KPK Sudah Identifikasi Permasalahan Penyelamatan Tiga Danau

Luas Danau Limboto di Gorontalo, Sulawesi Utara,  74 tahun lalu luasnya 8.000 hektare, kini hanya tersisa 3.300 hektare dan kedalamannya 2,5 meter. (Foto Celebes.Id)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bergerak membuat program tematik mengidentifikasi terjadinya potensi kekayaan negara berupa situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh pihak ketiga, diantaranya 3 danau yang masuk program penyelamatan nasional yaitu danau Singkarak, danau Limboto, dan danau Tondano.

“Program tematik tersebut sejalan dengan Perpres No. 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional,” kata Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi, Didik Agung Widjanarko saat mendampingi Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam agenda laporan pencapaian kinerja semester satu pada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK di Gedung Merah Putih, Kamis (11/8/2022).

Didik menjelaskan, identifikasi masalah diperlukan untuk mengendalikan kerusakan, menjaga, memulihkan, dan mengembalikan kondisi dan fungsi badan air danau. Juga untuk memperbaiki daerah tangkapan air dan sempadan danau sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan berkesinambungan.

Hingga semester satu tahun 2022, KPK bersama para stakeholder tekait telah melakukan identifikasi masalah di tiga danau prioritas. Pertama, di Danau Singkarak, Sumatera Barat, KPK mencatat terdapat 490 pelanggaran dimana 398 pelanggaran terjadi di Kabupaten Tanah Datar dan 122 pelanggaran terjadi di Kabupaten Solok.

“Hasil pengecekan lapangan memperlihatkan aktivitas pembangunan dan reklamasi di wilayah Danau Singkarak sebagai kekayaan negara oleh pihak-pihak tertentu yang telah berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Didik.

Jika dipetakan, pelanggaran yang sering ditemukan ialah para oknum mengubah bentuk bibir danau, melakukan reklamasi, minumbun perairan, dan mendirikan bangunan di atasnya.

“Oleh karenanya, KPK memberikan empat rekomendasi yakni menghentikan pembangunan tidak berizin, menerbitkan SK sanksi administratif, meminta pelaku pelanggaran melakukan pemulihan fungsi ruang, dan melakukan penertiban kegiatan yang tidak memiliki izin di badan maupun sempadan danau,” ungkapnya.

Kedua, di Danau Limboto, Gorontalo, Sulawesi Utara, masalah yang ditemukan ialah terjadinya pendangkalan karena sidementasi sehingga daya tampun air menjadi berkurang. Tak hanya itu, bagian sempadan juga menjadi lahan pertanian oleh masyarakat setempat.

“74 tahun yang lalu Danau Limboto memiliki luas delapan ribu hektare. Kini hanya sisa 3.3 ribu hektare dan kedalamannya 2,5 meter,” ujar Didik.

Melihat buruknya situasi tersebut, KPK hadir untuk memfasilitasi percepatan proses revitalisasi danau dengan menggandeng stakeholder seperti Kejaksaan Tinggi dengan produk Legal Opinion dan Kementerian ATR/BPN dalam rangka percepatan penentuan legalisasi atas pembebasan lahan. Juga menggandeng Pemda dalam percepatan penyusunan RTRW dan RDTR.

Ketiga, danau yang sudah diidentifikasi masalahnya ialah Danau Tondano, Sulawesi Utara. Tondano yang memiliki luas 4.719 Ha memiliki persoalan adanya pemanfaatan lahan oleh oknum yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut.

Menurut Didik, kasus yang ditemukan ialah oknum tersebut membuat bangunan tak berizin dan keramba ikan apung. Hal ini tentu merugikan keuangan daerah karena hingga saat ini aktivitas tersebut tidak memberikan pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta tidak memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Oleh sebab itu, KPK merasa kegiatan ini harus segera ditertibkan agar aktivitas di Danau Tondano yang merupakan aset negara bisa bermanfaat bagi masyarakat luas. KPK melihat revitalisasi Danau Tondano perlu dilakukan dengan cepat karena selain merugikan negara, langkah ini juga sebagai upaya pemulihan dan penyelamatan lingkungan,” pungkas Didik.

Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi | Editor: Intoniswan

Tag: