KPU: Permasalahan e-KTP Berpotensi Jadi Malpraktik dalam Pemilu

aa
Hampir sebagian besar narasumber yang berkisah pada BBC Indonesia tak kunjung mendapatkan e-KTP karena keterbatasan blanko. (Hak atas foto DETIKCOM Image caption)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-KPU menilai bahwa kasus jual-beli blangko dan pemalsuan KTP-Elektronik atau biasa disebut e-KTP berpotensi menyebabkan malpraktik dalam pemilu serentak 2019. KTP-Elektronik sendiri menjadi satu-satunya dokumen yang bisa digunakan untuk memilih dalam pemilu nanti. Hal itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. “Bagaimana kalau misalnya dia menggunakan KTP-Elektronik yang bukan keluaran Dukcapil?”, ujar komisioner KPU Viryan Azis kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono, Senin (12/10).

Kekhawatiran ini bermula dari sejumlah masalah e-KTP yang menyeruak beberapa waktu terakhir. Di antaranya, kasus penemuan 2.005 keping e-KTP di area pesawahan Jalan Bojong Rangkong, Pondok Kopi, Duren Sawit, Sabtu (08/12) lalu.

Dari jumlah tersebut, 63 keping di antaranya rusak, sementara sisanya habis masa berlakunya pada tahun 2016, 2017, dan 2018. “Masih berproses untuk mengungkap tentang peristiwa tersebut,” ujar Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo tentang penanganan kasus tersebut, saat dihubungi BBC, Senin (10/12).  “Karena itu dokumen negara, apabila nanti ditemukan pelakunya maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku.”

aa
Proyek e-KTP digelar agar setiap warga Indonesia hanya memiliki satu nomor induk kependudukan. (Hak atas foto DETIKCOM Image caption)

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sendiri meyakini bahwa kasus pembuangan ribuan e-KTP tersebut adalah pekerjaan ‘orang dalam’. “Pasti orang dalam. Sudah apapun, tinggal motivasinya apa, politis kah? Ada motivasi kesengajaan kah?” ungkap Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti dikutip Detikcom, Senin (10/12).

Usut kasus e-KTP

Bareskrim Polri dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil lantas bekerjasama mengusut sejumlah kasus terkait e-KTP. Selain kasus pembuangan ribuan e-KTP di Duren Sawit, kerja sama keduanya juga termasuk penyelidikan kasus pemalsuan e-KTP di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat, yang berawal dari temuan pekan lalu.

Di salah satu kios percetakan di pasar tersebut, ada oknum yang menjual blangko e-KTP bekas dan baru dengan harga masing-masing Rp 150.000 dan Rp 200.000. Selain itu, ia juga menerima jasa pembuatan e-KTP dengan ongkos Rp 500.000. Meski demikian, menurut kepolisian, e-KTP yang ditemukan di sana merupakan e-KTP palsu. “Itu palsu, sudah titik,” ungkap Dedi Prasetyo.

Sebelumnya, polisi juga mengusut kasus jual-beli blangko e-KTP secara online di platform jual-beli Tokopedia.  Dalam kasus tersebut, polisi masih memeriksa pelaku yang merupakan anak dari mantan Kepala Dinas Dukcapil Tulang Bawang, Lampung. Ia menjual 10 blangko e-KTP asli yang diambilnya dari sang ayah. “Masih proses pemeriksaan. Dari polseknya itu kita betul2 harus terpenuhinya 2 alat bukti kalau menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ujar Dedi.  KPU perlu sistem teknologi informasi mumpuni untuk cegah penggunaan e-KTP palsu

Di tengah rentetan kasus pemalsuan hingga jual-beli blangko e-KTP, Komisi Pemilihan Umum yakin mekanisme yang sudah disiapkan menghadapi pemilu serentak 2019 bisa menangkal keberadaan pemilih palsu.”Setiap warga negara yang menggunakan hak pilih itu ada datanya. Jadi akan dengan mudah diketahui, misalnya, (jika) ada data yang lain,” ungkap Viryan. “Kan datanya sudah ada, sudah ada DPT. Jadi bisa dikonfirmasi.”

Namun pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai KPU harus juga menerapkan sistem teknologi informasi yang bisa mengantisipasi penggunaan e-KTP palsu atau ilegal tersebut. “Nah apakah bisa atau akan dilakukan data ulang? kemudian pemilih datang ke kelurahan, ngetap pakai card readernya, ketahuan, oh ini asli, ini palsu,” ungkap Agus kepada BBC News Indonesia, Senin (10/12). “Artinya kan itu harus dilakukan sesuatu secara teknologi, nggak bisa lihat ini (e-KTP) satu-satu.”

aa
November 2017, Kementerian Dalam Negeri meneken kontrak pengadaan 6,75 juta blanko e-KTP. (Hak atas foto KOMPASCOM Image caption)

Agus pernah mendorong KPU untuk menggunakan card reader sebagai alat untuk mengonfirmasi e-KTP asli. Pasalnya, e-KTP dapat dijadikan dokumen pemilih, bila seseorang belum masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap di area tempat tinggalnya berdasarkan alamat KTP.

Menurut Agus, masalah e-KTP ini harus ditanggapi serius, karena bisa menciderai proses demokrasi.

“Ini kan nanti bisa dipakai manipulasi partai-partai peserta pemilu. Ya itu bahayanya, ini kan masalah suara ini,” ujarnya.

KPU sendiri berkomitmen untuk meningkatkan kehati-hatian pada pemilu mendatang.

“Yang akan KPU lakukan dengan peristiwa ini adalah semakin ketat dan semakin hati-hati memberikan kesempatan orang yang belum ada dalam DPT tapi kemudian punya e-KTP. Misalnya ada orang yang tidak dikenal oleh warga setempat – kan bisa juga kami minta dokumen pendukung lainnya, dalam konteks prinsip kehati-hatian. ‘Benar apa enggak nih orangnya’,” pungkas Viryan.

Sumber: BBC News Indonesia