Komisi VI DPR RI Ingatkan Risiko Keterlambatan Proyek Pertamina

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama manajemen Pertamina di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Jumat (12/9/2025). Foto : Farhan/Andri

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menegaskan peran strategis PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN energi terpadu yang bukan hanya menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional, tetapi juga mesin utama dalam transisi menuju energi bersih.

Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama manajemen Pertamina di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Ia menekankan, evaluasi kinerja semester I 2025 dan rencana kerja ke depan harus menjadi momentum untuk memperkuat tata kelola, efisiensi, dan keberlanjutan jangka panjang.

“Komisi VI DPR RI harus memastikan bahwa seluruh mandat dan kinerja Pertamina berjalan dengan tata kelola yang baik, efisiensi yang tinggi, serta keberlanjutan jangka panjang,” ujar Andre.

Menurutnya, saat ini Pertamina telah mencatat sejumlah pencapaian penting dalam enam bulan pertama 2025. Target produksi migas di sektor hulu berhasil tercapai. Data Kementerian ESDM menunjukkan, rata-rata produksi migas nasional semester I 2025 mencapai 111,9 persen dari target APBN, dengan produksi minyak mentah sekitar 608 ribu barel per hari (bph) dan gas bumi mencapai 1.199,7 ribu BOEPD.

Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding upstream Pertamina, juga melaporkan produksi migas sebesar 1,04 juta BOEPD, terdiri dari minyak 557 ribu bph dan gas 2.798 MMscfd. Capaian ini didukung penyelesaian 404 sumur pengembangan, 628 workover, dan lebih dari 18 ribu kegiatan well services.

Di sisi proyek strategis, pembangunan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan sudah mencapai sekitar 96 persen. Sementara itu, implementasi penuh program B40 sejak Maret 2025 telah menjadi tonggak penting menuju pencapaian B50.

“Capaian ini sekaligus menunjukkan komitmen Pertamina terhadap energi bersih,” kata Andre.

Di sektor hilir, penyaluran BBM subsidi dan nonsubsidi berjalan sesuai kuota pemerintah, ditopang digitalisasi distribusi. Pertamina mencatat seluruh transaksi Biosolar sudah 100 persen tercatat secara digital, sedangkan Pertalite telah mencapai 93,9 persen.

Transparansi ini membantu efisiensi penyaluran energi ke masyarakat. Hingga Juli 2025, Pertamina telah menjual sekitar 59 juta kiloliter BBM, dimana 41 persen di antaranya berasal dari BBM nonsubsidi.

Tantangan Strategis

Meski memberi apresiasi, Andre mengingatkan masih ada sejumlah tantangan serius. Produksi migas di sektor hulu rentan terhadap natural decline dan belum stabilnya reserve replacement ratio. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa meski semester I melampaui target, tren produksi migas mengalami penurunan di Mei–Juni 2025, menjadi alarm untuk keberlanjutan.

Proyek RDMP Balikpapan juga menghadapi risiko keterlambatan dan potensi pembengkakan biaya. Sementara di sektor gas, keandalan pasokan untuk industri dan PLN menjadi sorotan. Beban subsidi energi kian meningkat akibat fluktuasi harga minyak.

Pemerintah mengalokasikan subsidi energi tahun 2025 sebesar Rp 166 triliun, dengan kuota BBM bersubsidi sekitar 19,41 juta KL , LPG 3 kg sebanyak 8,2 juta metrik ton, serta subsidi listrik Rp 90,22 triliun.

Namun hingga semester I 2025, realisasi subsidi energi baru mencapai Rp 66,89 triliun atau 32,9 persen dari pagu, dengan realisasi BBM dan LPG sebesar Rp 30,28 triliun dan subsidi listrik Rp 36,6 triliun. Sebab itu, Andre mengingatkan Pertamina untuk segera merancang langkah antisipatif.

“Kesiapan infrastruktur dan bahan baku menuju B50 juga harus menjadi perhatian serius bagi keberlanjutan energi nasional,” ujar Andre.

Ia menyampaikan, Komisi VI DPR RI berharap Pertamina memperkuat perannya sebagai pilar ketahanan energi sekaligus motor transformasi menuju kemandirian energi nasional.

“Ke depan, Pertamina diharapkan mampu menjaga keberlanjutan produksi migas, menyelesaikan proyek strategis tepat waktu, menjamin keandalan pasokan gas dan BBM bagi masyarakat dan industri, serta memastikan digitalisasi distribusi subsidi agar tepat sasaran,” tegas Andre.

Pun, Andre menegaskan, roadmap transisi energi menuju B50 harus realistis, terintegrasi, dan memperhitungkan faktor keterjangkauan.

“Pertamina tidak hanya harus menjadi penjaga pasokan energi, tetapi juga motor penggerak transformasi menuju energi bersih yang berkeadilan dan berkelanjutan,” tandas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: