Menengok Murid SD di Samarinda, Diusir Guru Gegara Tak Punya HP & Seragam

Siti Munawarah (kiri) dan keponakannya murid SD yang diusir gurunya (tengah) ersama adiknya saat ditemui, Jumat 3 Juni 2022 (Foto : niaga.asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Dunia pendidikan di Samarinda jadi perhatian publik dua hari ini. Dikabarkan, seorang murid perempuan usia 10 tahun yang duduk di kelas IV SDN 002 Jalan Cokroaminoto Samarinda Seberang, diusir gurunya saat hendak mengikuti ujian semester II, Selasa (31/5) lalu, karena sudah lama tidak bersekolah. Lantas seperti apa keseharian anak itu di rumahnya?

niaga.asia menyambangi kediaman anak itu di Jalan Pangeran Bendahara Gang Pertenunan 2 RT 02 Kelurahan Baqa siang ini tadi. Menuju ke rumahnya ditempuh sekitar 35 menit dari pusat kota kawasan Jalan Dahlia.

Rumah berwarna cat hijau yang didiami anak perempuan itu begitu sederhana. Di bagian teras, terlihat pajangan jajanan makanan ringan khas anak-anak. Tidak ada kursi tamu di rumah itu. Wartawan pun duduk bersila. Waktu saat itu menunjukkan pukul 14.10 WITA.

“Ibunya (murid perempuan kelas IV SD) sudah meninggal. Kemudian ayahnya cacat tangan kanannya sudah tidak bisa bekerja, dan sekarang bermasalah hukum,” kata Siti Munawarah (37), tante  dari murid yang jadi korban pengusiran tersebut mengawali perbincangan bersama niaga.asia di rumahnya, Jumat siang.

Di rumah itu, Siti Munawarah tinggal bersama anak itu dan adik perempuannya berusia 9 tahun. Tidak hanya itu, ada lagi 4 anak lainnya tak lain adalah anak kandung dari Siti Munawarah.

“Jadi ada 6 anak yang saya rawat,” ujar Siti.

Keseharian anak itu dan adiknya yang sama-sama perempuan, membantu mengurus rumah dan membantu berjualan jajanan yang penghasilannya pun tak seberapa.

Pandemi COVID-19 melanda sejak Maret 2020 lalu hingga dua tahun ini. Mensiasati pembelajaran anak didik, dilakukan pola belajar secara daring (online) di rumah.

Belajar daring itu, mau tidak mau, suka tidak suka, secara tidak langsung mengharuskan murid peserta didik memiliki telepon selular, beserta paket internet.

“Dia ada punya HP tapi HP kecil sudah lama, dan sering error. Jadi kalau dipakai belajar online sering mati hidup, mati hidup. Akhirnya tidak bisa digunakan lagi,” terang Siti.

Keseharian anak didik ini selain sesekali membantu mengurus rumah juga membantu berjualan (Foto : niaga.asia)

Siti memutar kepala agar anak itu tetap bisa belajar. Namun demikian tersadar, tidak ada dana memadai untuk membelikan anak itu telepon selular baru.

Persoalan bukan cuma sampai di situ. Anak itu pun memerlukan pakaian sekolah baru, karena seragam sekolah yang ada sudah cukup kecil dikenakan anak itu.

“Sempat hampir setahun tidak belajar online. Sementara keponakan saya ini ingin sekali belajar, dan pergi ke sekolah. Tapi uang dari mana ya?” ungkap Siti.

Namun sayang selama itu, tidak ada tenaga pendidik dari sekolah itu yang datang menemui anak murid itu di rumahnya, mencari tahu kendala yang dihadapi anak itu. Hingga akhirnya beredar kabar, digelar ujian Semester II kenaikan kelas V pada Senin (30/5) lalu.

“Keponakan saya sempat ditanya teman-temannya kenapa kamu tidak sekolah?” sebut Siti.

Kondisi anak didik itu akhirnya sampai ke telinga relawan sosial. Donatur pun memberikan bantuan membelikan pakaian. Pada hari Senin itu, semestinya murid itu mengikuti ujian di sekolah.

“Tapi kita gunakan hari Senin itu beli pakaian seragam di Pasar Pagi dari bantuan donatur,” kata salah seorang relawan, M Kadir Zailani (28), di kesempatan yang sama dalam perbincangan di rumah itu.

Murid itu menurut Kadir terlihat bahagia, akan kembali bersekolah dan bertemu teman-temannya saat ujian. Namun sayang, persoalan baru muncul saat anak itu diantar ke sekolahnya sehari kemudian, Selasa (31/5) pagi.

Anak murid itu memang sempat masuk ke ruang kelas di lantai dua untuk mengikuti ujian sekolah. Sementara Kadir, pergi ke luar sekolah membelikan peralatan tulis. Namun belakangan dia terkejut bukan kepalang melihat anak itu justru menangis di pinggir jalan, di luar pagar sekolah. Warga sekitar pun menaruh iba saat itu.

Kadir bertanya kepada murid itu, bahwa perkataan gurunya benar-benar membekas di ingatan, dan membuat dia menangis. Meski murid itu sudah berada di dalam kelas bersiap mengikuti ujian bersama teman-teman sekelasnya.

“Kamu turun dulu, panggil orangtuamu,” kata Siti menirukan pernyataan keponakannya itu dari omongan gurunya.

M Kadir Zailani seorang relawan sosial ikut dalam perbincangan bersama wartawan, Jumat 3 Juni 2022 (Foto : niaga.asia)

Kadir kembali menerangkan, setelah dia mencoba mediasi, murid itu memang sempat hendak dibawa kembali kelasnya untuk mengikuti ujian. Namun sayang, ada salah satu guru lainnya yang menurutnya terkesan menarik tangan murid itu ke lantai dua, dan kembali ke kelas.

“Kondisinya menangis, dia sudah tidak mau ikut ujian,” terang Kadir.

Hingga akhirnya, Siti mendengar kejadian itu kepada keponakannya. Dia pun tidak bisa menyembunyikan air matanya, keponakannya seorang piatu sepeninggal ibu kandungnya, mendapat perlakuan itu.

“Karena takut, keponakan saya tidak mau sekolah di sekolah itu lagi,” ungkap Siti lagi.

“Saya sempat temui guru itu di sekolah. Dia bilang tidak mengusir, cuma bilang begitu (kamu turun dulu, panggil orangtuamu),” jelas Siti.

Kembali disampaikan Kadir, dari bantuan donatur, dipastikan akan menanggung biaya pendidikan murid itu hingga selesai jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Keinginan, kemauan adik kita itu untuk bersekolah harus dibantu. Alhamdulillah donatur siap membantu pendidikan sampai selesai,” jelas Kadir.

Kadir sendiri, adalah relawan bergerak di bidang sosial untuk merawat anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu. Kadir pun sempat mengutip potongan Surat Al-Ma’un dalam Al-Quran.

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,” demikian Kadir mengakhiri perbincangan hingga sore ini.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: