Mahasiswa Gempur Rektorat Unmul, Tuntut Evaluasi Total Kampus!

Presiden BEM KM Unmul Muhammad Ilham Maulana melakukan orasi lantang di depan Gedung Rektorat pada Jumat sore (15/8). (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Gedung Rektorat Universitas Mulawarman kembali digempur puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas pada Jumat sore (15/8) sekitar pukul 15.00 WITA. Aksi bertajuk ‘Evaluasi Total Universitas Mulawarman’ tersebut dipimpin oleh Presiden BEM KM Unmul, Muhammad Ilham Maulana.

Berbagai perwakilan fakultas pun menuntut sejumlah hal krusial yang harus ditanggapi oleh pihak Universitas Mulawarman, mulai dari transparansi dan tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT), hingga soal pemberantasan pungutan liar (pungli) yang mereka sebut masih marak terjadi di lingkungan kampus.

Tak hanya itu, para mahasiswa juga meminta dilakukannya evaluasi menyeluruh kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, penolakan keterlibatan serta kehadiran aparat militer dalam kegiatan akademik, jaminan kebebasan demokrasi dan ruang akademik bagi mahasiswa.

Berdasarkan pantauan wartawan Niaga.Asia, para mahasiswa membentangkan spanduk, poster, dan menggunakan pengeras suara untuk menyuarakan keluhan bahwa kampus tertua di Kaltim ini belum mampu memenuhi hak dasar mahasiswa, meski tahun depan usianya genap 63 tahun.

Presiden BEM KM Unmul, Muhammad Ilham Maulana, dalam orasinya menegaskan bahwa aksi ini lahir dari kecintaan para mahasiswa terhadap kampus almamater kuning, bukan kepentingan fakultas tertentu.

“Bulan depan Unmul berusia 63 tahun, tapi problem yang sama terus berulang. Masalah PKKMB bukan sekadar soal GOR 27 kemarin, tapi nasib hak-hak seluruh mahasiswa,” ujarnya.

Ilham juga menyoroti mahalnya UKT yang semakin memberatkan banyak mahasiswa. Suasana aksi tersebut pun memanas saat ia memantik semangat para mahasiswa dengan menyanyikan yel-yel sindiran.

“Naik, naik UKT naik, tinggi, tinggi sekali. Kiri, kanan kuliah saja, fasilitasnya enggak ada. Ini bukan sekadar nyanyian, tapi fakta yang kita alami. Kita tidak mau penerus kita merasakan hal yang sama, makanya kita minta evaluasi total Universitas Mulawarman,” terangnya.

Korlap aksi, Alif, dan perwakilan dari BEM FIB, Tian, turut ambil bagian menyoroti persoalan teknis dan substansial PKKMB 2025. Menurut mereka, GOR 27 tidak layak menampung lebih dari 6.000 mahasiswa baru, namun alternatif tempat yang sebelumnya sempat diajukan mahasiswa ditolak.

Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unmul, Moh Bazar menerima perwakilan massa aksi ‘Evaluasi Total Universitas Mulawarman’ di depan Gedung Rektorat, Jumat (15/8) sore. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Lebih jauh, kehadiran Pangdam dalam acara ini juga dipandang sebagai bentuk militerisasi kampus. Seharusnya, PKKMB 2025 menjadi ruang penyambutan yang ramah, edukatif, dan mendorong kebebasan berpikir, bukan ajang seremonial yang menghadirkan figur militer dan mengekang ruang demokrasi mahasiswa.

“Rektorat kita dengan gagah dan petantang-petentengnya, mempertontonkan kepada kita dan mahasiswa baru, bagaimana mesranya mereka dengan aparat. Harusnya pihak aparat ini kan tidak boleh masuk ke kampus karena itu bukan ranah mereka,” jelasnya.

Tian menambahkan, bahwa pihak panitia PKKMB juga menolak usulan nama-nama narasumber yang dinilai lebih relevan dengan dunia pendidikan dan pembinaan intelektual mahasiswa baru.

“Masuknya militer mencederai intelektual kampus. Itu tanda demokrasi dibatasi, dan pembatasan kritik adalah ciri negara yang takut pada rakyat,” paparnya.

Ia juga menilai intimidasi dan intervensi masih menjadi hambatan bagi ruang aman gerakan mahasiswa. Padahal sebuah kritikan tersebut berangkat dari realitas sosial. Dalam artian, sebuah kejadian yang benar-benar terjadi di kehidupan masyarakat.

“Ketika itu dibatasi, artinya pemerintahan ini tidak lagi berpihak kepada masyarakat,” imbuhnya.

Tian pun mengutip sebuah perkataan dari Seno Gumira Ajidarma, seorang sastrawan, jurnalis, sekaligus akademisi Indonesia yang terkenal karena karya-karyanya kerap kali memadukan realitas sosial-politik dengan kekuatan narasi sastra.

“Jika jurnalisme dibungkam, maka saatnya sastra yang berbicara. Jika jurnalisme yang berbicara dengan data, maka sastra berbicara dengan kebenaran. Jangan bungkam suara mahasiswa,” tegasnya.

Salah satu perwakilan dari Fakultas Pertanian Unmul, Adrian, menambahkan bahwa PKKMB 2025 bahkan membuat sekitar 60 mahasiswa pertanian tumbang akibat panas dan sangat padatnya GOR 27 yang menjadi lokasi utama kegiatan.

Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya mengganggu jalannya acara, tetapi juga membahayakan keselamatan peserta.

“Orang tua mahasiswa baru memesankan anak-anaknya kepada kita. Tapi ketika PKKMB kemarin, mereka tumbang. Bahkan ambulans kami yang sediakan sendiri. Mirisnya lagi, Pangdam diundang seolah tidak ada dosen Pancasila di kampus ini,” kritiknya.

Pada kesempatan itu, mahasiswa bernama Renaldi Saputra pun ikut menuntut klarifikasi terkait permintaan maaf pihak Unmul kepada Pemerintah Provinsi Kaltim, yang dinilainya benar-benar menyudutkan mahasiswa FKIP.

Ia menegaskan tindakan mahasiswa FKIP sah secara hukum dan dijamin demokrasi. Karena itu, tidak sepatutnya melakukan permintaan maaf tersebut.

“Tolong sampaikan untuk mengcounter itu. Apakah tindakan kawan-kawan FKIP adalah tindakan yang tidak bermoral atau salah. Apa yang dilakukan mahasiswa FKIP sudah benar dan dijamin oleh hukum di Indonesia,” tuturnya.

Adapun tuntutan mahasiswa mengajukan enam poin tuntutan:

1. Mendesak Rektor Universitas Mulawarman untuk tidak melakukan intimidasi dan melawan segala bentuk intimuasi;
2. Memberikan hak penuh pengelolaan PKKMB kepada mahasiswa;
3. Menolak UKT mahal;
4. Mendesak transparansi anggaran dan pembaharuan monev Universitas Mulawarman;
5. Tangkap pelaku pungli di lingkup Universitas Mulawarman;
6. Keluarkan pelaku kekerasan seksual dari lingkup Universitas Mulawarman.

Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Mulawarman, Moh Bahzar, yang menerima aspirasi, mengatakan akan menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada rektor yang saat ini sedang bertugas di luar kota.

Ia mengakui perlu dilakukan evaluasi secara besar-besaran terhadap PKKMB 2025, namun meminta mahasiswa untuk menyampaikan data konkret terkait dugaan pungli.

“Soal PKKMB kemarin memang darurat. Tahun depan insyaallah kita ubah besar-besaran. Kalau ada pungli, laporkan dengan bukti, foto, tanggal, nama. Jangan hanya tuduhan,” kata Bahzar.

Ia juga mengklaim bahwa kasus kekerasan seksual telah ditindaklanjuti dengan sanksi berat, meski tidak dipublikasikan. Kemudian mengenai UKT, hal itu ranah dari Wakil Rektor II, namun ia berjanji mengatur pertemuan BEM dengan rektor setelah kembali.

Menimpali pernyataan itu, Ilham menegaskan bahwa dugaan pungli sudah pernah diadukan sebelumnya, termasuk ketika BEM diminta membayar ketika ingin menggunakan gedung kampus. Ia juga meminta kepada WR III agar semua kelembagaan mahasiswa dilibatkan dalam perencanaan PKKMB.

Bahzar membalas dengan ajakan untuk duduk bersama membahas format PKKMB ke depan dan berbagai tuntutan lainnya.

“Hak Anda kami lakukan asal ada argumen yang benar. Kami ingin masukan, bukan hanya kritik. Kita perbaiki ke depan, kita tunggu pak Rektor balik dulu,” jawabnya.

Aksi diakhiri dengan komitmen mahasiswa Universitas Mulawarman untuk bersama-sama mengkonsolidasikan langkah lanjutan jika tuntutan belum dipenuhi.

“Kami akan terus bergerak sampai ruang demokrasi kampus benar-benar terwujud,” tutup Ilham.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: