
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda masih belum bisa untuk melunasi seluruh tunggakan gaji dan hak-hak puluhan eks karyawannya, meski batas waktu yang dijanjikan tanggal 29 Agustus 2025 sudah terlewati.
Kuasa hukum RSHD Samarinda, Febronius Kusi Kefi dari Advice Law Office, menegaskan bahwa pihak rumah sakit tidak akan lari dari tanggung jawabnya. Menurutnya, manajemen masih berkomitmen penuh untuk menyelesaikan tunggakan, meski proses negosiasi dengan calon investor belum menemui titik terang.
“Rumah sakit tetap berkomitmen untuk melakukan pembayaran terhadap tunggakan upah karyawan. Artinya tetap konsisten untuk menyelesaikannya. Sampai saat ini, kami juga masih dalam tahap negosiasi dengan calon buyer atau investor. Kami berupaya agar hak-hak eks karyawan tetap bisa dibayarkan,” ujarnya saat dihubungi Niaga.Asia, Jumat (5/9).
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, mengonfirmasi, pihaknya telah menerima surat resmi dari manajemen RSHD pada Kamis kemarin (4/9). Dalam surat itu, manajemen meminta waktu dengan alasan harus menjual aset-aset rumah sakit guna melunasi kewajiban mereka.
“Mereka mohon pengertian agar karyawan bersabar. Alasannya karena akan menghitung aset-aset dan menjualnya untuk membayar upah. Kami tetap ingatkan soal penetapan upah, lembur, dan kekurangan upah yang wajib dijalankan,” jelasnya.
“Disnakertrans mengaku sudah melaporkan progres ini ke Komisi IV DPRD Kaltim. Dari 57 karyawan yang mengadu, termasuk di antaranya dua dokter,” kata Rozani.
Dihubungi terpisah, salah satu dari puluhan eks karyawan RSHD lainnya mengaku kecewa lantaran janji pembayaran kembali meleset. Padahal mereka sempat menaruh harapan besar saat kuasa hukum dari rumah sakit menjanjikan adanya ‘kabar baik’ menjelang tenggat. Namun, pada 29 Agustus tidak ada perkembangan yang disampaikan.
“Benar, kami sudah menunggu sampai tanggal 29 Agustus, tapi enggak ada informasi sama sekali. Bahkan sampai hari ini pun enggak ada kabar dari pihak manajemen. Kami mencoba follow up ke Disnakertrans Provinsi Kaltim, tapi terakhir mereka komunikasi juga hanya sampai 27 Agustus dengan kuasa hukum,” terangnya.
Ia turut menceritakan bahwa sejumlah rekan seperjuangannya pun sempat mendatangi Disnakertrans Kaltim pada Senin (1/9) untuk meminta kejelasan pembayaran. Namun tetap saja hasilnya nihil, mereka diminta menunggu tindak lanjut resmi dari dinas.
“Kabarnya, Disnakertrans Kaltim juga sudah menerbitkan Nota Pemeriksaan I pada 15 Agustus 2025 yang memberi waktu 30 hari kepada RSHD. Apabila sampai 15 September tidak juga ada pembayaran, Disnakertrans akan menerbitkan Nota II dengan tenggat 7 hari. Jika masih diabaikan, maka kasus ini akan masuk tahap penyidikan,” paparnya.
Terkait kabar bahwa RSHD akan dijual, ia pun membenarkan sempat mendengar informasi itu. Namun hingga kini belum ada kepastian kapan pembayaran hak-hak karyawan benar-benar bisa terealisasi. Dari 57 orang yang mengadu ke Disnakertrans, belum satu pun menerima gaji, lembur, maupun BPJS.
Disinggung soal total keseluruhan tunggakan yang harus dibayarkan pihak manajemen, ia mengaku tidak mengetahui pasti besarannya. Disnakertrans Kaltim hanya menyampaikan bahwa total lembur 57 karyawan mencapai sekitar Rp280 juta.
Sementara data rinci mengenai gaji pokok, BPJS, dan hak lainnya tidak dibuka ke publik. Salinan nota tidak diberikan kepada eks karyawan karena bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak RSHD.
Hingga saat ini, para eks karyawan berharap janji manajemen RSHD tidak kembali meleset. Sebab harapannya cuma satu, semua hak-hak mereka dapat segera dibayarkan.
“Kasihan teman-teman yang lama menunggu. Sampai ada yang sudah pulang kampung ke Paser, Grogot, bahkan ada juga yang ke Jawa dan Sulawesi. Harapan kami hanya satu, yakni segera dibayar,” tegasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: Ketenagakerjaan