KPK: Hentikan Tindakan Korup di Penambangan dan Perdagangan Batubara

aa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Raharjo dalam jumpa pers di Samarinda, Kamis (15/11/2018)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahajo mengingatkan semua pihak di Kalimantan Timur menghentikan tindakan korup dalam pelaksanaan penambangan dan perdagangan batubara, teruratama dalam bentuk suap, gratifikasi, pemerasan, dan perbuatan curang yang merugikan negara, baik dalam proses perizinan, pelaksanaan penambangan, maupun pengawasan.

Hal itu disampaikan Agus Raharjo dalam jumpa pers tentang Angkutan Batubara Melewati Sungai di Kalimantan Timur di Kantor Distrik Navigasi Samarinda, Kamis (15/11/2018) sore.

Selain itu Agus Raharjo juga mengajak kepada seluruh masyarakat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan pihak-pihak yang terkait agar melaporkan kepada KPK apabila menemukan pelanggaran. “KPK tidaka akan segan-segan melakukan tindakan sesuai tugasnya untuk menimbulkan efek jera,” tegasnya dihadapan wartawan dari berbagai media.

Menurutnya, kegiatan membersihkan usaha batubara dari perbuatan korup di Kaltim akan menjadi model bagi koordinasi pengawasan SDA (Sumber Daya Alam) di daerah lain dan KPK akan melakukan pemantauan secara detil dan berkala pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi yang telah disepakati bersama dengan KPK.

“Berdasarkan laporan Litbang KPK tahun 2013, pengelolaan SDA, khususnya batubara, banyak menimbulkan kerugian negara. Litbang KPK menemukan Rp1,2 triliun kewajiban royalty batubara belum disetor ke kas negara oleh pengusaha batubara,” kata Agus Raharjo. Bahkan menurut temuan ICW (Indonesia Corruption Watch) Tahun 2018, lanjut  Agus Raharjo, total potensi kerugian negara sebesar Rp133 triliun yang berasal dari pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang belum dibayar.

Beberapa laporan yang masuk juga mencatat adanya kewajiban reklamasi bekas tambang yang tidak dilakukan sebagimana mestinya sehingga menimlukan kerugian lingkungan dan korban jiwa. “Semua hal itu mendorong KPK melakukan review bersama Kementerian dan Pemda terkait koordinasi pengawasan penambangan dan perdagangan batubara,” ungkap ketua KPK itu.

Rencana aksi

                Agus Raharjo juga menjelaskan sejumlah aksi yang akan dilakukan untuk mengatasi temuan negatif di penambangan dan perdagangan batubara antara lain;

Pertama; penuntasan penagihan kewajiban royalty dan perpajakan para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) maupun IUP (Izin Usaha Pertambangan) Batubara, serta penegakan ketentuan clear and clien (CnC) secara konsisten termasuk di dalamnya pencabutan ijin-ijin penambang yang tidak patuh.

Kedua; perpanjangan kontrak PKP2B agar dilakukan secara akuntabel dan transparan serta mengedepankan kepentingan nasional, termasuk peran BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang mengelola dan membutuhkan pasokan rutin batubara seperti PT PLN (Perusahaan Listrik Negara), dan partisipasi Pemda..

Ketiga; koordinasi rekonsisliasi pencatatan data hasil penambangan batubara antar Kementerian terkait dengan pengembangan sistem yang mendukung one data police sehingga tersedia data yang akurat dan kredibel dalam pungutan negara (royalty dan pajak) maupun pengaturan kuota dalam rangka memenuhi kebutuhan domestik serta menjaga keseimbangan alam.

Keempat; review regulasi terkait peran surveyor sebagai alat negara dalam mencatat dan memastikan kuantitas maupun kualitas batubara yang diproduksi dan diperdagangkan yang selama ini didanai oleh pihak penambang dalam pelaksanaan tugasnya.

Kelima: evaluasi pelaksanaan pemuatan batubara untuk ekspor di lokasi-lokasi terpencil yang minim pengawasan dan oleh instansi terkait dan mendorong pembentukan Pos Pengawasan Terpadu di lokasi alternatif yang dilengkapi penggunaan teknologi serta sumber daya manusia yang memadai. “KPK juga mendorong pemasangan kamera di spot-spot strategis di sepanjang Sungai Mahakam untuk memantau dan merekam pergerakan kapal untuk meminimalkan pelanggaran disamping mengintensifkan kegiatan patroli oleh instansi terkait,” ujar Agus Raharjo.

Keenam: penugasan pengawasan perdagangan batubara domestik maupun komoditi khusus hasil SDA lainnya kepada Ditjend Bea dan Cukai, sesuai mandat Pasal 4A maupun 85A UU Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan melalui koordinasi dengan Kementerian dan isntansi teknis terkait.

Ketujuh: penertiban pelaksanaan penambangan, termasuk didalamnya perbaikan kelayakan peralatan dan standar keselamatan kegiatan penambangan bagi karyawan maupun masyarakat sekitar.

Kedelapan; mendorong Ditjend Pajak untuk lebih intensif bekerjasama dengan instansi terkait dan lebih proaktif dalam melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan, termasuk melakukan verifikasi faktual di lapangan atas laporan pajak yang disampaikan serta melakukan profiling transaksi, terutama untuk mendorong perdagangan batubara agar tidak melalui beroker  tetapi langsung kepada pembeli.

Kesembilan; evaluasi peran BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) dalam melakukan audit kepatuhan pembayaran royalty/PNPB batubara, terutama terkait perluasan audit coverage ratio bekerjasama dengan Ditjend Pajak sehingga dapat lebih mengoptimalkan penerimaan negara. (001)