Luas Hutan Dikelola Masyarakat 5,4 Juta Hektar, Meningkat 1,35%

aa
Wakil Gubernur Kaltim, H Hadi Mulyani menjadi inspektur upacara Peringatan Hari Bahkati Rimbawan Tahun 2019, Senin (18/3/2019). (Foto Dinas Kehutanan Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA- Pada akhir tahun 2018 dari 126 juta hektar hutan,  tercatat area berizin seluas 39,72 juta hektar.  Alokasi areal hutan izinnya diberikan ke masyarakat seluas 5,4 juta hektar (13,49%) , meningkat  1,35% dibandingkan tahun 2014. Sedangkan alokasi perizinan  untuk swasta seluas 32,7 juta hektar (86,37%) menurun dibandingkan tahun 2014 (98,53%).

Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya dalam sambutannya memperiganti Hari Bahkati Rimbawan Ke-36 Tahun 2019 yang dibacakan Wakil Gubernur Kaltim, H Hadi Mulyadi dalam upacara yang dilaksanakan di Samarinda, Senin (18/3/2019).

Dikatakan, sejak tahun 2015-2018 (tiga tahun) terakhir pemerintah telah menerbitkan izin pengelolaan kawasan hutan seluas 6,49 juta hektar, Komposisinya, yang diserahkan ke masyarakat seluas 4,91 juta hektar (75,54%)  dan untuk swasta hanya 1,57 hektar (24,46%). “Dengan demikian, terjadi evolusi alokasi hutan dari semula pada periode 2014 dan pada periode 2015-2018,” kata menteri.

Meningkatnya luasan hutan yang izin pengelolaanya diberikan  ke masyarakat, kata menteri, menunjukkan bahwa sedang terjadi dan terus dilakukan langkah-langkah korektif bidang kehutanan dan lingkungan. Pokok-pokok koreksi yang dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo di bidang kehutanan difokuskan pada upaya penataan ulang alokasi sumber daya hutan dengan; Pertama, mengedepankan izin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial. Kedua; implementasi secara efektif moratorium penerbiatan izin baru di hutan alam primer dan gambut. Ketiga; moratorium izin baru perkebunan sawit selama 3 tahun, sejak Nopember 2015.

Keempat; melakukan pengawasan pelaksanaan izin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif. Kelima; mendorong kerja sama hutan  sosial. Keenam; membangun konfigurasi bisnis baru. Dan ketujuh; mendodrong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/sarana (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/pengungsi).

Menurut Siti Nurbaya, langkah korektif juga dilakukan dengan pengembangan instrumen kebijakan maupun  operasional yang meliputi lima hal; Pertama; artikulasi implementasi regulasi (contohnya siaga darurat dalam kebakaran hutan dan lahan). Kedua; instrumen pengukuran (seperti ISPU untuk analisis harhutla selain hotspots). Ketiga; instrumen kontrol sistem informasi penata usahaan hasil hutan (SIPUH), sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), dan lainnya. Keempat; perizinan sebagai instrumen pengawasan. Kelima; regulasi sebagai instrumen pembinaan kepada pemerintah daerah dan dunia usaha, serta usaha-usaha lainnya menurut kondisi lapangan. (001)