Menkeu: Perlambatan Ekonomi Sangat Cepat dan Dramatis

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Perlambatan ekonomi yang terjadi sangat cepat dan sangat dramatis baik dunia dan juga di Indonesia membutuhkan langkah-langkah untuk mengantisipasi dan menyusun strategi pemulihan ekonomi. Ini memberikan konsekuensi pada perubahan APBN tahun 2020 dan akan juga membentuk dan mempengaruhi struktur APBN ke depan atau tahun 2021.

Dampak pandemi terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2020 ini adalah pertumbuhan yang merosot. Kami menunjukkan pada kuartal I sudah terjadi penurunan yang cukup drastis dari adanya Covid ini yaitu adanya penurunan dari pertumbuhan di kisaran 3% atau 2,97%. Ini penurunan cukup tajam dibandingkan rata-rata pertumbuhan diatas 5%.

Di kuartal kedua, diperkirakan akan terjadi penurunan dari pertumbuhan ekonomi kita yang menggunakan titik di -3,8 atau dalam range antara -3,5 hingga -5,1. Sehingga semester I, range dari pertumbuhan ekonomi adalah antara -1,1 hingga -0,4.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Anggaran DPR dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia (BI) dengan agenda Penyampaian dan Pengesahan Laporan Panja-panja dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2021 dan RKP Tahun 2021 serta Penyampaian Laporan Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2020, serta Pembentukan Panja di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR pada Kamis (09/07).

Menurut Menkeu, asumsi yang mengalami perubahan yang luar biasa besar mengakibatkan postur APBN mengalami perubahan. Bahkan dalam APBN tahun 2020 ini sudah dua kali dilakukan perubahan yaitu berdasarkan Perpres 54 dan Perpres 72.

“Jika pada APBN awal, pendapatan negara diperkirakan sekitar Rp2.233,2 triliun pada Perpres 54 mengalami penurunan menjadi Rp1.760 triliun dan di Perpres 72 mengalami penurunan lebih dalam lagi menjadi Rp1.699,9 triliun. Hal ini karena adanya penurunan penerimaan negara yang diperkirakan sekitar 10% dan berbagai insentif yang dikeluarkan oleh Pemerintah,” terangnya.

Inflasi mengalami penurunan atau pelemahan namun ini lebih diakibatkan daya beli masyarakat atau pendapatan masyarakat yang mengalami dampak sangat besar akibat Covid-19 yang menyebabkan permintaan menjadi melemah. SPN 3 bulan juga mengalami penurunan. Namun sekarang harus melihat kepada surat berharga jangka panjang 5-10 tahun yang juga mengalami dampak lebih karena ada kepanikan di sisi pasar keuangan dan pasar surat berharga.

“Nilai tukar masih tetap meskipun pernah mengalami dampak yang sangat dalam dari Covid pada bulan Maret April yang lalu tapi diperkirakan kurs antara Rp14.500-Rp14.800. ICP konversi lebih turun dari Perpres 54, jauh lebih rendah dibandingkan asumsi APBN awal $63/barel sekarang hanya menjadi $29,9 hingga $35,3 per barel. Lifting minyak mengalami penurunan sesuai dengan realisasi pada bulan Mei dan outlook di 2020 demikian juga dengan lifing gas.” pungkasnya. (*/001)

Tag: