Menipu Rp 62,5 juta, Ketua Kelompok Tani di Kukar Dibui 1,5 Tahun

Ilustrasi penjara (foto : istimewa/kabar24.com)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Ketua Kelompok Tani Makmur (KTM)) Slamet Sutokaryo (54) dan anggotanya Muhdar (57), warga Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, divonis hakim bersalah di Pengadilan Negeri Samarinda, Senin (5/8).

Dalam amar putusan majelis hakim yang dipimpin Burhanuddin, didampingi hakim anggota Hendri Dunant dan Agus Raharjo, kedua terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana diatur pasal 378 KUHP junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Kepada kedua terdakwa, masing-masing divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Hukuman itu sendiri, sudah lebih ringan 1 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Dwinanto Agung Wibowo dari Kejari Samarinda. Dimana, sebelumnya Agung menuntutnya 2 tahun 6 bulan.

“Bagaimana saudara terdakwa? Apakah menerima atau mau banding?” kata majelis hakim selepas mengetuk palunya.

Tidak ada sanggahan diutarakan kedua terdakwa, saat mendengar vonis majelis hakim. “Terima yang mulia,” sahut Slamet singkat, diikuti oleh Muhdar.

Seperti terungkap pada fakta persidangan sebelumnya, terdakwa Slamet bersama Muhdar, menawarkan sebidang tanah di daerah Jongkang, Desa Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, kepada Matro’i yang tinggal di Jalan Pangeran Suryanata, Samarinda Ulu.

Saat itu, terdakwa mengaku kepada korban sebagai kelompok tani, yang memiliki puluhan hektar tanah transmigrasi lokal.

Untuk meyakinkan korban, para terdakwa mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kaltim, kalau mereka sudah menerima tanah dan akan melakukan pembagian.

Mereka pun memperdaya korban dengan memperlihatkan peta lokasi dan surat dari Dirjen Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi Nomor B380/P4 trans/IV/2010 tanggal 7 Januari, perihal pemanfaatan tanah pada unit permukiman transmigrasi, yang telah diserahkan pembinaannya kepada Pemda.

Para terdakwa kemudian meminta kepada saksi korban, untuk membeli tanah tersebut dan meminta biaya pengurusan pembuatan sertifikat balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Korban lalu merasa tergerak hatinya untuk membeli lokasi tersebut dan menyerahkan uang kepada terdakwa secara bertahap hingga nilai totalnya mencapai Rp 62,5 juta.

Belakangan, tanah yang dimaksud ini tidak jelas dan pengurusan serrifikat tidak kunjung ada. Lantaran merasa tertipu, saksi korban Matro’i akhirnya melaporkan masalah itu ke kepolisian. (007)