA/RENO ESNIR Image)

Persidangan tipikor lainnya juga mengungkap sejumlah istilah yang digunakan pelaku korupsi untuk mengelabui penyidik.  Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, menyebut ‘Ahok’ untuk merujuk Basuki Hariman, pengusaha yang menyogoknya pada judicial review UU 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.

Eks Dirjen Perhubungan Laut, Antonius Budiono menerima tiga kata sandi dari penyuapnya, pengusaha Adi Putra Kurniawan: ‘telur asin’, ‘kalender’, dan ‘sarung’.  Adi mengirim tiga istilah itu melalui aplikasi Blackberry Messenger kepada Antonius, setelah mengirim sejumlah uang suap.

Sementara itu, mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin, disebut pernah berniat menyogok penyidik KPK yang menangkapnya, Desember 2014. “Ini ada ‘obatnya’ nggak, Mas?” kata Fuad kepada penyidik KPK, seperti dilaporkan Tempo. Kala itu, Fuad bertanya kalau-kalau perkaranya dapat diselesaikana dengan sejumlah uang suap. Belakangan, Fuad dijatuhi penjara selama 13 tahun. Hak politiknya pun dicabut. Selama sembilan tahun, Fuad dinyatakan menyelewengkan uang negara, menerima dan mencuci uang suap sebesar Rp414 miliar.