Komisi VI Minta Restrukturisasi PTPN Gula Tak Langgar Regulasi

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung dalam rapat dengar pendapat dengan PTPN III. Foto: Oji/nvl

JAKARTA.NIAGA.ASIA– Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung mengatakan, salah satu poin kesimpulan rapat dengar pendapat dengan PTPN III, Senin (21/6/2021), Komisi VI menerima penjelasan PT Perkebunan Nusnatara (Persero) atau PTPN III terkait restrukturisasi bisnis gula PTPN gula dalam rangka mendukung swasembada gula.

“Namun, dalam rangka restrukturisasi PTPN Gula, Komisi VI meminta PTPN III tidak melanggar regulasi pengalihan aset BUMN,” ujar Martin.

Selama 10 tahun terakhir, pemerintah selalu melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan gula dalam negeri. Ketergantungan terhadap impor perlu segera diselesaikan dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri.

Revitalisasi pabrik gula yang tidak efisien merupakan salah satu langkah yang harus diambil pemerintah dalam proses produksi dan pembangunan industri hilir pabrik gula. Revitalisasi ini juga untuk memastikan produksi gula di dalam negeri menjadi lebih stabil, mengurangi impor, dan kualitasnya dapat bersaing dengan pabrik gula swasta.

Selain itu, lanjut Martin, Komisi VI juga meminta PTPN III untun memastikan proses divestasi saham dalam rangka restrukturisasi PTPN Gula agar memperhatikan prinsip Good Coorporate Goverment, tidak membebani PTPN III sebagai holding dan tidak merugikan petani.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VI Daeng Muhammad, yang mana persoalan gula nasional sebenarnya bisa ditangani. BUMN sektor perkebunan sudah mempunyai grand desain yang terukur guna mengatasi permasalahan gula nasional.

“Pertanyaannya, ada ga sih kesungguhan dari pemerintah? Bicara kesungguhan ini bicara keberpihakan. Kalau permasalahan ini sudah dikuasai, tinggal mencari metode dan solusinya,” ungkapnya.

Terlepas dari itu, Komisi VI siap membantu PTPN III dalam mewujudkan swasembada gula nasional. Namun, DPR ingin mengetahui skema kinerja dan kesungguhan PTPN III dalam membangkitkan kembali kejayaan industri gula seperti tahun 1930 silam.

“Secara politik, kami akan dukung, tapi pertanyaannya, apakah pemerintah sungguh-sungguh terhadap industri gula kita seperti kejayaan tahun 1930an,” katanya.

Dia menambahkan, mengenai dukungan Komisi VI terhadap Penyertaan Modal Negara terhadap PTPN III sebesar Rp1 triliun sebelumnya. Anehnya, suntikan modal itu malah diproyeksikan untuk membangun pabrik gula baru. Padahal bahan baku gula di berbagai daerah terus mengalami penurunan.

Sebelumnya, Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani sebagai holding PTPN Grup berencana membentuk pabrik gula yang membutuhkan investasi senilai Rp20 triliun. Pembangunan pabrik gula itu untuk mendongkrak produksi gula dalam negeri agar bisa swasembada gula, sehingga memangkas ketergantungan terhadap kebutuhan gula impor.

“Rencana strategis kami ke depan adalah melakukan perbaikan operational excellence baik di pabrik maupun di lapangan, kemudian dengan simplikasi bisnis gula,” katanya.

Ghani menjelaskan pihaknya akan menggandeng investor dan Indonesia Investment Authority (INA) dalam mengumpulkan modal untuk membangun holding pabrik gula tersebut.

Menurutnya, PTPN III saat ini belum bisa meminjam dana dari perbankan karena perseroan sedang dalam tahap restrukturisasi, sehingga suntikan modal hanya bisa diperoleh dari luar.

“Konsep yang akan kami siapkan adalah Sugarco dimiliki oleh PTPN III kemudian kami undang investor. Kami juga akan melibatkan INA,” kata Ghani. Besarnya konsumsi gula di Indonesia tidak disertai dengan peningkatan kapasitas produksi gula. Defisit komoditas gula selalu diselesaikan dengan kebijakan impor.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: