Masyarakat Dayak Tenggalan Perda Nunukan Tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat  

Masyarakat dayak tenggalan membentangkan spanduk meminta pengakuan keberadaan sukunya di Perda Nunukan (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA– Masyarakat dari suku Dayak Tenggalan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) menyampaikan protes ke DPRD Nunukan, karena Peraturan Daerah (Perda) Nunukan Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat, tidak mengakui keberadaan mereka.

Ketua Lembaga Adat Dayak Tenggalan Provinsi Kaltara, Yagung B mengatakan, kehadiran masyarakat ke gedung DPRD sebagai bentuk penolakan terhadap Perda yang tidak mengakui keberadaan Dayak Tenggalan sebagai suku di wilayah Kabupaten Nunukan.

“Suku Dayak Tenggalan sudah ada sebelum pemekaran Kabupaten Nunukan, bahkan sebelum Indonesia merdeka,” kata Yagung  dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Nunukan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Gat Kalep, Rabu (16/11/2022).

Masyarakat Dayak Tenggalan berada di Kecamatan Sembakung, Sebuku, Lumbis dan Tulin Onsoi. Para tokoh-tokoh suku Dayak Tenggalan yang asli pribumi ini pernah ikut berperang membela Indonesia di masa penjajahan Belanda.

Keturunan anak cucu suku Dayak Tenggalan masih bermukim di  wilayah-wilayah daratan Kabupaten Nunukan hingga ke wilayah Tana Tidung dan Malinau. Keberadaan masyarakat dan lembaga adat Dayak Tenggalan diakui  Pemerintah Provinsi Kaltara.

“Gubernur Kaltara H. Zainal A Paliwang ikut menghadiri pelantikan pengurus lembaga adat suku Dayak Tenggalan di Kecamatan Sembakung Atulai. Ini tanda keberadaan kami diakui,” tuturnya.

Sebagai suku asli di Kaltara, Yagung mempertanyakan alasan pemerintah daerah tidak memasukan suku Dayak Tenggalan dalam daftar-daftar suku di Kabupaten Nunukan.

Sementara itu, Pengurus Lembaga Adat Suku Dayak Tenggalan Nunukan, Ramli menyebutkan, kepengurusan Lembaga Adat Tenggalan sempat vakum berapa tahun, namun adat dan istiadat kehidupan masyarakat Tenggalan tetap ada.

“Musyawarah Besar (Mubes) kepengurusan terakhir tahun 1997, setelah itu vakum dan baru kembali melaksanakan pelantikan pengurus di tahun 2021,” tuturnya.

Tanpa menyinggung suku adat lainnya, Ramli meminta keberadaan suku Dayak Tenggalan diakui dan dimasukkan dalam Perda Nunukan tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana suku-suku lainnya.

Senada dengan itu, Kepada Adat Besar Dayak Tenggalan Nunukan, Donal mempertanyakan apakah dalam pembuatan Perda tentang pemberdayaan masyarakat hukum adat telah dilakukan kajian terhadap seluruh suku yang ada di Kabupaten Nunukan.

“Saya sejak lahir sudah diberitahu orang tua kami bahwa kita ini suku Dayak Tenggalan. Pertanyaan saya?, kenapa suku kami tidak ada dalam Perda,” ucapnya.

Komisi I Baru Mengetahui

Menanggapi protes suku adat tenggalan, anggota Komisi I DPRD Nunukan Hj. Nursam mengaku baru mengetahui ada persoalan penting dan sangat urgen di Perda tersebut harus diselesaikan pemerintah bersama DPRD.

“Kalau ini dianggap urgen kenapa tidak persoalan ini harus dibahas dan cari solusi. Indonesia memiliki banyak suku dan bahasa, itulah kenapa kita sebut NKRI,” bebernya.

Sejak menjabat anggota tahun 2009 hingga sekarang, Nursam menyampaikan permintaan maaf jika keberadaan Perda menimbulkan permasalahan bagi masyarakat adat. Untuk memenuhi aspirasi masyarakat, dirinya meminta DPRD dan masyarakat mengajukan revisi Perda tersebut.

Komisi I DPRD Nunukan berjanji akan membantu keinginan masyarakat untuk mendapatkan pengakuan suku Dayak Tenggalan sebagaimana suku-suku baik suku pendatang dan asli lainnya yang menempati Kabupaten Nunukan.

“Terima kasih atas kehadiran saudara-saudara DPRD menyampaikan aspirasi, tanpa kejadian ini kami tidak tahu ada persoalan dalam Perda Nunukan,” terangnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: