Menengok Thrift Shop, Bisnis Pakaian Antimainstream di Balikpapan

Andy saat memamerkan barang dagangannya, Senin 18 April 2022 (Foto: Arif Fadillah/ niaga.asia)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Di tengah perkembangan dunia fesyen dalam negeri ada satu fenomena unik di Balikpapan dan masih eksis hingga sekarang. Tak lain adalah bisnis pakaian bekas yang nyaris tak sepi peminat.

Dahulu, tidak jarang kita menjumpai lapak pakaian bekas di pasar-pasar. Namun sekarang mulai ada kemajuan. Pedagang mengikuti perubahan zaman hingga mendesain tampilan lapaknya.

Tidak mau kalah dengan barang baru, para pelaku usaha pakaian bekas ini membuka toko. Tujuannya agar dagangan mereka sedikit nyentrik dan menarik perhatian calon pembeli.

Cara itu menjadi salah satu strategi pedagang pakain bekas agar tidak tergerus kompetitor. Bahkan pedagang juga tetap memperhatikan kualitas pakaian bekas yang mereka perdagangkan. Mulai dari kebersihan, kerapihan hingga kelengkapan.

Semua itu menjadi dasar Andy Septian dan kawan-kawan merintis usaha pakaian bekas di Balikpapan. Dalam dunia clothing atau pakaian disebut thrift atau pakaian bekas. Thrift merupakan pakaian bekas impor. Kondisinya seperti baru padahal memang bekas pakai.

Biasanya barang thrift ini hanya ada satu, alias edisi terbatas. Tentu saja itu adalah pakaian bermerek dan dijamin 100 persen orisinil.

Andy yang sudah 10 tahun menjalani usaha pakaian bekas mengakui awalnya sekadar hobi koleksi. Siapa yang tidak tertarik dengan Hoodie Nike misalnya. Dengan harga Rp 200 ribuan, bisa mendapatkan hoodie itu dengan kondisi 90 persen mulus. Padahal, kalau dibandingkan harga barunya bisa mencapai sejutaan.

Koleksi bukan cuma pakaian bermerek saja. Kaos band juga paling banyak dicari. Dari situ Andy melihat peluang bisnis.

“Tapi tujuan utama memang hobi saja sih. Kalau pikir keuntungan juga tidak begitu besar. Karena hobi jadi bisa bertahan lama,” kata pria kelahiran Balikpapan itu, saat ditemui niaga.asia

Menurut Andy, mendapatkan thrift tidak sembarangan. Biasanya dia juga berburu di pasar. Tapi itu pun sangat terbatas. Maka dari itu, biasanya para pemburu pesan langsung kepada distributor. Per karung dihargai sekitar Rp 3 juta. Sekarung itu bisa mendapatkan merek terbaik. Seperti Dickies, Uniqlo, Adidas, Nike dan masih banyak lagi.

“Atau kadang mereka distributor buka bal atau karung. Sekali dibuka langsung rebutan. Itu seninya,” tambah Cuves, sapaan akrab Andy, salah satu pemilik Butik Second itu.

Sudah sekitar tiga tahun Cuves membuka toko Butik Second yang berada di jalan Pangeran Antasari, Balikpapan Tengah. Atau warga Kota Minyak menyebutnya Gunung Kawi.

“Buka setiap hari dari sore sampai malam. Di Instagram juga lengkap informasinya,” sebut Andy.

Ya, seperti era millenial saat ini. Semua informasi juga dimuat di media sosial. Setidaknya pembeli tahu apa yang dia beli sebelum pergi ke toko. Update barang baru atau informasi harga tercantum di Instagram. Hampir semua pengusaha pakaian bekas punya media sosial kekinian itu.

Tak jauh berbeda dengan Cuves, pedagang pakaian bekas lainnya, Erwin, juga merasa nyaman dengan bisnis pakaian bekas yang dia lakoni selama ini.

Pakaian Outdoor bagi petualang atau pencinta alam bekas pakai yang dia jual juga cukup menarik perhatian. Selain membuka lapak, dia memasarkan melalui media sosial hingga forum jual beli.

“Pembeli itu unik-unik. Kadang barang bagus dibilang mahal. Padahal memang sulit mendapatkannya. Tapi kalau kebanyakan pembeli itu kolektor juga, berapa aja harganya, dibeli,” sebut Erwin mengakhiri.

Penulis : Kontributor Balikpapan Arif Fadillah | Editor : Intoniswan

 

Tag: