Masyarakat Merasa Dikriminalisasi Perusahaan Perkebunan Sawit

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Green Of Borneo (GOB) dampingi masyarakat  5 desa di Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan berhadapan dengan perusahaan perkebunan sawit. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Kepala Desa Bebanas, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara,  Jamri menyatakan sengketa lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan pengelola hutan tanaman industri (HTI) telah  menimbulkan rasa permusuhan antara masyarakat dan perusahaan.

“Tidak sedikit warga dilaporkan ke Polisi dan dipenjara akibat dituduh mencuri buah sawit.

Warga memanen sawit di lahan mereka sendiri,  tapi perusahaan mengklaim sawit di tanam di lahan HGU mereka,” kata Jamri pada Niaga.Asia, Rabu (13/4/2022).

Dua perusahaan perkebunan sawit, PT Karang Juang Lestari (KHL) dan PT Bulungan Hijau Lestari (BHP) dan satu perusahaan HTI, PT Adindo Hutani Lestari mengklaim HGU mereka mencakup juga lahan masyarakat  di 5 desa yaitu, Desa Tetaban, Desa Melasu Baru, Desa Bebanas, Desa Lulu dan Desa Sujau, di Kecamatan Sebuku.

Ketidakjelasan batasan HGU dengan lahan masyarakat,  menyebabkan 3 warga Sebuku dilaporkan ke Polda Kaltara dan terakhir tahun 2021 pihak perusahaan melaporkan 4 warga atas dugaan pencurian buah sakit.

Kriminalisasi  masyarakat sangat menyakitkan, masyarakat juga  merasa telah kehilangan hak hidup di kampungnya sendiri, tidak ada lagi tempat untuk berkebun ataupun membangun rumah di atas tanah milik nenek moyang sendiri.

Izin perkebunan kelapa sawit yang diterbitkan saat itu oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan izin HTI yang diterbitkan Kementerian Kehutanan sekira tahun 2004 tak memisahkan dengan lahan pemerintahan desa dan masyarakat desa.

“Sekarang yang terjadi semua tanah dalam penguasaan perusahaan HTI dan sawit,” kata Jamrin.

“Kami seperti warga asing di tanah sendiri, berbeda dengan warga transmigrasi yang diakui memiliki lahan untuk bermukim dan berkebun,”  tambahnya.

Jamri menjelaskan, sejak dibukanya perkebunan sawit PT BHP, masyarakat tidak pernah melihat adanya kerjasama dalam bentuk plasma, tidak juga ditemukan dimana lokasi plasma milik perusahaan.

Menurut Jamri, PT BHP telah membuat laporan palsu ke pemerintah daerah tentang kewajiban 20 persen tanaman plasma, perusahaan mempraktekkan cara-cara licik dalam menguasai lahan masyarakat lokal.

“Laporan mereka ada plasma, tapi ketika ditanya dimana kebingungan jawabnya. Kalau PT KHL adalah plasmanya kita rasakan,” ujar Jamri.

Pendampingan LSM GOB

Kegelisahan masyarakat  5 desa atas perusahaan perkebunan sawit,  mendapat perhatian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Green Of Borneo (GOB). Kelompok pemerhati lingkungan ini memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk mendapatkan haknya.

“Beberapa tahun ini kami meneliti dan mendalami persoalan di 5 desa Kecamatan Sebuku,” kata Ketua LSM GOB), Nelwan Krisna Wardany.

Nelwan menilai, persoalan di Kecamatan Sebuku hampir serupa dengan peristiwa di Kinipan, Kalimantan Tengah, yang sama-sama dimulai dari deforestasi, penguasaan lahan yang jika dibiarkan bisa membuat warga tergusur dari lahan adatnya sendiri.

Berdasarkan hasil Investigasi GOB, terlihat kekuatiran dari masyarakat akan habisnya lahan-lahan kosong ataupun lahan yang telah dimiliki puluhan tahun akibat klaim HGU perusahaan.

Sebagai contoh, kawasan administratif Desa Bebanas luas sekitar 8.969,2 Ha. Dari luasan tersebut, sekitar 3.479,71 Ha masuk penguasaan PT. KHL dan 1.856,29 Ha masuk PT BHP, ditambah  sekitar 68,85 Ha masuk PT NBS dan.

“Disana terdapat pula kawasan PT. Inhutani (GAL) seluas 1.234,99 Ha, dan PT. Adindo sekitar 1.283,39 Ha, jelasnya.

Selanjutnya, Desa Lulu dengan luas administrasi desa sekitar 7.504,88 Ha. Lahan APL seluas 835,68 Ha. PT. KHL sekitar 1.554,24 Ha, PT. BHP sekitar 784,34 Ha, PT. NBS sekitar 371,29 Ha dan PT. Adindo sekitar 1.299,47 Ha.

Desa Sujau dengan luas desa sekitar 26.024,57 Ha. APL sekitar 3.288,73 Ha. PT. BHP sekitar 1.270,12 Ha, PT. NBS sekitar 10.275,18 Ha, PT. Adindo sekitar 1,95 Ha, PT. Inhutani (GAL) sekitar 7.858,21 Ha.

Desa Melasu Baru dengan luas administrasi desa sekitar 4.654.127.029 Ha. PT. BHP sekitar 482.404.746 Ha, PT. KHL sekitar 1.968.010.391 Ha, dan PT. Adindo sekitar 1.769.501.477 Ha.

Desa Tetaban dengan luasan 5.548.356,409 Ha, penguasaan lahan oleh perusahaan PT. BHP sekitar 149.530.705 Ha, PT. KHL 595.588.433 Ha dan PT. Adindo 2.226.086.653 Ha.

“Kita berusaha bekerja sebaik mungkin mendampingi persoalaan ini, kita berjuang bersama masyarakat mendapatkan keadilan,” tutupnya.

Penulis : Budi Anshori : Editor : Rachmat Rolau

Tag: