Menkeu Ingatkan Peningkatan Risiko Ekonomi Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat bicara pada acara Talkshow Neraca Komoditas, Senin 30 Mei 2022 (Foto: HO-Kemenkeu)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, meskipun pemulihan ekonomi saat ini sedang berjalan on-track seiring membaiknya penanganan COVID-19, namun Indonesia perlu mewaspadai risiko global yang sedang terjadi saat ini.

Hal ini dia katakan saat memberikan pidato kunci pada acara Talkshow Neraca Komoditas, yang disiarkan secara daring, Senin (30/5).

“Indonesia dengan kemampuan untuk menjaga dan mencegah penularan pandemi Covid-19, maka momentum kegiatan ekonomi masyarakat juga semakin menguat. Dan ini terlihat dari statistik yang dipublikasikan oleh BPS, di mana pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun 2022 mencapai 5,01 persen,” kata Sri Mulyani, dikutip niaga.asia dari laman resmi Kementerian Keuangan, Senin.

Pada saat yang sama, kondisi keseimbangan eksternal terlihat dari neraca pembayaran Indonesia juga mengalami perkembangan yang sangat positif. Kinerja neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus hingga bulan April 2022, dimana selama 24 bulan berturut-turut neraca perdagangan Indonesia terus mengalami surplus.

“Tentu ini merupakan salah satu hal yang akan menjaga ekonomi Indonesia karena kinerja ekspor kita, dengan adanya tren kenaikan harga maupun pemulihan ekonomi global akibat pandemi, dan juga menggeliatnya kegiatan ekonomi di Indonesia, memberikan kontribusi yang sangat positif dari neraca eksternal kita,” ujar Sri.

“Namun, kita juga tidak boleh berpuas diri karena meskipun pemulihan ekonomi di Indonesia berjalan, kita melihat dari sisi global muncul risiko baru yang harus kita waspadai. Terutama dalam bentuk kenaikan harga-harga komoditas yang meningkat sangat cepat dan ekstrem,” terang Sri menambahkan.

Lebih lanjut, Sri mengungkapkan adanya kenaikan harga komoditas menguntungkan bagi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor komoditas. Namun di sisi lain, kenaikan harga yang sangat ekstrem mendorong inflasi di level global, terutama di negara-negara maju.

Inflasi global tersebut kemudian diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter, terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris.

“Pengetatan kebijakan moneter artinya interest rate atau suku bunga akan naik dan likuiditas juga akan menjadi lebih ketat. Hal ini perlu untuk diwaspadai dalam implikasinya terhadap momentum pemulihan ekonomi global,” terang Sri.

Di sisi lain, kebijakan lockdown atau pembatasan kegiatan seiring kenaikan kasus COVID-19 di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sangat berdampak pada ekonomi RRT. Hal ini tentu juga akan berdampak pada perekonomian dunia karena jumlah serta ukuran perekonomian RRT yang sangat besar di dalam perekonomian global.

“Risiko-risiko tersebut harus kita antisipasi, termasuk risiko yang berlangsung yaitu konflik Rusia dan Ukraina, menyebabkan disrupsi sisi suplai dan sanksi ekonomi yang menyebabkan harga komoditas terutama energi dan pangan yang melonjak sangat ekstrem,” jelas Sri Mulyani.

Sumber : Kementerian Keuangan | Editor : Saud Rosadi

Tag: