Mengapa Mudyat Noor Berulangkali Dipanggil KPK?

Mudyat Noor. (Foto HO-NET)

SAMARINDA.NIGA.ASIA – Dugaan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Wydiasari yang saat ini dalam penyidikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti kipas angin besar, hawanya menerpa banyak orang, bahkan Mudyat Noor yang sekarang ini menjabat Bupati Penajam Paser Utara.

Penyidikan KPK atas kasus Rita melabr kemana-mana, begitu banyak pesohor yang dipanggil KPK, banyak mantan pejabat dan ada pula petinggi ormas tingkat nasional yang dipanggil KPK, begitu banyak pula harta bergerak yang disita KPK, karena diduga dari uang Rita.

Besarnya jumlah uang haram yang diduga dicucui Rita, memang luar biasa, mencapai ratusan miliar. Sumbernya disebut-sebut dari fee tiap metrik ton batubara yang ditambang pengusaha di wilayah administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara.

Setelah reformasi, Kabupaten Kutai Kartanegara memang semacam mendapat durian runtuh, mendapat sekitar 30.000 hektar lahan tambang, bagian dari 50.000 konsesi PT Kaltim Prima Coal yang diserahkan ke pemerintah daerah. Sedangkan sisanya yang 20.000 hektar jadi hak Pemprov Kaltim.

Lahan 30.000 hektar yang uasaha tambang disebut Blok Separi, saat diminta ke Kementerian ESDM pada awal-awal reformasi sebenarnya untuk puluhan koperasi-koperasi, tapi dalam perjalanannya berbelok, diberikan ke perusahaan swasta, dan terakhir infonya 30.000 hektar Blok Separi itu dikelula Grup Harum Energi. Sedangkan yang 20.000 hektar disebut dengan Blok Santan dikuasai Pemprov Kaltim melalui BUMD PT Bara Kaltim Sejahtera dan operasionalnya bekerjasama dengan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ).

Kemudian, pada kurun waktu 2008-2015, juga banyak bupati Kukar menerbitkan izin KP (Kuasa Pertambangan) dengan luasan antara 3000-5000 hektar. Banyaknya hingga ratusan izin, tersebar dari ulu Kukar hingga hilirnya Kukar.

Tidak diketahui persis apakah pihak swasta yang diberi izin zaman Bupati Kukar, Syaukani HR dan zaman Rita, punya perjanjian tidak tertulis harus menyetor sejumlah uang ke Rita atas tiap metrik ton batubara yang ditambang.

Dalam keseharian di Samarinda, masyarakat mengenal Mudyat yang pernah jadi anggota DPRD Kaltim dari Partai Hanura dan kini anggota Partai NasDem, tidak dekat dengan Rita. Meski demikian, ada juga yang percaya, karena pergaulannya luas, bisa jadi Mudyat pernah membantu pengusaha mendapatkan izin tambang dari Rita.

Meski sudah dipanggil berulangkali, hingga hari ini belum ada penjelasan resmi dan langsung dari Mudyat atau kuasa hukumnya akan posisinya dalam kasus TPPU Rita.

Hari ini Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal memeriksa Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama MN, Bupati Penajam Paser Utara,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Mudyat diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dari sejumlah pengusaha batu bara. Namun, Budi belum menjelaskan secara rinci materi pemeriksaan terhadap Mudyat. Hal tersebut akan disampaikan setelah pemeriksaan oleh penyidik rampung.

“Menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi di Lingkungan Kutai Kartanegara, untuk Rita,” ucap Budi.

Sebelumnya, Rita  terjerat dua kasus besar, yakni penerimaan gratifikasi dari pengusaha tambang batu bara di Kukar dan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keduanya masih dalam proses penyidikan oleh KPK.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Rita diduga menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan tambang yang melakukan eksplorasi di wilayah Kukar. Setiap metrik ton batu bara yang dieksplorasi dikenakan tarif antara 3,3 hingga 5 dolar AS oleh Rita.

Dalam kasus TPPU, tim penyidik KPK telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk 104 kendaraan yang terdiri atas 72 mobil dan 32 motor. Selain itu, ratusan dokumen serta barang bukti elektronik yang berkaitan dengan perkara ini juga turut diamankan. Penyitaan dilakukan pada periode 13 Mei hingga 6 Juni 2024.

KPK juga menyita uang dalam jumlah besar dari kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Rita. Uang tersebut berbentuk rupiah, dolar Amerika Serikat (AS), dan dolar Singapura, dengan total nilai mencapai Rp476 miliar.

Dana tersebut disita dari 52 rekening bank atas nama Rita serta pihak-pihak yang terkait dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi batu bara di wilayah Kukar. Penyitaan dilakukan pada 10 Januari 2025.

Dalam kasus sebelumnya, terkait gratifikasi perizinan proyek dinas di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari telah divonis 10 tahun penjara sejak 2017.

Pada perkara itu, Rita juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima gratifikasi senilai Rp110.720.440.000 terkait perizinan proyek dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Penulis: Intoniswan | Inilah.com | Editor: Intoniswan

Tag: