
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Sebuah terobosan teknologi lahir dari tanah Borneo, lewat Kompor Berbasis Biobriket Alternatif (KOBRA), sebagai inovasi ramah lingkungan yang memanfaatkan limbah sawit sebagai sumber energi bersih.
Proyek ini merupakan hasil sinergi antara Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Yayasan Mitra Hijau (YMH).
Kompor KOBRA tidak hanya sekadar alat masak, melainkan juga solusi multifungsi yang mengubah limbah pertanian menjadi energi listrik.
Ketua tim peneliti, Yunita Triana menjelaskan, bahan bakar utama KOBRA adalah biobriket dari tandan kosong dan pelepah kelapa sawit, direkatkan dengan limbah kulit singkong.
“Dengan luas lahan sawit di Kalimantan Timur mencapai 1,3 juta hektare, potensi limbah yang bisa diolah sangat besar. Tandan kosong bisa mencapai 17 juta ton per tahun, belum termasuk pelepahnya,” kata Yunita, dalam keterangan resmi, Kamis 12 Juni 2025.
Keunggulan kompor ini terletak pada sistem pembakarannya. Panas dari bio briket dikonversi menjadi energi listrik lewat Thermoelectric Generator (TEG), yang kemudian digunakan untuk mengaktifkan kipas otomatis dalam kompor.
Teknologi ini menghilangkan kebutuhan mengipasi api secara manual, dan meningkatkan efisiensi pembakaran.
Dengan biaya pembuatan sekitar Rp 350 ribu, KOBRA mampu menghemat hingga 437 kWh energi per tahun. Riset juga membuka peluang pengembangan lanjutan, termasuk integrasi dengan tenaga surya untuk mendukung kawasan minim akses listrik.
Tim inovator terdiri dari dosen dan mahasiswa ITK, termasuk Riza Hudayarizka, Widi Astuti, Riza Hadi Saputra, serta mahasiswa M Bintang Adiputra, M Ihsan Noor Isnan, Yosua Situmeang, Yurischa Deify Utami, dan Hana Fadhillah.
Ketua Dewan Pembina YMH, Dicky Edwin, menegaskan pemanfaatan limbah menjadi energi, merupakan langkah strategis dalam mempercepat transisi energi bersih di Indonesia.
Meski negara ini memiliki potensi bio energi hingga 57 gigawatt, baru sekitar 2 gigawatt yang dimanfaatkan hingga tahun 2022.
“Kita tak bisa menunggu lebih lama. Krisis iklim sudah di depan mata,” tegas Dicky, seraya mengingatkan bahwa rekor hari terpanas global terus terpecahkan sejak 2023 hingga 2024.
Dijelaskan juga, mayoritas dari 5.400 bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang 2023 adalah akibat perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Untuk itu, solusi lokal seperti KOBRA dinilai sangat penting.
Inovasi ini tidak hanya memberi harapan untuk masa depan energi terbarukan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana limbah dapat menjadi berkah, asal dikelola dengan riset, kolaborasi, dan visi keberlanjutan.
Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi
Tag: BalikpapanEnergiEnergi Baru TerbarukanKaltimTeknologi