KPU Kaltim: KPPS-Saksi Dilarang Membuat Kesepakatan Apapun

aa
Ketua KPU Kaltim: “Prosedur pemungutan dan penghitungan suara dilarang diubah, meski KPPS dan saksi bersepakat mengubahnya.” (Foto Intoniswan)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Timur, Rudiansyah mengingatkan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di Pemilu 2019 dilarang membuat kesepakatan apapun dengan para saksi di TPS (Tempat Pemungutan Suara) di hari pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 17 April 2019.

“Titik berat penyelenggaraan Pemilu 2019 ketaatan pada prosedur. Semuanya harus sesuai dengan prosedur. Pelanggaran prosedur meski secara materiil tidak mengubah apapun, tetap dilarang. Pelanggaran prosedur bisa berujung pada pemungutan suara ulang (PSU). PSU itu biayanya mahal dan memerlukan waktu. Selain itu juga bisa menimbulkan keribuatan dan gugatan,” kata Rudiansyah dalam rapat teknis bersama Sekretaris KPU Kaltim, H Syarifuddin Rusli dan kepala bidang dan seksi di Sekretariat KPU Kaltim, aparat pengamanan Pemilu dari Kepolisian, Kamis (14/3/2019).

Menurut Rudiansyah, pembukaan kotak dokumen pemungutan suara harus sesuai prosedur, sesuai waktu yang ditentukan, begitu pula dengan dimulainya pemungutan suara dan berakhirnya pemilih memberikan suara. “Semuanya harus sesuai prosedur. Waktunya juga tidak boleh dimajukan atau dipercepat, dan diperpanjang,” tegasnya. “KPPS jangan terpengaruh anjuran saksi, walau para saksi-saksi bersepakat prosedur diubah,”  Rudiansyah menambahkan.

Meski pemilih sudah ada di TPS lebih awal dari jadwal dimulainya pemungutan suara, KPPS dan saksi tidak boleh bersepakat mempercepat dimulainya pemungutan suara. Begitu pula dengan jadwal dimulainya penghitungan suara tidak boleh dipercapat atau diundur dari jadwal yang sudah ditentukan, yakni pukul 13.00 Wita.

Selain itu, petugas TPS tidak boleh memanggil pemilih dengan panggilan sehari-hari pemilih atau nama kecilnya, karena bisa membingungkan saksi . Pemilih harus dipanggil sesuai dengan namanya yang tertulis di dokumen pemilih. Ingat, yang memegang dokumen nama-nama pemilih di suatu TPS bukan hanya KPPS, saksi juga memegang dokumen yang sama. “Saksi di TPS belum tentu dari lingkungan dimana TPS berada, bisa jadi dari luar lingkungan TPS, sehingga pemanggilan pemilih dengan nama kecil, bisa membingungkan saksi,” ujar Rudiansyah.

Hal lain yang juga sangat penting diperhatikan KPPS dan saksi adalah pencantuman jumlah perolehan suara  caleg disemua tingkatan, calon anggota DPD, dan presiden, sebaiknya tidak ditulis terlebih dahulu sampai kelima kotak suara dibuka dan dihitung, karena ada lima kertas suara, bisa saja terjadi pemilih salah kotak saat  memasukkan kertas  suara. Contohnya, kertas suara untuk DPR-RI masuk ke kotak suara DPRD Kaltim, atau lainnya.

“Pencatuman jumlah perolehan suara di dokumen berita acara perolehan suara, setelah kelima kotak dibuka dan dihitung. Kalau menemukan surat suara di kotak suara yang pertama kali dibuka dan dihitung, kertas suara langsung dimasukkan ke kotak suara yang seharusnya,” kata Rudiansyah.

Kemudian, TPS juga wajib ramah terhadap kaum difabel. TPS harus bisa diakses kaum difabel. Kalau posisi TPS diseberang parit, dibuatkan jembatan bagi kaum difabel untuk masuk ke TPS. “Pemungutan suara dan penghitungan suara tidak hanya dipantau saksi, tapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat,” ungkap Ketua KPU Kaltim. (001)

.