Kolaborasi antar Pemangku Kebijakan Perlu untuk Tingkat SDM Indonesia

aa
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan foto bersama setelah acara Penganugerahan Habibie Award 2018 di Hotel Le Meredian, Jakarta, Selasa (13/11). (Foto Kemekeu)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya kerjasama antar pemangku kebijakan dalam peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Saat ini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, kualitas SDM Indonesia berada pada peringkat 87 dari 157 negara sehingga masih perlu perbaikan yang menyeluruh dengan dukungan semua pihak.

Hal ini disampaikan Menkeu pada acara Penganugerahan Habibie Award 2018 di Hotel Le Meredian, Jakarta, Selasa (13/11), seperti dilansir di laman Kemenkeu.

“Investasi di human capital bukan hanya tanggung jawab Pemerintah. Bukan hanya tanggung jawab dari satu kementerian tetapi merupakan kolaborasi dari semua stakeholders. Di Pemerintah sendiri, seluruh kementerian mestinya ikut meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,” tegas Menkeu.

Menkeu berharap kolaborasi antara pemerintahan dengan institut-institut seperti Habibie Center dengan dunia akademik maupun dengan swasta akan terus ditingkatkan dan diperkuat sehingga memperbaiki kualitas SDM di Indonesia dengan lebih efektif dan cepat.

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu memaparkan beberapa upaya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) antara lain berupa alokasi 20% dana APBN untuk sektor pendidikan sesuai amanah konstitusi.

Secara khusus, Menkeu menggarisbawahi Pemerintah berfokus pada pengembangan riset. Direncanakan Kemenkeu akan mengalokasikan anggaran awal untuk dana abadi penelitian sebesar sekitar Rp1 triliun mulai tahun 2019. Skema ini dilakukan berkaca pada kesuksesan dana abadi beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang sekarang mengelola dana abadi beasiswa sebesar Rp55 triliun.

“Anggaran pendidikan yang meningkat termasuk mulai tahun 2019 akan dilakukan juga pembinaan dalam bentuk seat money atau anggaran awal untuk membangun yang disebut anggaran penelitian abadi. Kita mulainya dengan sekitar hampir Rp1 triliun. Sama seperti LPDP sekitar 8 tahun yang lalu, mulainya dengan Rp1 triliun, dan sekarang mencapai Rp55 triliun,” jelas Menkeu.

Lebih lanjut, Menkeu berharap anggaran penelitian yang tersebar di beberapa instansi Pemerintah dapat dikonsolidasikan sehingga bisa lebih optimal. “Saya berharap bahwa seluruh anggaran penelitian yang mencapai Rp22 triliun di seluruh kementerian-lembaga akan bisa makin dikonsolidasikan sehingga membawa dampak yang makin baik,” tambahnya.

Senada dengan Menkeu, Rovina Ruslami peneliti dari Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga merupakan salah satu penerima Habibie Award menyoroti pentingnya kolaborasi terutama antara peneliti dengan Pemerintah selaku salah satu pengguna hasil penelitian. Ditenggarai masih terdapat hasil penelitian/kajian yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh Pemerintah.

“Banyak sekali hasil-hasil penelitian yang sudah kami secara nasional hasilkan. Menurut kami, ketika itu bisa diadopsi oleh pemangku kebijakan, itu help a lot. (Namun) tidak serta merta apa yang kita temukan dari hasil penelitian tersebut bisa membantu menyelesaikan masalah. Itu bisa diadopsi teman-teman kami yang bekerja di instansi Pemerintah,” jelas Rovina.

Peniliti Unpad tersebut menginginkan ada jembatan untuk menyederhanakan alur dan membuka sekat-sekat dengan kkomunikasi agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. “Alur-alur inilah apakah bisa dibikin lebih sederhana, lebih smooth. Bagaimana kita membuka sekat-sekat tersebut, bagaimana kita bisa berkomunikasi lebih baik lagi supaya hasil penelitian tersebut bisa dimanfaatkan bagi masyarakat,” pungkas Rovina. (001)