Komisi IX: Implementasi Uji Coba KRIS Perlu Dikaji

aa
ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI, Dewan Jaminan Sosial Nasional dan BPJS Kesehatan untuk mengkaji dampak implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) terhadap pembiayaan tarif rumah sakit dan iuran peserta JKN. Selain itu, Komisi IX juga meminta pemangku kepentingan yang terkait untuk meningkatkan koordinasi dalam melakukan uji coba agar implementasinya bisa diterapkan dengan baik.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan hal itu saat membacakan salah satu kesimpulan rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/9/2022).

“Dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri RI sebagai upaya percepatan implementasi KRIS di daerah serta menambah sampel uji coba penerapan KRIS pada tahun 2022, baik di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta,” lanjut Charles.

Selanjutnya, agar pelakasanaan KRIS dapat diterapkan pada tahun 2023, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI, DJSN dan BPJS Kesehatan serta Kementerian/Lembaga terkait untuk menyempurnakan regulasi dengan mempertimbangkan hasil uji coba pelaksanaan KRIS.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa konsep KRIS adalah menghadirkan satu kelas standar agar masyarakat memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan kesehatan yang mendasar.

Program ini rencananya akan menghapuskan layanan kelas 1, 2, dan 3 dari BPJS Kesehatan menjadi satu. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Adapun, KRIS telah mulai dilaksanakan di empat rumah sakit vertikal sejak 1 September 2022. Tujuan pelaksanaan uji coba tersebut secara khusus, diantaranya untuk mengetahui dampak KRIS terhadap mutu layanan rawat inap peserta JKN, mengetahui dampak KRIS terhadap ketahanan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan, mendapatkan analisa costing berdasarkan kebutuhan pembiayaan rumah sakit dalam memenuhi kriteria KRIS, baik medis maupun nonmedis.

Selain itu, uji coba juga untuk memastikan dampak implementasi KRIS dapat diterima oleh peserta, faskes, asosiasi peserta dan pemberi kerja, pemangku kepentingan, serta kementerian/lembaga terkait melalui survei persepsi dengan gambaran komprehensif.

Di sisi lain, Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Mickael Bobby Hoelman menyampaikan pihaknya sedang menyusun kajian pembiayaan terkait kebijakan KRIS, termasuk kenaikan tarif layanan kesehatan untuk INA-CBG’s dan besaran iuran BPJS Kesehatan. Mengingat, bila nanti KRIS resmi berlaku secara nasional pada 2025, artinya semua rumah sakit akan memiliki jenis kamar yang sama dan akan berdampak pada besaran iuran BPJS Kesehatan.

Saat ini diketahui sistem yang berlaku adalah iuran berdasarkan kelas.

“Selanjutnya DJSN akan masuk pada fungsi pengawalan, melakukan monitoring dan evaluasi implementasi uji coba KRIS JKN di 4 RS vertikal bersama Kemenkes dan BPJS kesehatan,” ujarnya.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: