KPPBC Nunukan Mulai Penyelidikan Penyelundupan 1098 Karung Pakaian Bekas

aa
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2) KPPBC Nunukan,  Sigit Trihatmoko. (Foto Budi Anshori/NIAGA.ASIA)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Kantor Pelayanan dan Penindakan Bea dan Cukai (KPPBC) Nunukan mulai  melakukan penyelidikan terhadap 1098 karung pakaian bekas dan sepatu rombengan asal Malaysia  tangkapan Kepolisian Air dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri pada, Sabtu (24/08/2019)

“Masih diteliti status tersangka terhadap tiga nahkoda dan asal muasal barang rombengan hingga tiba di perairan Nunukan, kata Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2) KPPBC Nunukan, Sigit Trihatmoko, Rabu (27/8/2019).

baca juga:

Mabes Polri Gagalkan Penyelundupan 1.000 Karung Pakaian Bekas Asal Malaysia di Nunukan

Penetapan status tersangka oleh Korpolairud Baharkam Polri terhadap tiga nahkoda kapal pengakut bisa berubah menjadi saksi kejahatan dengan dasar mengedepankan hukum kepabeanan.

Dalam Undang-Undang kepabeanan, status tersangka ditetapkan terhadap seseorang  apabila telah pro justicia .

Artinya telah melewati tahapan proses penyelidikan dan pemeriksaan sesuai hukum yang berlalu dengan mengedepankan hak seseorang. “Ada tahapan sebelum menetapkan seseorang tersangka, kami penyidik Bea Cukai tidak berani menetapkan orang tersangka kalau belum pro justicia,” kata Sigit.

Pakaian bekas dalam karung asal Malaysia yang disita Polairud Mabes Polri. (foto : Istimewa)

Meski begitu, kata Sigit, penyidik Bea Cukai tetap memberikan status kepada ketiga tersangka yaitu pelaku atau saksi kejahatan penyeludupan rombengan, status ini bisa meningkat atau hilang setelah dilakukan pemeriksaan mendalam perihal keterlibatan mereka.

Karena itu, penyidik KPPBC saat ini masih mendalami jenis pelanggaran kepebeanan barang rombengan apakah ada bukti kuat menjerat ke pelanggaran pidana atau pelanggaran hanya sebatas administrasi dokumen. “Kita dalami juga jenis pelanggaran, kalau pidana harus lanjut persidangan, kalau sekedar adminitrasi bisa lain lagi jenis hukumannya,” tururnya.

Dalam proses pemeriksaan,  Bea Cukai pasti mencari siapa otak atau pemilik barang rombengan, sebab sangat mustahil barang sebanyak itu tidak bertuan yang pada akhirnya menyasar hukuman diarahkan ke nahkoda kapal.

Menurut Sigit, nahkoda kapal tentunya mengetahui siapa pemilik barang, kalaupun tidak mengetahui pasti ada informasi sekecil mungkin yang bisa digali mengungkap otak penyeludupan, karena itukah, perlu pemeriksaan mendalam mengungkap praktek perdagangan rombengan keluar daerah.

“Perdagangan rombengan persis dengan narkotika, antara pemilik dengan kurir atau pemilik kapal tidak saling terhubung, jaringan ini terputus dengan mereka sengaja membuat putus,” ucapnya.

Sama-sama memiliki jaringan terputus, penerapan pasal kurir sabu dan pembawa rombengan tidak serta merta bisa dijerat hukum pidana, jika dalam UU Narkotika pembawa dan memiliki dikenakan pidana, berbeda dengan narkoda kapal pembawa rombengan belum tentu bisa dipidanakan.

Perlu dua alat bukti pendukung agar nahkoda kapal bisa di pidana, berbeda dengan kurir sabu cukup satu alat bukti yaitu membawa dan menguasai tanpa izin bisa dipidanakan sesuai UU narkotika.

Lihat dulu fakta hukumnya, jangan menentukan status orang berdasarkan logika hukum, hak kebenasan seseorang tidak boleh dirampas hanya karena emosi penyidik,” bebernya. (002)