Menindak Tambang Ilegal Kewenangan Aparat Penegak Hukum

Asisten Sekdaprov Kaltim Bidang  Perekonomian dan Administrasi Pembangunan, Abu Helmi. (Foto Humas)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Wewenang menindak kegiatan penambangan batubara secara ilegal ada di aparat penegak hukum, bukan di pemerintah daerah, atau di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Oleh karena itu, ketika Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim menemukan kegiatan penambangan batubara secara ilegal di lapangan atau menerima laporan dari pihak tertentu, temuan atau laporan tersebut diteruskan kepada aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya.

Hal itu disampaikan Asisten Sekdaprov Kaltim Bidang  Perekonomian dan Administrasi Pembangunan, Abu Helmi  saat mengikuti video conference Penyampaian Laporan Hasil Kerja Sistemik Ombudsman RI di Ruang Daya Taka Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (15/7).

Acara secara virtual itu diikuti Abu Helmi dari Ruang Serbaguna Lantai Dasar Kantor Pusat Ombudsman RI Jakarta. Diikuti Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, pimpinan Kepolisian RI, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kemenko Maritim dan Investasi, Kemenkeu dan Kementerian Polhukkam serta kepala daerah/pimpinan perangkat daerah terkait seluruh Indonesia.

Menurut Abu Helmi, kewenangan Pemprov melalui Dinas ESDM hanya menertibkan penambangan batubara yang  legal melalui inspektur tambang. Meski demikian, kata Abu Helmi lagi, Pemprov bersama Pemkab/Pemkot tidak menutup mata jika menemukan tambang ilegal di lapangan.

“Pemprov akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindak pelaku penambangan secara ilegal,” tegas Abu Helmi.

Disebutkannya, pertambangan ilegal ada beberapa kriteria, yakni kegiatan tambang tanpa ijin, pertambangan di luar koordinat yang diijinkan, penambangan baru punya ijin eksplorasi tapi melakukan kegiatan produksi, tetap menambang padahal masa berlaku izinnya sudah habis, penambangan di KBK tanpa ijin IPPKH, dan badan usaha pemilik IUP menerima hasil tambang bukan di wilayah konsesinya.

Temuan Ombudsman

Dalam acara  tersebut Ombudsman RI menyampaikan hasil kajiannya dan temuannya, pertama mengenai pola aktivitas pertambangan ilegal, kedua pengabaian kewajiban hukum oleh Pemerintah dalam tata kelola Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan ketiga masih lemahnya pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pertambangan ilegal.

Menurut Anggota Ombudsman RI, Laode Ida, hasil tinjauan lapangan Ombudsman menemukan beberapa pola pertambangan illegal yang dilakukan diantaranya pertambangan tanpa izin (PETI) oleh masyarakat, pertambangan tanpa izin oleh oknum kelompok masyarakat/ormas, pertambangan ilegal oleh Badan Usaha Pemilik IUP NonC&C, pertambangan Ilegal di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Terkait dengan maraknya aktivitas pertambangan illegal oleh masyarakat disebabkan karena sulitnya untuk mendapatkan akses legal terhadap Izin Pertambangan Rakyat (IPR),” ujarnya.

Dijelaskan pula, terdapat dua permasalahan pokok dalam penerbitan dan tata kelola IPR oleh Pemerintah baik pusat dan provinsi. Pertama, belum adanya peraturan di tingkat Pemprov yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan tata kelola IPR. Kedua, mengenai penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR).

“Banyaknya pertambangan ilegal yang dilakukan masyarakat karena WPR yang telah ditetapkan pemerintah tidak memiliki kandungan mineral dan batubara. Sehingga banyak yang menambang secara ilegal di wilayah yang memiliki potensi tambang, padahal di dalam ketentuan UU Minerba tepatnya di Pasal 24 dijelaskan bahwa Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.” terang Laode Ida. (*/adv)

Tag: