KPU Wacanakan Penyederhanaan Surat Suara Pemilu 2024

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pramono Ubaid Tanthowi  saat hadir sebagai narasumber Seminar Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan 2020 Menuju Pemilu Serentak 2024, yang diinisiasi KPU Kota Balikpapan, Sabtu (29/5/2021). (Foto KPU RI)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA-Keserentakan Pemilu ditambah Pemilihan Kepala Daerah yang akan berlangsung di tahun 2024 berpotensi memunculkan kerumitan bagi pemilih maupun penyelenggara ditingkat bawah. Khususnya terkait jumlah surat suara yang akan digunakan nanti.

Penekanan lebih kepada surat suara pemilu karena seperti diketahui untuk pemilu legislatif (pileg) (DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi dan DPRD kab/kota) serta pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) total ada lima surat suara yang akan digunakan. Sementara untuk pemilihan kepala daerah, tergolong lebih mudah karena hanya ada satu surat suara yang digunakan.

Menyikapi tantangan di 2024 ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui Anggota Pramono Ubaid Tanthowi mengungkapkan rencana menyederhanakan desain surat suara yang akan digunakan untuk Pemilu 2024. Konkretnya, akan hanya ada 1 atau 3 surat suara yang dipegang oleh pemilih ketika memberikan hak suaranya di bilik suara nanti.

“Jadi 5 pemilu tidak harus 5 surat suara. Pemilunya tetap yang dipilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kab/kota dan DPD, tapi tidak harus setiap pemilu tadi satu surat suara,” ungkap Pramono saat hadir sebagai narasumber Seminar Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan 2020 Menuju Pemilu Serentak 2024, yang diinisiasi KPU Kota Balikpapan, Sabtu (29/5/2021).

Menurut Pramono, tujuan dari penyerdehanaan surat suara adalah untuk memudahkan pemilih saat memberikan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Selain itu juga untuk memudahkan kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang pada Pemilu 2019 lalu sempat kelelahan saat melaksanakan proses penghitungan dan penyalinan hasil suara.

“KPPS nya menghitung lebih pendek, karena kalau satu (surat suara misalnya) ya sekali buka tinggal menyebutkan, pilpres dia (pemilih) memilih apa,” tambah Pramono.

Meski demikian wacana ini menurut Pramono juga akan berimbas pada cara penandaan pemilih pada kertas suara. Apabila biasanya pemilih menunjukkan bukti pilihannya dengan cara mencoblos, maka pada Pemilu 2024 nanti, dimungkinkan pemilih menggunakan cara penandaan lain.

“Ke depan kalau tidak mencontreng, melingkari atau bahkan pemilih itu menuliskan,” tutur Pramono.

Pramono lebih lanjut memberikan gambaran, apabila nantinya hanya satu surat suara yang digunakan, maka pemilih ketika menentukan pilihan untuk jenis pilpres maka cukup mencontreng atau melingkari nomor urut pasangan calon.

Berbeda ketika ketika memilih untuk jenis pemilu legislatif DPR RI dan DPRD prov, kab/kota, maka selain melingkari atau mencontreng nomor partai politik juga menuliskan nomor urut calon legislatif pada kolom yang tersedia.

”Contoh memilih partai A caleg nomor 6, berarti partainya apa di contreng atau dilingkari lalu caleg ditulis nomor urut 6,” jelas Pramono.

Meski demikian wacana ini menurut dia masih terus dimatangkan oleh KPU. Tetap dengan tujuan utama apapun caranya, kenyamanan pemilih adalah yang terdepan.

“Jangan sampai salah memilih dan tidak bisa menggunakan hak pilihnya dengan benar. Karena secara teknis kan KPU paling penting itu, pemilih dapat menggunakan hak pilih dengan nyaman,” ucap Pramono.

Sebagaimana diketahui, pada sejumlah pertemuan KPU menegaskan komitmennya untuk mempermudah proses tahapan Pemilu dan Pemilihan 2024 yang diprediksi akan berjalan sangat kompleks.

Selain wacana yang disebutkan di atas, wacana atau usulan lain yang akan disampaikan KPU adalah masa persiapan yang lebih panjang untuk dua jenis pemilihan di 2024 (apabila Pemilu 2019 persiapan hanya 20 bulan maka untuk Pemilu 2024 menjadi 30 bulan).

Peniadaan kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih dengan lebih memperkuat proses pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB). Mendorong penggunaan Sipol serta meminta kepada partai politik untuk rutin melakukan pemutakhiran data Sipol. Dan yang terakhir penggunaan rekapitulasi elektronik melalui Sirekap.

“Tapi memang untuk melaksanakan terobosan tadi dibutuhkan landasan hukum yang kokoh. Ini jadi syarat mutlak. Maka kita mendorong ada revisi terbatas UU Pemilu dan UU Pemilihan atau sekurangnya Perppu untuk mengakomodir desain surat suara, Sirekap, kampanye dan seterusnya. Dan peraturan teknis itu dituangkan di PKPU yang konsisten dijalankan semua pihak,” tutup Pramono.

Turut hadir dalam kegiatan Seminar Nasional ini Ketua dan Anggota KPU Kalimantan Timur, Ketua dan Anggota KPU Kota Balikpapan, para komisioner KPU kab/kota di Kalimantan Timur, pimpinan partai politik, akademisi dari Universitas Mulawarman serta pemangku kepentingan (stakeholder) di Kalimantan Timur lainnya.

Sumber : Humas KPU RI | Editor : Intoniswan

Tag: