Komisi VII Tolak Usulan Pembentukan Badan Layanan Umum Batubara

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM beserta jajaran di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). Foto: Oji/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Komisi VII DPR RI menolak usulan penerapan skema Badan Layanan Umum (BLU) dalam kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara untuk pembangkit listrik.

Untuk memenuhi kebutuhan PLN akan batubara, Komisi VII mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) untuk meningkatkan pengawasan dan penerapan pelaksanaan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban tersebut.

Demikian Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto membacakan hasil kesimpulan rapat yang salah satunya menolak usulan dari pemerintah itu.

“Komisi VII DPR RI tidak menyetujui apabila penanganan batu bara DMO dilakukan dengan skema BLU,” ujarnya dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM beserta jajaran di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1/2021).

Sebelumnya ide pembentukan BLU Batubara sempat disampaikan dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut Sugeng, perlu kajian memdalam jika pemerintah hendak menerapkan skema BLU. Menurutnya, meskipun pemerintah berencana mengaplikasikan skema ini menyerupai yang ada di industri kelapa sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), namun karakter kedua industri berbeda.

“Kalau saya cenderung (pakai skema) DMO saja jelas tercantum di UU Minerba. Ini berbasis UU. Lantas bagaimana bisa penuhi keadilan bagi semuanya saya kira itu nanti selanjutnya,” jelas politisi Partai NasDem tersebut.

Hal senada juga dikatakan Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika yang mengatakan, perlu ada regulasi yang menjadi dasar jika pemerintah hendak melakukan pungutan pada pelaku usaha.

“Namanya kutipan, (harus) ada dasar Undang-Undang. Apabila akan ada BLU lalu akan mengutip atau memungut maka UU dulu di-bikin,” kata politisi Partai Gerindra itu.

Dalam kesempatan yang sama Menteri ESDM Arifin Tasrif menerangkan bahwa skema BLU direncanakan akan merujuk skema BPDPKS. Nantinya, perusahaan batubara bakal dikenakan pungutan yang dananya bakal dipakai untuk mendukung PLN.

PLN akan membeli harga batubara dengan harga pasar dan selisih harga yang timbul ditutup dengan pungutan dari perusahaan.

“Nanti ada spesifikasi antara low dan high calori. Intinya akan dikenakan kewajiban itu. Akan dibentuk BLU untuk bisa kelola dana tersebut,” sebut Arifin.

Tingkatkan pengawasan DMO

Menurut Sugeng, wacana pemerintah yang ingin mengesahkan Badan Layanan Umum (BLU) Batubara bara seperti yang sudah ada di kelapa sawit, memerlukan kajian yang mendalam.  Wacana BLU batubara dan kelapa sawit memiliki karakter yang berbeda. Oleh sebab itu, sebaiknya, DMO tetap dipertahankan dengan meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan dari kebijakan DMO selama ini.

“Kalau saya cenderung dengan DMO itulah yang di situ tercantum dalam Undang-Undang Minerba. Ini berbasis undang-undang, bahwa lantas nanti bagaimana agar bisa memenuhi keadilan bagi semuanya baik pemerintah, PLN dan juga pelaku usaha, saya kira itu langkah selanjutnya, tapi bahwa bentuk kelembagaan atau mekanisme proses saya kira sesuai dengan yang ada di undang-undang saja,” paparnya.

Selain itu, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika juga menekankan bahwa jika bicara mengenai DMO, maka unsur di dalamnya tidak hanya berkaitan dengan harga, sebab komponen DMO, selain berkaitan dengan harga, juga berkaitan dengan volume. Sehingga, menurutnya jika DMO akan berlaku dengan harga pasar, maka hal tersebut perlu dikaji lebih dalam lagi.

“Kita tidak setuju kalau DMO itu harganya harga pasar, itu harus clear gitu. Nanti yang berikutnya kita bicara bagaimana formulanya, kalau sekarang formulanya tidak cocok, baru kita bicarakan bagaimana perubahannya. Tapi jelas supaya pertanggungjawaban kita ke publik itu clear, kalau harga pasar kita tidak setuju, karena sudah ada suara-suara meminta harga pasar begitu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, politisi Partai Gerindra itu menambahkan, apabila wacana BLU akan diterapkan, maka perlu ada undang-undang yang mengatur terkait hal tersebut. Sehingga ada dasar hukum yang sah yang mengatur mekanisme-mekanisme sistem tersebut.

“Menurut saya, di negara ini, yang namanya kutipan hanya bisa dilakukan atas dasar undang-undang, harus undang-undang. Nanti undang-undang-nya bilang ini dipungut, baru pelaksanaannya ada retribusi ada apa, tapi pungutannya harus (diatur dalam) undang-undang. Apabila akan ada BLU, lalu ini akan mengutip atau memungut, maka undang-undang-nya dulu, undang-undang untuk memungutnya itu. Jangan sampai begitu mau memungut enggak bisa, ini prinsip dasar di negara ini, memungut itu harus atas dasar undang-undang,” tutupnya.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: